JAKARTA, KOMPAS.com - Kawasan Cikini boleh dibilang sudah bergengsi sejak dulu. Cikini menyimpan sejuta cerita. Kini, Cikini pun seakan tak pernah sepi dari pelancong.
Pada akhir abad ke-19, Cikini termasuk ke dalam wilayah yang lebih bergaya di Batavia. Cikini tak sendirian. Ada Kramat, Salemba, Kebon Sirih, Prapatan dan Pegangsaan.
Susan Blackburn dalam buku "Jakarta: Sejarah 400 Tahun" menuliskan bahwa wilayah tersebut, termasuk Cikini, terdapat banyak rumah-rumah putih dengan taman-taman besar atau kecil yang berdiri di kedua sisi jalan.
Para pelancong tertarik kepada Kebun Botani dan Zoologi yang kini menjadi Taman Ismail Marzuki.
Para pelancong akan menganggumi barisan pepohonan besar yang berada di sana. Suasana tenang khas pedesaan, jauh dari hiruk pikuk area pusat pemerintahan di sekitar Stadhuis (Balai Kota) Batavia.
Cikini pun juga jadi salah satu tempat berlibur orang-orang Eropa kaya sekitar tahun 1910-an. Cikini terbilang ekslusif.
Hiburan orang Eropa pada masa itu tak boleh dihadiri komunitas lain kecuali orang-orang Indonesia, China, dan Arab yang sangat kaya.
Salah satu hiburannya adalah olahraga. Olahraga sangat digemari dengan munculnya klub-klub sepak bola Eropa, klub tenis, berlayar, dan kolam renang.
"Beberapa kolam renang seperti kolam renang Cikini, tak boleh digunakan oleh orang Indonesia," ujarnya
Raden Saleh Syarif Bustaman, seseorang yang dikenal sebagai maestro lukis Indonesia memiliki jejak di Cikini.
Pada abad ke-19, Raden Saleh disebut sebagai bangsawan Jawa yang terkenal di Batavia.
Pelukis berpendidikan barat pernah tinggal di Cikini pada 1850-an.
Alwi Sahab dalam bukunya berjudul "Batavia Kota Banjir" menuliskan bahwa Raden Saleh sangat tertarik dengan istana yang berada di Callenberg saat berada di Jerman.
Saat kembali ke Tanah Air, Istana Callenberg memicu Raden Saleh untuk memanfaatkan tanah miliknya di Cikini yang mencakup Taman Ismail Marzuki, SMP II Cikini, dan Masjid Cikini.
Ia memanfaatkan tanahnya itu untuk membangun rumahnya, meniru Istana Callenberg. Raden Saleh yang merupakan pencinta binatang itu juga menyumbangkan tanahnya untuk menjadi Taman Botani dan Zoologi.
Dikutip dari Harian Kompas, rumah Raden Saleh ini berada di dalam kompleks Rumah Sakit PGI Cikini yang berlokasi di Jalan Raden Saleh. Seluruh areal rumah sakit yang luasnya mencapai 5,7 hektar itu dulu merupakan bagian dari halaman mansion (rumah besar) milik Raden Saleh.
Halaman yang menjadi bagian dari properti Raden Saleh tidak hanya di RS PGI Cikini, tetapi juga hingga ke areal yang kini dipakai untuk Taman Ismail Marzuki dan kampus Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Sebelum menjadi Taman Ismail Marzuki dan IKJ, areal itu dipakai Raden Saleh untuk mendirikan taman botanik dan kebun binatang yang kemudian dipindahkan ketika Ragunan sudah dibangun.
Pada masa Perang Dunia II, areal yang ditempati rumah besar Raden Saleh ini diubah menjadi rumah sakit bernama Koningin Emma Hospitaal atau Queen Emma Hospital yang kemudian berganti nama menjadi RS PGI Cikini.
Kegiatan aborsi di Jakarta pun dikenal di kawasan Raden Saleh, Cikini, Jakarta. Dikutip dari Harian Kompas tahun 1992, Klinik Raden Saleh di Cikini dahulu dikenal sebagai "Rumah Sakit Resmi" untuk menggugurkan (aborsi) kehamilan.
Setengah dari total kasus aborsi yang ditangani Klinik Raden Saleh ternyata berasal dari kasus kehamilan di luar nikah pada anak-anak remaja.
Menurut dr Djajadilaga dari Klinik Raden Saleh pada saat itu, sebenarnya di kliniknya hanya menangani 25 persen dari total kasus aborsi yang ditangani secara medis di Jakarta.
Kalau di KRS saja ada sekitar 104 kasus, maka diperkirakan total "pengguguran resmi" di Jakarta dilakukan sekitar 500 wanita setiap tahunnya.
Data pasien yang melakukan aborsi di Klinik Raden Saleh sejak tahun 1982 menunjukkan, setengahnya berasal dari kehamilan di luar nikah.
Umumnya mereka ini masih mahasiswa atau pelajar SMA, meskipun ada juga yang masih SMP. Bahkan, KRS pernah didatangi remaja putri yang baru berusia 11 tahun.
Kini, Polda Metro Jaya membongkar praktik aborsi di salah satu klinik di kawasan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Senin (3/8/2020).
Sebanyak 17 orang ditangkap dalam kasus praktik aborsi ini. Enam orang di antaranya tenaga medis.
Mereka berinisial dr.SS (57), dr.SWS (84), dr.TWP (59), EM (68), AK (27), SMK (32), W (44), J (52), M (42), S (57), WL (46), AR (44), MK (44), WS (49), CCS (22), HR (23), dan LH (46).
Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat menjelaskan, praktik klinik aborsi itu telah beroperasi selama lima tahun.
"Dalam data satu tahun terakhir, mulai Januari 2019 sampai 10 April 2020 terdata ada 2.638 pasien aborsi," ujar Tubagus, Selasa (18/8/2020).
Praktik klinik aborsi ilegal ini terbongkar saat polisi mengusut kasus pembunuhan pengusaha roti asal Taiwan, Hsu Ming-Hu (52), oleh sekretaris pribadinya berinisial SS (37).
Praktik aborsi yang baru diungkap ini tentunya menambah catatan panjang di Raden Saleh, Cikini. Puluhan tahun praktik aborsi di Raden Saleh terus hilang dan muncul.
Cikini, awalnya membawa kesenangan bagi pelancong. Namun, Cikini kembali tercoreng oleh praktik aborsi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/08/19/15412311/jalan-raden-saleh-di-cikini-favorit-pelancong-pada-zaman-batavia-kini