Penyakit ini telah menyerang berbagai sektor kehidupan termasuk perekonomian.
Hampir semua golongan manusia terdampak, entah si kaya, si miskin, pejabat hingga rakyat biasa.
Namun, sejauh ini mereka yang berpenghasilan harian lah yang paling merasakan penderitaannya.
Salah satu cerminan hal tersebut terjadi di pesisir Jakarta, tepatnya kawasan Muara Angke, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.
Kebanyakan mereka mengharapkan pundi-pundi dari penghasilan harian seperti mengupas kulit kerang, berjualan, dan sebagainya.
Namun saat wabah ini menyerang, berbagai usaha itu lumpuh. Bahkan warga tak diberi kesempatan untuk memikirkan hari esok. Untuk isi perut hari ini saja sulit.
Hal itu disampaikan oleh Mahmud Hasibuan, pendiri Yayasan Rumpun Anak Pesisir yang berbasis di Blok Eceng, Muara Angke.
Biasa mengajar anak-anak tak mampu di sana, Mahmud cukup dikenal warga sekitar. Mereka tak segan mengutarakan keluh kesahnya kepada Mahmud.
"Mereka sudah kehilangan pekerjaan, yang mengupas kerang enggak boleh kumpul-kumpul dan diawasi. Ada juga ibu-ibu yang bercerita bagaimana susahnya mencari makan sampai harus minta-minta tetangga yang sebenarnya tidak mampu juga," kata Mahmud saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/4/2020).
Di tengah himbauan untuk tetap di rumah, sebagian dari mereka malah alih pekerjaan sebagai pemulung sampai-sampai anaknya disuruh ikut membantu.
"Ada juga yang bilang 'saya pengen nekat mencuri tapi kalau masuk penjara siapa yang harus urusin anak saya' seperti itu," sambung Mahmud.
Belum lagi ada sejumlah warga yang terpaksa diusir dari kontrakannya karena tak mampu membayar uang sewa kepada si pemilik.
Sakin mirisnya kondisi di sana, dari 2.000 warga yang tinggal dalam satu RW, hampir semuanya mengalami hal yang serupa.
Mahmud menceritakan suatu ketika ada bantuan sosial datang, warga langsung berebut untuk mendapatkannya.
Hampir dari semua warga yang tak menerima bantuan meneriakkan "aku juga butuh bantuan".
Menyikapi hal tersebut, Mahmud dan delapan orang teman-temannya yang tergabung dalam Yayasan Rumpun Anak Pesisir berencana membuat dapur umum untuk menyediakan makanan berbuka puasa bagi warga yang tinggal di sana.
Rencananya, mereka akan menyediakan 500 paket makanan setiap harinya untuk mengurangi beban warga di sana.
Mahmud menyadari, 500 paket makanan tersebut tidaklah cukup untuk membantu ribuan jiwa yang tinggal di sana.
Namun ia menyadari bahwa mereka memiliki keterbatasan biaya alat dan tenaga.
Oleh karena itu, ia bersama timnya akan mensurvei mana mereka yang lebih membutuhkan dari yang butuh.
Untuk membantu pendanaan dapur umum tersebut, Yayasan Rumpun Anak Pesisir itu kemudian membuat penggalangan dana lewat website Kitabisa.com.
Berdasarkan informasi di website tersebut, donasi yang mereka kumpulkan mencapai angka Rp 64 juta yang didapat dari 2796 donatur.
Target yang dipasang oleh Yayasan Rumpun Anak Pesisir ialah Rp 500 juta untuk kebutuhan warga Muara Angke selama bulan Ramadhan.
"Kita sangat senang banget kalau ada teman-teman yang ingin ikut membantu, yang ingin join sama kita karena keterbatasan yang ada. Kita sebenarnya ingi membantu lebih dari 500 itu, KK-nya aja udah 2.000-an lebih di satu RW. Itu mayoritas tidak mampu," ucap Mahmud.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/04/23/20162201/solidaritas-di-tengah-mirisnya-kehidupan-di-pesisir-jakarta-selama