Salin Artikel

Cerita Penyintas Covid-19, Terbiasa Menyaksikan Kematian Selama Hampir Sebulan Diisolasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tutut Indriani Agustin (44), seorang penyintas Covid-19, harus menghabiskan hampir satu bulan di rumah sakit untuk menjalani isolasi.

Perjuangan Tutut dalam melawan virus tersebut tidaklah mudah.

Mulai dari bermalam sambil diinfus di kursi Unit Gawat Darurat (UGD) selama 3 hari 2 malam, dipindahkan dari satu lantai ke lantai lainnya, hingga harus terbiasa menyaksikan kematian.

Tutut patuh pada imbauan untuk di rumah saja sejak pandemi Covid-19 pertama melanda Indonesia. Ia mengaku tidak berpergian ke mana-mana.

Sebab, aktivitas Tutut sehari-hari adalah seorang wirausahawati yang membuka toko kelontong pribadi di depan rumah.

Tutut diduga terpapar COVID-19 ketika ia menjalani opname di salah satu rumah sakit di Jakarta.

Bermalam di Bangku UGD Rumah Sakit

Tutut kembali ke rumah sakit tempat ia diopname, yang merupakan rumah sakit rujukan Covid-19, setelah gejala-gejala yang ia alami semakin parah.

Batuk dalam jangka waktu lama, demam, dan sesak napas menjadi beberapa gejala yang dialami Tutut.

Ketika sampai, UGD penanganan Covid-19 Rumah Sakit sudah dalam keadaan penuh, sehingga Tutut harus menunggu untuk dapat kamar.

“Enggak disuruh pulang. Pihak rumah sakit bilang ‘Kalau mau nunggu ya duduk di kursi. Kalau enggak mau ya di rumah sakit lain’. Akhirnya, duduk di kursi itu aku 3 hari 2 malam, cuma buat dapat bed doang. Kita enggak bisa naik langsung ke lantai isolasi karena penuh,” jelas Tutut.

Tutut duduk di kursi UGD tersebut selama 3 hari 2 malam, dengan kondisi diinfus dan memakai selang oksigen di tengah-tengah suasana ruang UGD yang padat.

“Di UGD itu banyak banget. Yang namanya pasien di rumah sakit lain, itu ambulans tuh kayak enggak ada hentinya. Karena enggak ada bed, akhirnya mereka pakai bed-nya ambulans itu ditinggal," paparnya prihatin.

Ruang perawatan berpindah-pindah

Sebelum akhirnya mendapat kamar, Tutut juga sempat dipindah ke beberapa lantai isolasi sementara.

“Sebenarnya, lantai isolasi itu ada di lantai 8, tapi syarat untuk ke lantai 8 itu harus ada yang kosong dulu baru kita bisa naik. Sementara, kita enggak mungkin dicampur pasien umum. Jadi ada beberapa lantai yang buat sementara, di situlah dipindah-pindah," jelas Tutut

Tutut harus berpindah-pindah lantai, sebab ada jadwal sterilisasi tiap lantai sehingga ia harus berpindah dari satu lantai, ketika lantai tersebut harus disterilkan

“Dua hari di (lantai) 7, pindah ke (lantai) 4, dua hari di (lantai) 4, pindah ke (lantai) 5, balik lagi di (lantai) 4, baru di isolasi tetap lantai 8 kosong. Ya itu sebenernya karena penuh juga,” ujarnya.

Bahkan, setibanya Tutut di lantai isolasi sebenarnya, beberapa kali Tutut sempat diminta untuk berpindah ruangan.

“Jadi misalnya satu ruangan itu kapasitas dua orang. Tapi ada penambahan pasien. Ya sudah mau enggak mau harus dimasukin juga, jadi seruangan bertiga. Jadi misal aku yang perempuan dua orang, jadi harus dipindah karena ada laki-laki 3 orang yang harus masuk kamar,” lanjut dia.

Di lantai 8, Tutut sempat berpindah sampai dua kali. Ia sempat dipindah dari kamar berkapasitas 2 orang ke kamar berkapasitas 3.

Ketika akan dipindahkan untuk yang ketiga kalinya, agar Tutut bisa kembali menempati kamar kapasitas dua orang, Tutut menolak karena sudah terlalu lelah berpindah-pindah.

Terbiasa menyaksikan kematian

"Yang namanya lihat orang meninggal tuh sudah biasa, mau gimana lagi?” ujar Tutut.

Selama di rumah sakit, Tutut menyaksikan banyaknya kematian yang terjadi di depan matanya.

“Masih di UGD, waktu aku di lantai 1 lagi itu, ada 3 orang yang meninggal,” ujar Tutut.

Bukan hanya saat itu, Tutut harus menyaksikan hilangnya nyawa-nyawa pasien lain yang sedang berjuang melawan COVID-19 ketika berada di ruang isolasi.

“Waktu di lantai 4 juga, seberangku persis juga meninggal,” tambahnya.

Menyaksikan kepergian orang lain berkali-kali, membuat Tutut pasrah akan kondisinya ke depan.

“Dengan ngeliat orang meninggal tuh ya, aku cuma mikir ‘Ya, Allah kalau ini memang sudah waktuku diambil, mudahkanlah, lancarkanlah’ aku enggak mau nyusahin orang. Aku sudah pasrah aja,” tuturnya.

Bahkan, Tutut bahkan menyatakan sudah sempat pamit kepada anak-anaknya sesaat sebelum masuk ke rumah sakit.

Ia sudah pasrah jika tak sembuh dan meninggal dunia. Apalagi, ia memiliki riwayat penyakit jantung dan darah tinggi.

Ia sudah siap saat itu menjadi momen terakhir berkomunikasi dengan anak-anaknya karena protokol pemakaman Covid-19 yang melarang keluarga untuk memakamkan langsung.

Bersyukur, setelah melalui berbagai tantangan dari sebelum hingga ketika masuk dan dirawat di rumah sakit, Tutut dapat pulang ke rumah setelah lebih dari 20 hari menjalani pengobatan.

Tutut mengimbau agar orang-orang dapat lebih peduli dan sadar akan pandemi COVID-19 yang bahayanya sempat ia alami sendiri.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/07/12533451/cerita-penyintas-covid-19-terbiasa-menyaksikan-kematian-selama-hampir

Terkini Lainnya

Pria di Cengkareng Cabuli Anak 5 Tahun, Lecehkan Korban Sejak 2022

Pria di Cengkareng Cabuli Anak 5 Tahun, Lecehkan Korban Sejak 2022

Megapolitan
Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Diberi Uang Rp 300.000 untuk Gugurkan Kandungan oleh Kekasihnya

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Diberi Uang Rp 300.000 untuk Gugurkan Kandungan oleh Kekasihnya

Megapolitan
Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Sudah Berpacaran dengan Kekasihnya Selama 3 Tahun

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Sudah Berpacaran dengan Kekasihnya Selama 3 Tahun

Megapolitan
Sang Kekasih Bawa Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading ke Jakarta karena Malu

Sang Kekasih Bawa Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading ke Jakarta karena Malu

Megapolitan
Kasus Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading Belum Terungkap Jelas, Polisi: Minim Saksi

Kasus Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading Belum Terungkap Jelas, Polisi: Minim Saksi

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jabodetabek Hari Ini: Waspadai Hujan di Pagi Hari

Prakiraan Cuaca Jabodetabek Hari Ini: Waspadai Hujan di Pagi Hari

Megapolitan
Terbukti Konsumsi Ganja, Chandrika Chika Cs Terancam Empat Tahun Penjara

Terbukti Konsumsi Ganja, Chandrika Chika Cs Terancam Empat Tahun Penjara

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 24 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 24 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Selebgram Chandrika Chika Konsumsi Narkoba Satu Tahun Lebih

Selebgram Chandrika Chika Konsumsi Narkoba Satu Tahun Lebih

Megapolitan
Meski TikTokers Galihloss Minta Maaf Usai Video Penistaan Agama, Proses Hukum Tetap Berlanjut

Meski TikTokers Galihloss Minta Maaf Usai Video Penistaan Agama, Proses Hukum Tetap Berlanjut

Megapolitan
Alasan Chandrika Chika dkk Konsumsi Narkoba: Bukan Doping, untuk Pergaulan

Alasan Chandrika Chika dkk Konsumsi Narkoba: Bukan Doping, untuk Pergaulan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pilu Wanita yang Tenggelam di Kali Mookervart | Kasus Bocah Setir Mobil Pameran dan Tabrak Tembok Mal Berujung Damai

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pilu Wanita yang Tenggelam di Kali Mookervart | Kasus Bocah Setir Mobil Pameran dan Tabrak Tembok Mal Berujung Damai

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK99 Pulogadung-Lampiri

Rute Mikrotrans JAK99 Pulogadung-Lampiri

Megapolitan
Tak Hanya Chandrika Chika, Polisi juga Tangkap Atlet E-Sport Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkoba

Tak Hanya Chandrika Chika, Polisi juga Tangkap Atlet E-Sport Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Akibat Pipa Bocor, Warga BSD City Terpaksa Beli Air Isi Ulang

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD City Terpaksa Beli Air Isi Ulang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke