Salin Artikel

Kaleidoskop 2020: Krisis Masker di Awal Pandemi Covid-19 hingga Aksi Panic Buying

Protokol kesehatan, salah satunya memakai masker digembar-gemborkan untuk mencegah penularan Covid-19.

Dari sosialisasi hingga pemberian sanksi dilakukan untuk mendisplinkan masyarakat untuk memakai masker.

Namun, pada awal perkembangan Covid-19, masker bukan sesuatu yang wajib dipakai. Masker hanya wajib dipakai oleh orang-orang yang sakit.

Di sisi lain, harga masker sempat mengalami pelonjakan harga. Masker diburu oleh masyarakat hingga pemerintah kalang kabut dan polisi bekerja ekstra keras untuk menangkap para penimbun masker.

Pemerintah Ikuti WHO

Penegasan masker untuk orang sakit dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto pada awal Maret.

Terawan pada saat itu mengatakan, penggunaan masker hanya diperuntukkan bagi orang yang sakit.

Terawan menyebutkan, mereka yang sehat tidak perlu menggunakan masker.

"Yang sakit pakai masker, yang sehat tidak perlu pakai masker," kata Terawan saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (3/3/2020) malam.

Ketentuan penggunaan masker pemerintah lakukan sesuai dengan standar World Health Organization (WHO).

WHO menegaskan bahwa mereka yang sehat tak perlu masker, kecuali melakukan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan medis.

"Kecuali dia melakukan tindakan-tindakan di rumah sakit dan sebagainya sehingga dia memerlukan alat masker karena untuk menjaga sterilitas," kata Terawan. 

Bagi pemerintah saat itu, hal yang paling utama untuk menghindarkan diri dari serangan corona adalah imunitas tubuh.

Untuk menjaga imun tubuh, Terawan mengingatkan masyarakat untuk makan cukup, melakukan gerakan hidup sehat, dan juga menyehatkan pikiran.

"Itu merupakan langkah yang paling baik. Tidak ada di dunia ini yang lebih hebat, lebih bagus kecuali imunitas tubuh kita sendiri," kata Terawan.

Pada akhirnya, WHO mengeluarkan rekomendasi terbaru terkait penggunaan masker. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto pada saat itu meminta seluruh masyarakat untuk menggunakan masker per Minggu (5/4/2020).

Pada saat itu, Yuri menjelaskan, masyarakat umum dapat menggunakan berbahan dasar kain. Sementara itu, tenaga kesehatan wajib mengenakan masker bedah atau masker N95.

Langka di Pasaran

Pada pertengahan Februari, harga masker melonjak. Di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, harga masker N95 saat itu menyentuh Rp 1,6 juta per boks yang berisi 20 buah.

Padahal, harga normalnya hanya berkisar Rp 195.000 per boks. Selain itu, harga masker biasa pun juga tidak kalah melonjak.

Kini, harga masker biasa mencapai Rp 170.000 hingga Rp 350.000 per boksnya yang berisi 50 buah.

Harga normalnya padahal hanya sekitar Rp 15.000 hingga Rp 25.000 per boks. Melonjaknya harga masker di Indonesia menjadi sorotan beberapa media internasional.

Isu masker kemudian menjadi perhatian pemerintah, lembaga non pemerintah, polisi, dan masyarakat.

Polisi misalnya melakukan sidak penjualan masker ke pasar-pasar untuk merespon kelangkaan masker akibat mewabahnya virus corona atau Covid-19.

Saat itu, Polda Metro Jaya Pasar mendatangi Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur, Rabu (4/3/2020). Sidak dipimpin Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Iwan Kurniawan, dan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Herry Heryawan.

Iwan mengingatkan para pedagang untuk tidak menaikkan harga penjualan karena bisa dijerat tindak pidana.

"Distributor dan pedagang jangan memanfaatkan hal ini untuk keuntungan pribadi. Kita akan tindak tegas," kata Iwan kepada para pedagang pada saat sidak.

Sementara itu, pedagang mengaku hanya menjual masker sesuai harga yang dipatok para distributor.

Pembelian masker juga sempat dibatasi. Pada saat langkanya masker, setiap orang hanya diperbolehkan membeli maksimal 5 boks masker. Hal ini guna mengantisipasi penimbunan masker yang menyebabkan kelangkaan barang di pasaran.

Gerebek Para Penimbun Masker

Di tengah langkanya masker, polisi melakukan penindakan terhadap penimbunan masker. Penggerebekan pertama dilakukan di daerah Tanjung Duren, Jakarta Barat pada Selasa (3/3/2020).

Polisi menyita 358 boks saat mengamankan seorang mahasiswi berinisial TVH (19) di sebuah kamar apartemen.

Rincian barang bukti yang disita adalah 120 kotak masker merek Sensi, 152 kotak masker merek Mitra, 71 kotak masker merek Prasti, dan 15 kotak masker merek Facemask.

Yusri mengatakan, TVH menjual masker tersebut melalui media sosial, Instagram dan layanan pesan singkat WhatsApp. Satu boks masker dijual seharga Rp 300.000-Rp 350.000.

Kepada polisi, tersangka mengaku hanya mengambil keuntungan sebesar Rp 10.000 setiap penjualan satu boks masker.

"Cuma ambil keuntungan Rp 10.000 karena dia modal beli Rp 300.000 (per boks), jual Rp 310.000 (per boks). Dia jual melalui media sosial, bekerja sebulan ini," ujar Yusri, Rabu (4/3/2020).

Polisi juga menggerebek gudang penyimpanan masker di daerah Tangerang yang diduga menjadi lokasi penimbunan masker. Berdasarkan pemeriksaan sementara, masker yang disita sebagai barang bukti itu tak memiliki izin edar dari Kementerian Kesehatan RI.

"Sebenarnya barang ini setelah dicek tidak ada izin edar, memang akan rencana dikirim ke luar negeri barang-barang ini," kata Yusri.

Saat penggerebekan di Tangerang, polisi menyita barang bukti hampir 600.000 masker berbagai merek dengan rincian 180 karton berisi 360.000 masker merek Remedi dan 107 karton berisi 214.000 masker merek Volca dan Well-best.

Kini, masker baik medis maupun non medis relatif mudah didapatkan. Harga juga telah relatif stabil.

Penegakan Protokol Kesehatan

Hingga kini, masker menjadi salah satu sasaran penindakan pelanggaran protokol kesehatan. Satpol PP DKI Jakarta terus melakukan razia-razia protokol kesehatan di berbagai tempat keramaian.

Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta no 101/2020, setiap pelanggar protokol kesehatan seperti tak memakai masker akan dikenakan sanksi administrasi dan sanksi sosial.

Adapun sanksi administrasi sebesar Rp250.000, sedangkan sanksi sosial berupa menyapu jalan selama satu jam.

Di tengah melonjaknya pandemi Covid-19 di DKI Jakarta, banyak masyarakat yang belum mematuhi protokol kesehatan terutama memakai masker.

Data Satpol PP DKI Jakarta hingga 10 Desember 2020, ada total 72.796 kasus pelanggaran protokol kesehatan yakni tak memakai masker.

Jumlah tersebut merupakan hasil operasi penegakan protokol kesehatan dari Satpol PP. Tentunya, jumlah pelanggaran itu di luar operasi penegakan Satpol PP.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/12/23/19180671/kaleidoskop-2020-krisis-masker-di-awal-pandemi-covid-19-hingga-aksi-panic

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke