JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Abdul Aziz meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak menerapkan ganjil genap bagi kendaraan bermotor saat masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Menurut dia, jika kebijakan ini diberlakukan maka sangat berisiko buat warga. Sebab sebagian besar harus naik kendaraan umum yang cukup rentan tertular Covid-19.
"Kita berharap seperti yang sekarang ini lah kan gage enggak diterapkan, masyarakat bisa menggunakan kendaraan pribadi lebih banyak sehingga kendaran umum tidak berdesak-desakan," ucap Aziz saat dihubungi, Selasa (9/6/2020).
Aziz menuturkan, selama masa transisi warga sebaiknya dibebaskan untuk naik kendaraan pribad. Hal ini lebih baik daripada mempertaruhkan risiko kenaikan kasus Covid-19 di Jakarta.
"Ini kan sangat berisiko buat warga, saya pikir ya lebih aman orang naik motor lah daripada naik kendaraan umum. Kalau ini dibatasi saya khawatir orang jadi enggak naik motor tapi naik kendaraan umum. Risikonya malah lebih besar dan justru berkontribusi untuk meningkatkan kapasitas itu," jelasnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menyebutkan banyak masyarakat belum sadar mengenai protokol kesehatan di transportasi umum.
Sementara Pemprov DKI, kata dia, juga memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengawasi.
"Pemda juga punya keterbatasan untuk menerapkan hukuman-hukuman lah ya untuk kasih konsekuensi. Itu kan masih terbatas sekali orangnya, orang yang menyosialisasikan, orang yang mengontrolnya. Saya kira kita punya keterbatasan dalam hal itu. Jadi memang dari sisi kebijakan harus melihat kemampuan juga. Kalau memang kita punya kemampuan yang cukup untuk bisa mengontrol ya silakan-silakan saja tapi kenyataannya kan tidak," tutur Aziz.
Sebelumnya, wacana kembali diberlakukannya ganjil genap tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2020 tentang PSBB pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif yang telah diteken Anies.
"Pengendalian moda transportasi sesuai dengan tahapan masa transisi kendaraan bermotor pribadi berupa sepeda motor dan mobil beroperasi dengan prinsip ganjil genap pada kawasan pengendalian lalu lintas," demikian bunyi Pasal 17 Pergub tersebut.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lalu menjelaskan bahwa kebijakan ganjil genap kembali diberlakukan saat masa transisi PSBB jika jumlah kasus dan jumlah orang yang bepergian.
"Jadi gini, ada dua. Satu adalah emergency brake policy, satu ganjil genap. Dua-duanya untuk pengendalian. Tapi kita akan lihat jumlah kasus, kita akan lihat jumlah orang bepergian. Dari situ nanti bila diperlukan, baru digunakan. Bila tidak diperlukan, ya tidak digunakan," ujar Anies dalam rekaman yang disebar oleh Humas Pemprov DKI, Senin (8/5/2020).
Kebijakan itu baru dilaksanakan jika penduduk yang beraktivitas di rumah luar rumah tak bisa dikendalikan lagi.
Menurut Anies, jika warga yang beraktivitas di luar rumah masih bisa dikendalikan maka ganjil genap tak akan diberlakukan.
Hal ini juga berlaku untuk seluruh kebijakan pelonggaran PSBB selama masa transisi yang sebelumnya diumumkan Anies.
"Peraturan Gubernur menyatakan bahwa dalam masa transisi ini, bila ternyata angka kasus meningkat, pasien meningkat, bisa dilakukan kebijakan rem darurat. Tapi bukan berarti akan dilakukan, itu bisa dilakukan. Nah sama dengan dalam masa transisi ini bisa diberlakukan ganjil genap, tapi bukan berarti itu akan dilakukan," jelasnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/09/14570351/naik-kendaraan-umum-berisiko-tinggi-pemprov-dki-diminta-tak-terapkan