"Dalam kondisi ini menurut saya itu kecerobohan, karena bahas itu (RAPBD) ya di kantor DPRD, dibuat (oleh) eksekutif yang harus dipresentasikan di DPRD," ujar dia saat dihubungi melalui telepon, Rabu (4/11/2020).
Terlebih lagi, kata Agus, hotel yang dipilih bukan hotel yang berada di DKI Jakarta, melainkan di Hotel Grand Cempaka Resort, Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Dengan demikian, lanjut Agus, seolah-olah DPRD DKI Jakarta justru membahas RAPBD wilayah yang menjadi tempat mereka melakukan pembahasan, yaitu di Jawa Barat.
"Kan yang dibahas APBD DKI Jakarta, bukan Jabar kan," kata Agus.
Agus mengatakan, jika alasannya karena Covid-19, semestinya Gedung DPRD jauh lebih steril daripada hotel.
Pasalnya, lanjut Agus, hotel bisa saja dimasuki siapa pun, termasuk pengunjung yang tidak memiliki kepentingan dalam pembahasan RAPBD DKI Jakarta 2021.
"Kan tidak bisa sembarang orang masuk, kalau di luar kan bebas," tutur dia.
Belum lagi setiap kantor pemerintahan memang sudah disterilisasi sehingga alasan Covid-19 dinilai sebagai alasan yang mengada-ada.
"Alasannya enggak pas," kata dia.
Diketahui DPRD DKI Jakarta kembali menggelar rapat pembahasan KUA-PPAS di Hotel Grand Cempaka Resort, Puncak, Bogor.
Pembahasan tersebut dimulai hari ini dengan agenda penyampaian penjelasan eksekutif mengenai KUA-PPAS 2021 dan dilanjutkan dengan pembahasan di tingkat komisi pada 16-17 November mendatang.
Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI-P Gembong Warsono mengatakan, rapat tersebut digelar di Puncak, Bogor, demi ketenangan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI.
"Pertimbangannya adalah menjaga ketenangan dari anggota Banggar," ujar dia saat dihubungi melalui telepon, Rabu (4/11/2020).
Dia mengemukakan, ketenangan yang dimaksud karena Jakarta merupakan klaster penularan Covid-19 yang masih tinggi.
"Jadi supaya fokus, kami selenggarakan pembahasannya di sana," ujar dia.
Dia menambahkan, pembahasan KUA-PPAS 2021 sulit dilakukan jika melalui Zoom. Jika diselenggarakan secara tatap muka di Gedung DPRD DKI Jakarta, masih tidak memungkinkan karena tempat yang sempit.
"Pertimbangannya itu, makanya Bamus (Badan Musyawarah) memutuskan menyelenggarakan di sana (Puncak)," kata dia.
Adapun saat ini DPRD DKI Jakarta bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah membahas Rancangan APBD DKI Jakarta 2021. Pembahasan ini sudah molor dari jadwal.
Adapun agenda kegiatan yang seharusnya tercantum dalam situs DPRD DKI Jakarta juga tidak selalu dicantumkan, seperti yang terjadi hari ini.
Rapat anggaran di Puncak pun tidak disiarkan melalui live streaming. Hal ini membuat akses informasi menjadi serba terbatas.
Padahal, soal transparansi proses penganggaran di DPRD DKI tersebut penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan anggaraan.
Akhir tahun lalu, contohnya, proses penganggaran RAPBD DKI Jakarta 2020 menjadi heboh gara-gara alokasi anggaran lem Aibon sebesar Rp 82 miliar dalam pos anggaran Dinas Pendidikan.
Jumlah itu dinilai tidak realistis, apalagi dituliskan untuk dialokasikan kepada 37.500 siswa. Satu bulan, satu siswa mendapat jatah dua lem Aibon.
Temuan itu pertama kali diungkap oleh anggota dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana. Setelah itu, PSI dan sejumlah fraksi lain mulai membuka anggaran-anggaran fantastis lain dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/04/15014171/dprd-dki-gelar-rapat-anggaran-di-puncak-pengamat-bahas-apbd-jabar