Salin Artikel

Kisah Pasien Covid-19 di Depok Sulit Cari Rumah Sakit dan Terbelit Administrasi karena Swab Mandiri

Akhir pekan di depan mata, mereka menghabiskan malam lebih santai dengan wara-wiri di Ibu Kota. Kebetulan, hari itu mereka tidak berangkat kerja dengan kereta rel listrik (KRL) tetapi dengan sepeda motor.

Mereka memilih santap malam di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Sesudahnya, baru mereka berboncengan pulang ke rumah mereka di bilangan Cipayung, Depok, Jawa Barat. Perjalanan yang jauh.

“Habis itu, kami berdua merasa enggak enak badan. Kami mikirnya, karena habis naik motor jauh, malam-malam pula. Kami pikir, kami masuk angin,” ujar Icha kepada Kompas.com, Jumat (18/9/2020) kemarin.

Mereka pun menunda beberapa agenda yang sudah mereka rencanakan untuk akhir pekan. Mereka pilih istirahat total.

Pada 7 September 2020, Icha pulih. Namun, suaminya masih tidak enak badan dan diare. Suaminya minta izin ke kantor untuk absen, dengan alasan sakit. Khawatir, pihak kantor memintanya tes swab dengan dibiayai kantor.

Hari itu juga, suaminya tes swab di RS Hermina Depok. Ia mesti menunggu 5 hari sebelum hasil tesnya keluar pada Jumat pekan lalu.

Selama lima hari menunggu hasil tes swab suaminya keluar, Icha yang masih harus berkantor ke Jakarta merawat suaminya seorang diri.

Gejala yang diidap suaminya mulai bertambah secara bertahap, mulai dari demam yang naik-turun, batuk kering, sebelum tak mampu mencium bau dan rasa pada hari keempat.

Mereka juga pisah kamar, saling mengenakan masker saat berinteraksi, dan repot membersihkan segala benda yang disentuh menggunakan desinfektan.

“Kami juga komunikasi lewat video call. Aku merawatnya hanya dengan masker kain, bukan masker medis,” ujarnya.

Jumat lalu, hasil tes swab suaminya dirilis rumah sakit.

“Ternyata dia positif Covid-19. Aku syok,” ungkap Icha.

Ia tak tahu sama sekali dari mana suaminya tertular virus corona, apakah dari kolega sekantor, atau tertular di kereta, atau tertular olehnya?

Pihak rumah sakit disebut menawarkan dua pilihan. Pilihan pertama, dirawat di rumah sakit tetapi biaya dibebankan kepada pasien. Pilihan kedua, isolasi mandiri di rumah. Dua pilihan itu tidak ada yang masuk akal, menurut Icha.

“Ini kan bencana nasional, ya, harusnya semua biaya-biaya itu ditanggung pemerintah. Selama pemerintah tanggung jawab sama masyarakatnya, ya, kita mau cari itu (cara agar suaminya dirujuk ke rumah sakit secara gratis),” kata dia.

Mereka lantas singgah di Puskesmas Pancoran Mas, dalam perjalanan pulang dari RS Hermina Depok, berniat melaporkan apa yang mereka alami.

“Kami enggak diterima, katanya disuruh ke puskesmas sesuai domisili. Kami kira, kami bisa lapor ke mana saja,” kata Icha.

Ditolak, mereka pun menyambangi puskesmas di Cipayung. Hari sudah menuju senja dan puskesmas sudah tutup. Mereka lalu diarahkan agar berkomunikasi melalui WhatsApp ke salah satu tenaga puskesmas.

Tenaga puskesmas menanyakan beberapa hal soal gejala yang diidap suaminya, juga situasi rumahnya.

“Mereka bilang, ‘kami paling hanya bisa mengirim obat’,” kata Icha.

Setelah tahu suaminya positif Covid-19, ia memutuskan untuk melapor ke pihak kantor. Sempat ia punya pikiran untuk tidak melapor tetapi pikiran kemudian itu ia tepis jauh-jauh.

“Aku tidak bisa egois. Khawatirnya aku membawa virus itu ke teman-teman lain. Aku berpikir, aku juga pasti positif Covid-19 karena seminggu ini aku kontak erat dengan pasien positif,” ungkapnya.

“Akhirnya kantor suruh aku swab, lalu aku dapat rumah sakit yang bisa memberi tes swab dengan hasil lebih cepat, di Jakarta. Aku tes hari Sabtu (12/9/2020, Minggu keluar hasilnya. Karena aku pikir aku akan positif, aku pikir akan isolasi bareng (suami), supaya kalau dirujuk ke Wisma Atlet juga enggak berpisah. Tapi, ternyata aku negatif,” kata Icha.

Diabaikan pihak RT

Pasangan suami-istri itu berpikir, mereka tak bisa tinggal serumah selama ada salah satu dari mereka yang positif Covid-19 dan bisa menularkannya kapan pun.

Kantor tempat Icha bekerja juga mendesaknya agar tidak tinggal bersama suaminya untuk sementara.

Namun, menurut Icha, pihak puskesmas tetap mengarahkan mereka berdua agar isolasi mandiri.

“Aku bilang ke tenaga puskesmasnya, aku negatif. Puskesmas bilang agar isolasi mandiri dulu, karena katanya Wisma Atlet penuh dan dikhususkan untuk warga ber-KTP DKI Jakarta dan pasien yang bergejala. Menurut mereka, suamiku enggak bergejala padahal kami sudah beri tahu gejalanya, walaupun tergolong ringan. Tapi, diarenya sudah hampir seminggu,” kata Icha.

Ia menilai bahwa komunikasinya dengan tenaga puskesmas itu lamban ditanggapi lantaran akhir pekan.

Kapasitas rumah sakit rujukan Covid-19 di Depok memang tengah jadi sorotan karena telah terisi hampir 80 persen hingga Kamis lalu. Total, pasien Covid-19 telah mengisi 338 dari 471 tempat tidur yang tersedia.

Dengan jumlah 899 pasien per Jumat kemarin, yang diprediksi akan terus bertambah, Pemerintah Kota Depok membidik Wisma Atlet dan rumah-rumah sakit di Bekasi dan Bogor jika ada pasien Covid-19 yang tak sanggup ditangani oleh rumah sakit lokal.

Sembari menanti tindak lanjut puskesmas yang tak kunjung mengirimkan obat ke kediamannya, Icha yang notabene pendatang baru di perumahan tersebut berinisiatif melapor ke pihak RT setempat via WhatsApp.

Ia hanya ingin memberi kabar, supaya warga sekitar tak perlu geger apabila sewaktu-waktu ambulans datang menjemput suaminya.

“Tapi tidak direspons. Sama sekali. Di-read (baca) doang,” sebut Icha.

Ia tak mau menduga-duga mengapa ia diabaikan. Yang jelas, sebagai warga baru, ia memang belum punya surat keterangan domisili. Domisilinya berbeda dengan alamat yang tertera di KTP. Ini membuat situasi jadi rumit.

Administrasi puskesmas yang merepotkan

Icha akhirnya mencari jalan sendiri demi merujuk suaminya ke rumah sakit. Ia tentu pantas cemas, sebab tanpa pengawasan, gejala yang dialami suaminya bisa memburuk sewaktu-waktu. Ia juga rentan tertular.

Icha lalu menghubungi call center Satgas Covid-19 RI melalui nomor 119 pada hari Minggu lalu. Gayung bersambut, ia dapat mempertanyakan segala macam hal yang ia alami.

“Aku konfirmasi apa yang disampaikan puskesmas, masalah bahwa KTP bukan DKI Jakarta, bahwa gejalanya ringan. Semuanya terpatahkan. Semua pasien positif bisa masuk, diterima,” kata dia soal jawaban petugas call canter 119.

“Wisma Atlet pun masih bisa menerima (pasien). Tidak ada istilah untuk warga KTP DKI. Hari Senin (14/9/2020) sudah bisa masuk,” lanjut Icha.

Namun, untuk bisa masuk Wisma Atlet, pasien positif Covid-19 harus mengantongi surat keterangan rujukan dari puskesmas. Dalam upaya memperoleh surat keterangan rujukan itu, Icha mengaku menghadapi hambatan dari puskesmas yang menurutnya kurang perhatian.

Menurutya, pihak puskesmas masih berkelit lagi, dengan tetek-bengek soal anggaran perawatan suaminya di Wisma Atlet yang bakal dilimpahkan ke Depok, hingga alasan koordinasi dan sebagainya. Ia mengklaim terus mendesak agar suaminya bisa segera dikirim ke Jakarta.

“Lalu dia (pihak puskesmas) bilang, ‘ibu jangan mendesak kami terus, kami juga banyak kerjaan’. Lho, memangnya kami bukan kerjaan mereka? Masalahnya apakah karena kami tidak sesuai domisili? Karena belum urus SK domisili, jadi mereka seolah angkat tangan?” tukas Icha.

“Ini tinggal mau atau tidaknya si puskesmas mengurus administrasinya. Kok, jadi seolah-olah kami beban mereka. Kan ini sudah ditanggung negara,” lanjutnya.

Setelah terlibat adu mulut di dunia maya, akhirnya pihak puskesmas setuju merujuk suaminya ke Wisma Atlet. Surat keterangan rujukan itu kemudian harus diambil langsung di puskesmas, tepatnya di depan gerbang puskesmas.

Masalahnya, pihak puskesmas dalam koordinasinya dengan manajemen Wisma Atlet, menyebut Icha dan suami akan datang sendiri.

Icha kian heran, bagaimana cara agar suaminya bisa masuk ke Wisma Atlet dalam kondisi sakit? Pasutri muda itu baru punya sepeda motor. Mustahil suaminya menunggangi sepeda motor sendirian dalam keadaan terhuyung-huyung, dari Depok ke Kemayoran.

Tanpa obat yang tak pernah ia terima dari puskesmas, Icha hanya mengandalkan obat-obatan seadanya agar kondisi tubuh suaminya tak memburuk. Ia bantu membuatkan madu hingga jamu.

Beruntung, Icha akhirnya dihubungkan dengan layanan ambulans gratis pasien Covid-19 dari salah satu organisasi profesi, melalui jejaring rekannya. Selasa lalu, suaminya berhasil diboyong ke Wisma Atlet.

Tanggapan Pemkot Depok

Icha menyatakan, birokrasi berbelit yang ia alami mestinya tak terjadi kepada siapa pun. Pasalnya, pandemi ini adalah bencana nasional dengan situasi darurat bagi mereka yang mengidap Covid-19.

Menurutnya, keadaan yang terjadi padanya mungkin terasa tak begitu bermasalah karena suaminya bergejala ringan. Namun, bagi pasien bergejala berat, hari-hari yang terkuras hanya untuk mengurus administrasi seperti itu, ongkosnya nyawa.

“Harusnya tidak perlu dikotak-kotaki, mau domisili mana saja, kalau ternyata positif Covid-19, ya harusnya bsia diterima di mana saja. Mengurus administrasi kayak gitu kan lama, seperti sempat ke puskesmas yang ternyata tidak sesuai domisili lalu aku tidak diterima. Makan waktu,” ungkapnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, Novarita mengaku tak bisa terlalu jauh untuk mengomentari peristiwa ini. Namun, ia membenarkan bahwa memang ada alur yang agak panjang untuk ditempuh pasien positif Covid-19 di Depok, terlebih jika melakukan tes swab mandiri yang membuatnya sedikit sulit masuk dalam radar pelacakan pemerintah.

“Kalau melakukan tes swab mandiri, kadang-kadang datanya itu lama masuk ke Picodep (Pusat Informasi Covid-19 Depok). Se-Indonesia ini datanya masuk ke all new record. Untuk dipilah-pilah, melihat mana orang Depok, agak susah,” kata Novarita kepada Kompas.com, Jumat.

“Kalau tes swab mandiri, lapor ke puskesmas, nanti dicatat oleh puskesmas untuk dipantau. Kalau rumahnya tidak layak (isolasi mandiri), bisa diusulkan untuk masuk ke Wisma Atlet atau RS Citra Medika Depok sebagai tempat isolasi,” imbuhnya.

Soal  respons puskesmas yang lamban, ia merasa perlu mendengar penjelasan dari puskesmas yang disebut Icha.

“Kalau di sana ada dua orang yang tidak memungkinkan isolasi mandiri, ya akan dicarikan tempat untuk isolasi. Tapi saya tidak tahu komunikasi antara mereka, harus diluruskan dulu,” kata Novarita.

“Selama tidak ada gejala, memang kami memantau lewat telepon. Kalau ada gejala, kami kirim obat ke sana. Kalau (tenaga puskesmas) datang, nanti terjadi penularan,” kata dia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/09/19/06090091/kisah-pasien-covid-19-di-depok-sulit-cari-rumah-sakit-dan-terbelit

Terkini Lainnya

Jasad 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Dibawa ke RS Polri Kramatjati

Jasad 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Dibawa ke RS Polri Kramatjati

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Orang Terkait Penemuan Jasad Perempuan di Dermaga Pulau Pari

Polisi Tangkap 3 Orang Terkait Penemuan Jasad Perempuan di Dermaga Pulau Pari

Megapolitan
Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Megapolitan
Tunduknya Pengemudi Fortuner Arogan di Hadapan Polisi, akibat Pakai Pelat Palsu Melebihi Gaya Tentara

Tunduknya Pengemudi Fortuner Arogan di Hadapan Polisi, akibat Pakai Pelat Palsu Melebihi Gaya Tentara

Megapolitan
Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Megapolitan
Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari 'Basement' Toko Bingkai 'Saudara Frame' Mampang

Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari "Basement" Toko Bingkai "Saudara Frame" Mampang

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Megapolitan
Pemadaman Kebakaran 'Saudara Frame' Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Pemadaman Kebakaran "Saudara Frame" Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Megapolitan
Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran 'Saudara Frame' di Mampang Berhasil Dievakuasi

Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran "Saudara Frame" di Mampang Berhasil Dievakuasi

Megapolitan
Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Megapolitan
Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering 'Video Call'

Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering "Video Call"

Megapolitan
7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Megapolitan
Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Megapolitan
Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke