JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini merupakan hari ulang tahun (HUT) ke-493 DKI Jakarta. Sebagai ibu kota negara, Jakarta yang dulu bernama Batavia memiliki rangkaian sejarah yang panjang.
Salah satu saksi bisu sejarah di DKI dapat ditemui di Jalan Tanah Abang 1, Jakarta Pusat. Di atas lahan seluas 1,3 hektar ini, berdiri Museum Tanah Prasasti.
Dikutip dari buku wartawan senior Windoro Adi yang berjudul "Batavia, 1740: Menyisir Jejak Betawi", dulunya lahan Taman Prasasti ini seluas 5,5 hektar tetapi kemudian di atas tanah tersebut dibangun kantor wali kota dan gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI).
Adapun museum ini dulunya merupakan sebuah pemakaman.
Makam ini sudah dibangun sejak tahun 1795 dan kala itu diberi nama Taman Makam Kober atau dalam istilah Belanda, Kerkhof Laan.
Pada tahun 1808, pemakaman ini kedatangan banyak sekali nisan pindahan dari Gereja Baru Belanda (Nieuw Hollandsche Kerk) dan Gereja Sion.
Pemindahan itu dilakukan atas perintah Gubernur Daendels yang melarang penguburan jenazah di gereja di atas tanah pribadi.
Tanggal 9 Juli 1977, pemakaman ini kemudian diubah fungsi sebagai museum prasasti. Koleksi yang terdapat di dalamnya berupa prasasti, nisan, dan makam batu.
Di sini juga terkubur 1.000 lebih jenazah yang termasuk dalam bagian dari museum.
Salah satu koleksi yang menjadi sorotan dari museum ini adalah sebuah nisan marmer berbentuk perempuan yang sedang menangis.
Patung perempuan ini tak memiliki nama. Konon, patung ini adalah nisan seorang perempuan Belanda yang bunuh diri setelah suaminya terkena malaria. Padahal, mereka baru saja menikah.
Dulu, jenazah perempuan itu dibawa ke pemakaman lewat Kali Krukut dengan arak-arakan mencapai 500 meter.
Replika tembok Erberveld
Koleksi lain yang tak kalah menarik adalah replika tembok Erberveld
Tembok ini dipindahkan dari rumah Erberveld yang jaraknya dua rumah dari gereja Sion. Sejak tahun 1985, rumah Erberveld berubah jadi ruang pamer mobil.
Adapun di tembok yang bercat putih tersebut tertera tulisan berbahasa Belanda dan Jawa yang bermakna:
"Sebagai kenang-kenangan yang menjijikan akan pengkhianat Pieter Erberveld yang dihukum. Tak seorangpun sekarang atau seterusnya akan diizinkan membangun atau menukang, memasang batu bata, atau menanam di tempat ini - Batavia 14 April 1722".
Erberveld adalah tuan tanah dan kapten kavaleri Batavia. Laporan resmi VOC menyebutkan, Erberveld bersama Raden Katadria pernah berencana membunuh semua penduduk Belanda di Batavia pada pesta malam tahun baru 1722.
Waktu itu Erberveld dituduh ingin menjadi Tuan Gusti, Kepala Kota Batavia. Sedangkan Pangeran Katadria ingin menjabat di luar kota.
Informasi rencana pembunuhan ini dibocorkan oleh seorang budak yang dilakukan semena-mena kepada gubernur jenderal. Ada juga yang menyebutkan laporan didapat dari Sultan Banten yang khawatir dengan pengaruh dua orang tersebut.
Tiga hari sebelum tahun baru, semua peserta pertemuan rahasia yang berlangsung di rumah Erberveld ditangkap. Mereka semua disiksa dan di hukum mati pada 22 April 1977.
Erberveld, Raden Katadria dan 17 orang lainnya termasuk perempuan dibunuh di sisi selatan Benteng Batavia. Ini merupakan hukuman mati massal pertama yang pernah di lakukan.
Beberapa tahun berselang, timbul kecurigaan bahwa eksekusi dilakukan di zaman Gubernur Jenderal Zwaardecroon telah direncanakan sebelumnya.
Makam lainnya
Selain itu ada juga adalah nisan Dokter H F Roll, pendiri sekolah Dokter Stovia (School of Opleiding van Indische Artsen).
Ia adalah penggagas, pendiri, dan pemimpin pertama dari sekolah yang merupakan Sekolah Tinggi Dokter Indonesia.
Sekolah Tinggi ini merupakan cikal bakal Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia.
Ada juga makam Olivia, istri dari Raffles. Olivia berusia 10 tahun diatas Raffles, ia meninggal di usia 43 tahun tepatnya tanggal 23 November 1841.
Sebelum meninggal, Olivia berpesan ingin dikubur di sebelah makam sahabatnya Layden di Taman Prasasti.
Kemudian ada juga makam dari Mayor Jenderal Kohler. Ia tewas dalam ekspedisi salah sasaran di Aceh tanggal 14 April 1873.
Waktu itu Kohler berencana menyerang Istana Sultan Aceh namun salah sasaran. Mereka malah menyerang masjid.
Adapun bangunan induk Taman Prasasti dibangun tahun 1844 di aula belakang yang terdiri atas dua ruangan.
Masing fungsinya adalah untuk persiapan pemakaman jenazah perempuan dan pria.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/22/09011991/kisah-yang-terkubur-di-museum-taman-prasasti-tentang-pengkhianatan-hingga