JAKARTA, KOMPAS.com - Api berkobar di permukiman warga di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Selasa (2/6/2020) malam.
Nyala api itu menghanguskan 12 rumah semipermanen yang berada di gang-gang sempit Tanjung Priok tersebut.
Peristiwa itu bermula ketika salah seorang warga tengah menyiapkan nasi uduk yang akan dijualnya pada esok hari.
Saat hendak menghidupkan kompor, ia tak sadar ada aliran gas yang bocor sehingga menimbulkan ledakan.
"Rumahnya memang kecil, kontrakan. Jarak dari lantai ke atap itu pendek, jadi dengan cepat api menjalar. Kebetulan di situ memang padat," kata Lurah Tanjung Priok Ma'mun menceritakan peristiwa tersebut kepada Kompas.com, Rabu (3/6/2020).
Sulitnya akses menuju titik kebakaran menyulitkan petugas pemadam menguasai api.
Api pun menjalar ke rumah tetangga-tetangga. Baru satu jam sejak kebakaran, api berhasil dipadamkan.
Sebanyak 54 orang warga terpaksa kehilangan tempat berteduh malam itu. Pindahlah mereka ke masjid dan aula gereja yang dijadikan tempat pengungsian.
Pengungsi gempar ada warga reaktif rapid test
Paginya, tenaga medis dari Puskesmas Tanjung Priok datang memeriksa satu per satu kesehatan para pengungsi.
Di tengah pemeriksaan itu, salah seorang wanita tiba-tiba mengaku bahwa ia dinyatakan reaktif rapid test Covid-19.
Ia mengatakan, dulu ia sempat bekerja pada seorang warga negara India.
Tiba-tiba, tiga hari yang lalu, majikan lamanya itu menyuruh wanita tersebut mengikuti rapid test Covid-19 di Rumah Sakit Hermina.
Ternyata, hasil dari rapid test tersebut menyatakan bahwa wanita berusia 45 tahun itu reaktif.
Pihak rumah sakit kemudian merekomendasikannya pada dirinya untuk melapor ke puskesmas tempat ia tinggal.
Namun, hal tersebut tak dilakukan wanita itu. Bahkan, sampai saat pertama kali mereka harus mengungsi pasca-kebakaran.
Informasi tersebut lantas menggemparkan lokasi pengungsian.
Aparat setempat langsung memindahkan wanita itu beserta keluarganya ke pengungsian di aula Gereja HKBP yang ada di sekitar lokasi.
Bahkan, ruangan perempuan tersebut juga dipisahkan dari anggota keluarganya.
Sebagai tindak lanjut, kebetulan di Kelurahan Warakas, Tanjung Priok, juga sedang ada swab test massal sehingga wanita itu diperiksakan di sana.
Namun, hasil swab test itu harus menunggu selama tiga hari.
"Awalnya kita pengin dorong ke Wisma Atlet, tapi belum bisa karena hasil swab-nya belum keluar. Tapi, ternyata Kasudin Kesehatan bilang ternyata riwayat ibu itu punya hipertensi, ya sudah itu jadi pembenaran untuk dia bisa diisolasi di rumah sakit," ujar Ma'mun.
Wanita itu kemudian dibawa menggunakan ambulans menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja.
Rencana rapid test massal
Pasca-peristiwa tersebut, Ma'mun berencana melakukan rapid test pada para pengungsi itu.
Prioritas pertama dilakukannya rapid test tersebut dilakukan pada keluarga wanita berusia 45 tahun tersebut.
"Anggota keluarga lainnya kebetulan cukup banyak. Ada anak-anak juga yang tadinya satu rumah, sekarang masih di pengungsian. Nanti kalau swab test ibu tadi positif, otomatis anggota keluarganya akan kita lakukan rapid," kata Ma'mun.
Sementara itu, warga pengungsian lain rencananya dilakukan rapid test pada 9 Juni nanti berbarengan dengan rapid test yang dilakukan di tingkat kecamatan.
"Tapi, itu masih dikondisikan lagi," ucap Ma'mun.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/04/09281241/diamnya-warga-reaktif-rapid-test-yang-bikin-geger-tempat-pengungsi