JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi X DPR RI memberikan sejumlah saran untuk Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait kisruh jalur zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf meminta agar Kemendikbud segera berkoordinasi dengan Disdik DKI Jakarta untuk memperpanjang masa PSBB atau menambah kuota jalur zonasi.
"Sebetulnya ada beberapa opsi-opsi, salah satunya memperpanjang masa PPDB untuk zonasi ini, opsi kedua menambah kuota misalnya per roombel (ruang belajar) atau per kelas bisa ditambah 4 hingga 6 anak," ucap Dede di ruang Nusantara II, DPR RI, Selasa (30/6/2020).
Meski demikian, Dedi berpendapat bila menampung anak-anak yang tersingkir karena faktor usia maka tidak akan cukup.
"Jadi jalan satu-satunya saat ini adalah batalkan peraturan yang ada dan mengembalikan ke Permendikbud Nomor 44," kata dia.
Sementara itu Anggota Komisi X DPR RI Putra Nababan berujar, Kemendikbud harus segera mengevaluasi juknis milik Disdik DKI Jakarta ini.
Aturan Disdik DKI Jakarta ini dianggap tidak adil dan mendiskriminasi siswa berusia muda.
"Tidak bisa dianggap remeh tapi evaluasi menyeluruh kenapa dalam waktu 1 bulan tanpa sosialisi mereka buat masyarakat DKI marah sampai harus demo itu melanggar protokol kesehatan untuk perjuangankan nasib anak-anaknya," ujarnya.
Diketahui, jalur zonasi PPDB tahun ini menuai polemik karena dianggap memprioritaskan anak berusia tua.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 501 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.
Apabila jumlah pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
Kadisdik Nahdiana mengklaim bahwa PPDB jalur zonasi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB.
Jalur zonasi ditetapkan berdasarkan kelurahan, bukan jarak rumah calon siswa ke sekolah.
Alasan dia, Jakarta memiliki demografi yang unik, mulai dari tingkat kepadatan penduduk yang berbeda tiap kelurahan, sebaran sekolah tak merata, hingga banyak hunian vertikal di Ibu Kota.
"Penetapan zonasi berbasis kelurahan dan irisan kelurahan dengan mempertimbangkan keunikan demografi Kota Jakarta," kata Nahdiana.
Alasan lainnya, banyak pilihan transportasi yang bisa digunakan peserta didik untuk menjangkau sekolah mereka.
"Banyaknya atau tersedianya moda transportasi bagi anak sekolah, ada bus sekolah, transjakarta, dan ada Jak Lingko," ucap Nahdiana.
Dalam sistem zonasi kelurahan, calon siswa berdomisili lebih jauh dan calon siswa yang domisilinya lebih dekat memiliki peluang yang sama untuk diterima di sekolah tujuan, asalkan keduanya tinggal di kelurahan sesuai zonasi sekolah.
Apabila jumlah pendaftar melebihi daya tampung sekolah, calon siswa akan diseleksi berdasarkan usia lebih tua ke usia lebih muda, bukan lagi jarak tempat tinggal ke sekolah.
Dengan demikian, calon siswa berusia lebih tua yang rumahnya jauh lebih berpeluang lolos seleksi dibandingkan calon siswa berusia lebih muda yang tinggal dekat dengan sekolah.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/30/17285501/dpr-minta-kemendikbud-evaluasi-ppdb-jakarta-dan-perpanjang-pendaftaran