Tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya satu tahun terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis memunculkan banyak reaksi publik.
Salah satunya soal faktor ketidaksengajaan yang dilakukan Rahmat selaku eksekutor penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Alasan jaksa menuntut rendah hukuman terhadap Rahmat ini menjadi bulan-bulanan warga karena dinilai tidak masuk akal.
Kemarin, Senin (15/6/2020), giliran terdakwa yang membacakan pembelaan (pleidoi) di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut).
Pembelaan terdakwa Rahmat Kadir dibacakan seluruhnya oleh kuasa hukum. Di dalam materi pembelaan, kuasa hukum meminta majelis hakim untuk membebaskan Rahmat dari semua dakwaan.
"Kami mohon, majelis hakim yang mulia berkenan untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut. Satu, menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah," kata kuasa hukum Rahmat dalam siaran langsung akun YouTube PN Jakarta Utara, Senin (15/6/2020).
Sebelumnya, jaksa mendakwa Rahmat melakukan tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam dakwaan primer Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, lebih subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
Bahkan, meski terdakwa telah mengakui perbuatannya, kuasa hukum meminta Rahmat untuk dibebaskan dari tahanan dan mendapat pembersihan nama baik.
Kuasa hukum berpendapat, ada beberapa unsur yang tak terbukti berdasarkan fakta persidangan.
1. Sebut gangguan penglihatan Novel akibat kesalahan medis
Alasan pertama yaitu penganiayaan yang dilakukan Rahmat terhadap Novel disebutkan oleh kuasa hukum bukanlah sebuah penganiayaan berat.
Kuasa hukum berpendapat, gangguan penglihatan yang dialami Novel Baswedan bukanlah akibat dari penyiraman cairan asam sulfat yang dilakukan oleh kliennya.
"Kerusakan mata korban yang bukan merupakan akibat dari perbuatan penyiraman yang dilakukan oleh terdakwa, melainkan diakibatkan oleh sebab lain, yaitu penanganan yang tidak benar atau tidak sesuai," kata kuasa hukum Rahmat Kadir.
Menurut dia, gangguan penglihatan yang dialami Novel Baswedan terjadi akibat kesalahan penanganan medis dan tidak kooperatifnya korban semasa perawatan.
Mengutip dari keterangan dokter RS Mitra Keluarga yang pernah bersaksi di persidangan, dokter tersebut pernah menguji pandangan Novel dari jarak satu meter sesaat setelah tiba di rumah sakit.
Kala itu, Novel bisa melihat dengan baik tangan dari dokter tersebut.
Lalu, tindakan medis yang dilakukan adalah menyiramkan air murni hingga kandungan asam sulfat pada mata Novel larut atau mencapai pH 7,0.
"Namun, ternyata saksi korban mengatakan Rumah Sakit Mitra Keluarga tidak bisa diandalkan untuk mengobati mata sehingga saksi korban meminta untuk rujuk ke Jakarta Eye Center (JEC)," ucap kuasa hukum Rahmat Kadir.
Kemudian, kuasa hukum mengutip keterangan dari saksi dokter JEC, Novel seharusnya diobservasi selama 10 hari.
Akan tetapi, di tengah masa observasi tersebut, Novel meminta untuk dirujuk ke Singapura atas keinginan keluarga.
"Dokter menyayangkan tindakan tersebut dianggap buru-buru. Seharusnya saksi korban bersabar untuk menunggu respons internal untuk mengevaluasi dan memperbaiki luka tersebut," tutur kuasa hukum Rahmat Kadir.
Disebutkan pula oleh kuasa hukum, dokter JEC sebenarnya lebih menyarankan korban dibawa ke Sydney ketimbang Singapura.
Kuasa hukum Rahmat Kadir juga menyampaikan, sebelum dipindahkan ke Singapura, kondisi mata Novel Baswedan sudah berhasil dinetralkan dari asam sulfat.
Namun, setelah dibawa ke Singapura justru terjadi komplikasi dan membuat penglihatan Novel menurun.
2. Tak sengaja serang Novel karena terdakwa susah tidur dan gelisah
Kuasa hukum menyangkal bahwa apa yang dilakukan oleh Rahmat Kadir merupakan sebuah penganiayaan terencana.
"Terdakwa tidak mempunyai perencanaan untuk melakukan penyiraman, melainkan spontanitas," kata kuasa hukum Rahmat.
Kuasa hukum menyebutkan, penyerangan yang dilakukan Rahmat dilatarbelakangi oleh rasa benci kliennya itu terhadap Novel akibat kasus pencurian burung walet di Bengkulu.
Kuasa hukum Rahmat mengatakan, terdakwa kesal melihat Novel Baswedan yang mengorbankan bawahannya dalam kasus pencurian sarang burung walet yang menewaskan salah satu tersangka tersebut.
Dalam fakta persidangan yang disebutkan kuasa hukum, Rahmat sempat membandingkan Novel dengan atasannya yang rela berkorban demi anak buahnya bisa makan dan bertahan.
Pikiran itulah yang disebut sebagai alasan penyerangan Rahmat terhadap Novel.
Namun, penyerangan yang dilakukan Rahmat terhadap Novel disebut kuasa hukum sebagai bentuk spontanitas terdakwa yang berdasarkan pendapat ahli bersifat impulsif.
Untuk memperkuat pernyataan tersebut, kuasa hukum mengutip beberapa fakta persidangan yang terungkap.
Yang pertama ialah Rahmat Kadir Mahulette mencari alamat Novel Baswedan melalui mesin pencarian Google dianggap tak masuk dalam kriteria perencanaan.
Kemudian, aktivitas meminjam motor terdakwa lainnya, yakni Ronny Bugis, selama dua hari untuk memantau rumah Novel juga tidak termasuk dalam kriteria perencanaan.
Lalu, yang terakhir adalah mencampur asam sulfat yang disebut berasal dari air aki dengan air biasa juga disebutkan tak masuk dalam perencanaan penyerangan.
"Pencarian alamat saksi korban oleh terdakwa melalui Google, melakukan survei menggunakan sepeda motor yang dipinjam oleh terdakwa dari saksi Ronny Bugis pada tanggal 8 dan 9 April 2017, mencampur air aki dengan air pada tanggal 10 April 2017 tidak dapat dikatakan sebagai bentuk perencanaan karena tindakan-tindakan itu hanya timbul dari spontanitas yang merasa muak dengan sikap saksi korban," ucap kuasa hukum Rahmat.
Selain itu, mengutip keterangan terdakwa yang menyatakan tidak bisa tidur dan gelisah sehari sebelum penyerangan juga disebut kuasa hukum sebagai bukti bahwa apa yang dilakukan Rahmat bukanlah perencanaan.
"Kata rencana mengandung faktor kesiapan hati, sehingga pelaku secara tenang akan menjalankan apa yang telah diniati," ucap kuasa hukum.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/16/08530271/ketika-kuasa-hukum-polisi-penyerang-novel-baswedan-minta-pembebasan