Acara ini juga terus rutin menyita perhatian publik karena selalu melibatkan massa dalam jumlah yang sangat besar.
Apa sebenarnya reuni 212 itu dan kenapa selalu menjadi perbincangan hangat?
Awal Mula Aksi 212
Aksi yang digelar oleh ribuan massa di halaman Monumen Nasional, Jakarta, pada Jumat 2 Desember 2016 ini bertujuan untuk "menyingkirkan" calon gubernur petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang kerap disapa Ahok, dari peta politik ibukota.
Pasalnya, Ahok dinilai telah menodai agama Islam saat melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Ahok, dalam pidatonya, mengungkapkan bahwa ada sejumlah oknum yang memprovokasi masyarakat untuk tidak mendukungnya dengan dalih Surat Al-Maidah ayat 51 yang berbunyi, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin yang bagi sebagian mereka yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.
Berikut kutipan pidato Ahok tersebut, "Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak pilih saya karena dibohongi (orang) pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa nggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, oh nggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu".
Rekaman pidato dari pria kelahiran Belitung ini pun berdedar luas dengan cepat di sosial media, yang berbuntut dilaporkannya Ahok ke pihak berwajib dengan tuduhan penistaan agama.
Ribuan massa yang dikoordinir oleh sejumlah ormas Islam itu kemudian menginisiasi aksi demo pada 2 Desember 2016.
Mereka datang tidak hanya dari ibukota Jakarta, namun juga daerah lain di Indonesia seperti Aceh, Palembang dan Makassar. Kekuatan yang besar ini bersatu untuk menuntut dipenjarakannya Ahok.
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun turut bergabung dan melaksanakan salat Jumat bersama peserta aksi yang lain.
Berhasil penjarakan Ahok
Di tengah aksi masif untuk mendesak pemidanaan atas ucapan Ahok, polisi terus melakukan penyelidikan. Hingga akhirnya tuntutan massa terpenuhi karena polisi kemudian menetapkan Ahok sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama.
Dalam proses persidangan, majelis hakim juga beranggapan Ahok bersalah. Pria yang kini menjadi Komisaris di Pertamina itu akhirnya dijatuhi vonis 2 tahun penjara pada bulan Mei 2017.
Hukuman ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa yaitu satu tahun penjara degan masa percobaan dua tahun penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan Ahok bersalah berdasarkan Pasal 156a KUHP, meski mendapatkan kritik yang tajam dari berbagai lembaga internasional.
Lembaga pegiat hak asasi manusia Amnesty International, misalnya, berpendapat bahwa penahanan terhadap Ahok ini akan menodai reputasi Indonesia yang dikenal sebagai negara toleran.
Faktanya, ratusan massa "pembela Islam" secara konsisten mendatangi PN Jakarta Utara setiap persidangan Ahok digelar untuk berunjuk rasa menuntut dipenjarakannya pria tersebut.
Belakangan, alumnus aksi 212 yang terdiri dari anggota FPI, Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPFU), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 meminta pemerintah untuk menindak tegas berbagai aktivitas pada Pilkada Seretak 2020 yang menimbulkan kerumunan.
Jika hal itu dilakukan, ketiga organisasi tersebut sepakat tidak akan menggelar reuni 212 yang juga berpotensi menimbulkan kerumunan pada masa pandemi Covid-19.
Untuk diketahui, sejumlah peserta aksi 212 secara rutin mengadakan reuni setiap tahunnya untuk memperingati peristiwa besar di tahun 2016, di mana kerumunan massa dengan pakaian serba putih tumpah ruah memadati jalan protokol ibukota.
Acara ini selalu bermuara di lingkaran Monumen Nasional.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/12/02/17531761/mengenal-reuni-212-dari-aksi-melawan-ahok-hingga-kriitik-pemerintah