Dalam kebijakan ini, layanan langsung di toko, mal, supermarket, dan minimarket dibatasi hingga pukul 18.00 WIB.
Selain itu, aktivitas warga dibatasi sampai pukul 20.00 WIB, dengan harapan mampu menekan penularan Covid-19 wilayah tempat tinggal yang sejauh ini diklaim menyumbang 25-30 persen kasus di Depok.
Meski demikian, hingga sekarang kebijakan ini masih dalam tahap sosialisasi. Konsekuensi hukum dijadwalkan baru berlaku lusa, Kamis (3/9/2020).
"Saat ini karena kondisi harus taktis dan strategis, jadi (dasar kebijakannya) baru surat edaran wali kota," ujar Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana kepada wartawan, Selasa (1/9/2020).
Ia menambahkan, konsekuensi hukum akan termuat secara terperinci melalui peraturan wali kota.
Ia belum dapat menjelaskan lebih rinci soal sanksi yang berlaku pada pelanggaran jam malam. Sebab saat ini beleid tersebut sedang dalam proses.
Meski demikian, Dadang memastikan bahwa pembatasan operasional hingga pukul 18.00 WIB, juga berlaku untuk pedagang kaki lima hingga warung kelontong, kecuali apotek.
"Semua (dibatasi hingga) pukul 18.00. Termasuk warung kelontong jadi pukul 18.00 harus sudah selesai. Apotek tetap berjalan seperti biasa," kata dia.
"Kemarin draftnya sudah selesai. Jadi penegakan hukum mulai hari keempat. Ini kan hari kedua, artinya Kamis sudah penindakan," Dadang menambahkan.
Kepala Satpol PP Kota Depok, Lienda Ratnanurdianny sebelumnya mengatakan, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kebijakan tersebut.
Lienda mengaku belum dapat memastikan kapan pemberlakuan kebijakan jam malam yang diiringi dengan konsekuensi hukum.
"Sosialisasinya saja dulu dan kemudian nanti dievaluasi tingkat kepatuhan masyarkatnya. Apakah sudah patuh atau memang diperlukan peningkatan terhadap ketentuan tersebut berupa penindakan-penindakan atau sanksi-sanksi lainnya," ungkapnya.
"Sanksinya itu kan belum ada, sekarang tahap sosialisasi. Saya belum bisa memastikan sanksinya seperti apa, yang jelas nanti (termuat di) peraturan wali kota," Lienda menambahkan.
Data terbaru yang disampaikan Pemkot Depok, ada temuan kasus baru sebanyak 58 pasien, sementara ada 57 pasien yang diklaim pulih dan seorang pasien meninggal dunia.
Dengan ini, maka total kasus Covid-19 di Depok mencapai 2.210 kasus, masih yang tertinggi di antara kota dan kabupaten lain di Jawa Barat.
Lalu, dari jumlah tersebut, sebanyak 594 pasien Covid-19 saat ini masih ditangani, baik dirawat di rumah sakit maupun isolasi mandiri di rumah.
Wali Kota Depok M Idris mengklaim, peningkatan kasus aktif Covid-19 di wilayahnya disumbang oleh kasus-kasus yang berasal dari luar Depok alias kasus impor.
Selama 2 pekan pada pertengahan Agustus 2020, kasus impor dari tempat kerja disebut menyumbang sekitar 70 persen temuan kasus baru.
Sisanya adalah penularan secara lokal, umumnya di wilayah tempat tinggal.
"Kasus imported case ini berasal dari klaster perkantoran dan tempat kerja, yang berdampak pada penularan di dalam keluarga," kata Idris.
Kini 47 dari total 63 kelurahan di Depok masuk kategori kelurahan zona merah karena masing-masing mencatat lebih dari 5 kasus aktif Covid-19.
Menyadari kasus Covid-19 yang meninggi, Pemerintah Kota Depok mengklaim mulai menggencarkan tes swab PCR mulai pekan terakhir Agustus.
Targetnya, ada 355 spesimen per hari yang diperiksa demi mengejar standar minimal yang ditetapkan WHO (meskipun WHO menetapkan standar jumlah tes PCR dengan satuan orang, bukan spesimen karena satu orang bisa berulang kali dites).
“Tes swab massal (diprioritaskan) pada kasus kontak erat, suspek, dan sasaran prioritas lainnya yang ditetapkan,” ujar Idris.
Namun, karena ketiadaan transparansi data, tidak diketahui sejauh mana realisasi jumlah tes swab massal tersebut, apakah telah mencapai target atau belum.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/09/01/13053491/sanksi-jam-malam-di-depok-direncanakan-mulai-kamis-lusa