JAKARTA, KOMPAS.com - Begal pesepeda yang marak terjadi di Ibu Kota belakangan ini dinilai terjadi karena perubahan perilaku masyarakat sendiri.
Sejak pandemi Covid-19, banyak warga yang memilih bersepeda untuk meningkatkan imun tubuh atau menghindari berdesak-desakan di transportasi umum.
Akibatnya, para pelaku kriminal yang biasa mengincar pengendara sepeda motor kini mulai mengincar pesepeda.
"Ini fenomena. Pelaku-pelaku ini adalah pemain begal (pengendara) sepeda motor, rata-rata korbannya adalah sepeda motor. Fenomena sekarang ini Covid-19 ini orang banyak yang bersepeda sehingga sasaran berubah menjadi pesepeda," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Mapolres Metro Jakarta Pusat, Rabu (11/11/2020).
Yusri juga menilai, perilaku pesepeda yang mencolok dengan memperlihatkan barang berharga membuat mereka menjadi incaran begal.
"Karena ada yang selfie sambil bersepeda, dan lain-lain," katanya.
Lalu, begal juga kini lebih suka mengincar pesepeda karena kemungkinan tertangkap yang lebih kecil.
"Begal kabur, pesepeda enggak akan bisa ngejar," kata Yusri.
Menurut Yusri, para pelaku begal pesepeda ini berkelompok. Ada yang bertugas mengintai, ada juga yang melakukan eksekusi.
Bermodal senjata tajam, mereka memepet dan mengancam korban untuk menyerahkan barang berharga, mulai dari ponsel dan uang tunai.
Sejauh ini, setidaknya sudah ada 14 laporan yang masuk ke polisi terkait begal pesepeda di Jakarta.
Dari jumlah tersebut, Yusri mengklaim sepuluh kasus di antaranya sudah diungkap.
Namun, Yusri meyakini masih banyak begal pesepeda yang masih berkeliaran, masih banyak juga korban begal pesepeda yang tak melapor ke polisi.
Imbauan untuk pesepeda
Melihat maraknya begal pesepeda, Yusri mengimbau masyarakat yang pernah menjadi korban begal untuk melapor.
Dengan adanya laporan masyarakat, polisi akan lebih mudah dalam mengidentifikasi dan mencari pelaku.
"Jadi kami harapkan korban yang merasa pernah dibegal silakan datang ke Polda Metro Jaya untuk melapor," kata Yusri.
Selain itu, polisi juga mengimbau pesepeda untuk tidak gowes sendirian.
Menurut dia, sebelum pandemi Covid-19, para pesepeda yang gowes secara berkelompok tidak pernah menjadi sasaran kejahatan.
Namun, sejak pandemi, banyak pesepeda yang gowes sendirian saat berangkat ke tempat kerja atau pun pulang ke rumah. Hal itulah yang membuat pesepeda menjadi incaran.
"Jadi sebisa mungkin bersepedalah secara berkelompok, minimal 3-4 orang," ujarnya.
Pesepeda juga diminta menghindari wilayah dan jam-jam rawan.
Yusri mencontohkan, jalur yang rawan begal, misalnya sepanjang Blok M sampai Stasiun Kota. Adapun jam rawan adalah pukul 06.00-10.00 WIB.
Ia memastikan polisi juga sudah menambah personel untuk patroli di area dan jam rawan. Namun, kewaspadaan masyarakat juga menjadi kunci untuk menghindari kejahatan.
Terakhir, polisi mengimbau pesepeda jangan memperlihatkan barang berharga saat bersepeda, apalagi sampai foto-foto dan selfie.
Yusri meminta pesepeda menyimpan barang berharga di tempat yang aman dan sulit dijangkau oleh pelaku begal.
"Jangan sampai kita justru memberi begal kesempatan. Mereka boleh punya niat keluar rumah mau membegal, tapi kalau kesempatan itu tidak ada, kejahatan tidak akan terjadi," ujarnya.
Gaya hidup sebabkan maraknya begal pesepeda
Kriminolog Adrianus Meliala mengatakan, maraknya aksi penjambretan yang menyasar pesepeda di Ibu Kota terjadi lantaran munculnya biaya sosial atau social cost dari gaya hidup bersepeda.
Adrianus menjelaskan, saat ini, bersepeda lebih dianggap sebagai gaya hidup dibandingkan hobi atau kebutuhan.
"Maka wajar bila muncul social cost atau biaya sosial. Kejadian-kejadian penjambretan itu adalah biaya sosial yang harus dipikul," tutur Adrianus.
Adrianus menambahkan, modus para pelaku penjambretan adalah grab and run atau merampas kemudian lari yang membutuhkan kecepatan serta unsur dadakan.
Unsur kecepatan diperoleh dari penggunaan sepeda motor. Kendaraan ini dimanfaatkan oleh pelaku karena cepat dan dapat masuk ke jalan sempit atau gang-gang perumahan.
Sementara unsur dadakan dapat diperoleh dari situasi yang ramai, karena orang tidak akan mengira atau menduga akan ada aksi kejahatan.
Adrianus pun berharap, dengan maraknya pembegalan terhadap pesepeda ini, para pesepeda bisa menerapkan gaya hidup yang tak mencolok.
"Setelah ada kejadian-kejadian tersebut yang lalu diberitakan, pasti para pegowes berubah dan lebih berhati-hati," katanya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/12/11552381/hati-hati-selfie-saat-gowes-bisa-jadi-incaran-begal