Adrianus menjelaskan, saat ini, bersepeda lebih dianggap sebagai gaya hidup dibandingkan hobi atau kebutuhan.
"Maka wajar bila muncul social cost atau biaya sosial. Kejadian-kejadian penjambretan itu adalah biaya sosial yang harus dipikul," tutur Arianus kepada Kompas.com, Minggu (1/11/2020).
"Setelah ada kejadian-kejadian tersebut yang lalu diberitakan, pasti para pegowes berubah dan lebih berhati-hati. Sebaliknya, kepolisian tidak perlu turut campur untuk mengurusi gaya hidup orang. Gaya hidup punya 'hukum' dan 'polisi' sendiri," kata Adrianus.
Adrianus menambahkan, modus para pelaku penjambretan adalah grab and run atau merampas kemudian lari yang membutuhkan kecepatan serta unsur dadakan.
Kedua unsur ini, dapat diperoleh dari situasi yang ramai, karena orang tidak akan mengira atau menduga akan ada penjambretan.
Sementara unsur kecepatan diperoleh dari penggunaan sepeda motor. Kendaraan ini dimanfaatkan oleh pelaku karena cepat dan dapat masuk ke jalan sempit atau gang-gang perumahan.
Tak hanya itu, penyebab lainnya, menurut Adrianus, adalah perilaku gaya hidup para pesepeda.
"Hal-hal tersebut menarik perhatian pelaku untuk beraksi," tutur Adrianus.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/02/13082221/marak-penjambretan-terhadap-pesepeda-kriminolog-itu-biaya-sosial-yang
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.