Penyerangan oleh massa tersebut dipicu provokasi oknum anggota TNI berinisial MI kepada rekan seangkatan.
"Kami mengecam segala bentuk kekerasan apapun yang berbentuk main hakim sendiri terhadap warga ataupun pada kantor lembaga pemerintah, dalam hal ini kantor polsek," ujar peneliti HAM dan sektor keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/8/2020).
Menurut Ikhsan, tindakan main hakim sendiri dengan alasan apapun tidak bisa dibenarkan secara hukum.
Dalam negara hukum, semua persoalan yang terkait dengan tindakan melawan hukum harus diselesaikan melalui jalur hukum.
Penyelesaian tersebut juga harus menghormati prinsip due process of law dan bukan dengan tindakan kekerasan main hakim sendiri dengan motif balas dendam.
Pihaknya mendesak semua pihak yang terlibat dalam aksi kekerasan itu diproses secara hukum dengan benar dan berkeadilan.
Mereka yang terlibat kekerasan dan tindakan melawan hukum harus dibawa hingga tingkat pengadilan.
"Sehingga menjadi bagian efek jera kepada yang lain untuk tidak melakukan tindakan serupa. Minimnya penghukuman dalam kasus-kasus seperti ini membuat kasus-kasus serupa kembali berulang," katanya.
Selain itu, pihaknya juga mendesak kepada pimpinan TNI dan pimpinan Polri untuk secepatnya mengendalikan pasukannya untuk meredam ketegangan yang terjadi di daerah Ciracas dan sekitarnya.
Ia mengatakan, pimpinan TNI dan Polri harus segera mengambil langkah antisipatif untuk mecegah situasi dan kondisi yang memburuk.
Begitu juga dengan peran pemerintah dan aparat keamanan wajib memastikan rasa aman masyarakat di Jakarta, khususnya daerah Ciracas dan sekitarnya.
Sebab, peristiwa yang terjadi telah menimbulkan rasa tidak aman di masyarakat.
"Karena itu, menjadi penting untuk pemerintah dan aparat keamanan memastikan rasa aman itu dan menghentikan sweaping dan serangan kepada masyarakat yang tidak sesuai dengan prosedur hukum yang ada," tegas dia.
Aksi anarkistis massa dipicu provokasi oleh oknum anggota TNI berinisial MI kepada rekan seangkatan.
"Dari telepon genggam Prada MI ditemukan yang bersangkutan menginformasikan ke angkatan 2017 mengaku dikeroyok, ditelepon seniornya bilang dikeroyok," ujar Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman dalam konferensi pers di Balai Wartawan Puspen TNI, Mabes TNI Cilangkap.
Namun saat pernyataan anggota dari Satuan Direktorat Hukum Angkatan Darat itu dicocokkan dengan pernyataan sembilan saksi dari warga sipil, ternyata MI telah berbohong.
Menurut Dudung, kronologi yang sebenarnya terjadi adalah MI mengalami kecelakaan tunggal saat mengendarai sepeda motor di sekitar Jalan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, tepatnya di dekat pertigaan lampu merah Arundina.
Selain diperkuat dengan pernyataan saksi di tempat kejadian perkara (TKP), kecelakaan tunggal tersebut juga dibuktikan dengan rekaman gambar televisi sirkuit tertutup (CCTV) dari salah satu toko di sekitar lokasi kejadian.
"Pada tayangan menit ke-37, MI terjatuh di sekitar tikungan, tidak ada pemukulan dari belakang, depan atau pengeroyokan," katanya.
Saat menghubungi seluruh rekannya, MI mengaku menjadi korban pengeroyokan.
"Informasi di media sosial yang bersangkutan dikeroyok dan ada beberapa kalimat yang membangkitkan emosi sehingga dengan jiwa korsa berlebihan dan tidak terkendali melakukan perusakan," katanya.
Dudung menambahkan, sebanyak enam dari sekitar 100 orang yang terlibat dalam perusakan Mapolsek Ciracas dan fasilitas umum di Jaktim telah menjalani pemeriksaan intensif Polisi Militer Kodam Jayakarta.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/08/30/08144351/masyarakat-sipil-kecam-penyerangan-polsek-ciracas-dan-pertokoan-oleh