Bising suara knalpot serta aspal panas jalan di selatan Jakarta menjadi kesehariannya.
Dengan kostum badut poni, Warkuatno berjuang untuk menafkahi istri dan anak tercinta.
Sore itu, Warkuatno berjalan bersama anak perempuan kesayangannya bernama Bunga (9). Tangan Warkuatno menggenggam erat tangan Bunga.
Dari kejauhan, Warkuatno juga tampak memegang ember kecil.
“Dia (Bunga) minta ikut. Pokoknya mau ikut. Sampai nangis. Kalau dilarang ngamuk dia. Dia nangis kenceng. Saya malu sama tetangga kalau dilihat nangis,” ujar Warkuatno saat berhenti sejenak di pinggir jalan.
Bunga tak ingin jauh dari ayahnya. Saat beristirahat, Bunga terus memeluk ayahnya. Soal jalan kaki, Bunga tak banyak bicara dan bercerita.
Warkuatno tinggal di daerah Pasar Minggu. Rute perjalanan Warkuatno dengan kostum badut dimulai dari Pasar Minggu - Ampera - Jeruk Purut - Pasar Cipete Selatan - Cipete Raya - Fatmawati - Blok A - Polres Metro Jakarta Selatan - Blok - A - Pasar Minggu.
Rute puluhan kilometer tersebut ditempuh dengan berjalan kaki.
Perjalanan Warkuatno dimulai setiap hari pada siang hari. Pekerjaan menjadi badut sudah Warkuatno lakoni selama dua bulan terakhir.
Kini, dari kostum badut berwarna pink itulah Warkuatno mendapatkan rezeki untuk menghidupi keluarganya.
"Kerja saya mah apa aja yang penting halal. Apa pun saya jalanin demi anak. Saya yang penting enggak minta-minta. Yang penting seikhlasnya,” ujar Warkuatno.
Sopir Metromini, pengamen keliling, badut
Warkuatno tak bisa banyak berbuat saat kehilangan pekerjaan. Pandemi Covid-19 benar-benar memukulnya.
Warkuatno harus memutar otak demi bisa bertahan hidup.
Awalnya, Warkuatno adalah sopir Metromini 75 jurusan Blok M - Pasar Minggu. Namun, eksistensi Metromini pudar lantaran terbentur regulasi pemerintah daerah.
Warkuatno pun menganggur.
Ia tak mau berdiam diri terlalu lama tak bekerja. Menjadi pengamen keliling Warkuatno coba sejak bulan Maret lalu.
Dengan bermodalkan speaker portabel berteknologi bluetooth, Warkuatno mengamen.
“Ternyata yang ngamen sudah banyak, saya pilih jadi badut aja,” ujar laki-laki asal Tegal yang telah merantau ke Jakarta sejak umur 29 tahun.
Sejak bulan Agustus, Warkuatno memutuskan untuk menjadi badut. Bermodalkan Rp 1,7 juta hasil pinjaman, Warkuatno membeli kostum badut.
Setiap bulan Warkuatno membayar utangnya.
Pekerjaannya sebagai badut keliling dijalani dengan penuh tekad. Kaki pincang gara-gara berjalan kaki berpuluh-puluh kilometer sudah jadi teman sehari-hari.
Meski demikian, gerah akibat memakai kostum badut sambil berjalan tak dirasakan.
“Kostum badut selalu dipakai enggak pernah dilepas. Kalau kena mobil sih enggak terlalu gerah dan enggak terlalu berat juga kostumnya,” tambah ayah dari tiga anak itu.
Dalam bekerja sebagai badut keliling, Warkuatno mengaku memegang beberapa prinsip. Warkuatno tak berada di lampu merah, meminta uang, dan tidak mabuk.
Menjadi badut adalah titik balik buat Warkuatno. Kebiasaan mabuk ditinggalkan sejak setahun yang lalu.
Pekerjaan badut membuatnya tak banyak nongkrong.
“Saya takut terjerumus minum alkohol kalau di dunia angkutan umum. Saya sudah stop mabuk setahun yang lalu. Kalau badut kan enggak ada nongkrong, pulang ya pulang,” kata Warkuatno.
Pekerjaan badut akan Warkuatno teruskan meskipun lelah. Ia harus memenuhi kebutuhan rumah tangga, membayar kontrakan, dan membiayai sekolah anaknya.
“Saya sakit kayak apa aja, saya jalan aja dah. Abis mau kerja apa lagi. Saya enggak ada kerjaan lagi,” kata Warkuatno.
Warkuatno berencana terus menjadi badut keliling sampai Covid-19 berakhir. Ia tak terlalu memusingkan risiko penularan Covid-19. Pasrah adalah kunci bagi Warkuatno.
“Saya wallahualam kalau masalah penyakit. Hanya Allah yang tahu,” tambah Warkuatno.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/13/07211671/kisah-warkuatno-jadi-badut-keliling-demi-hidup-keluarga-di-tengah-pandemi