JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berwacana untuk kembali menarik rem darurat seiring melonjaknya kasus Covid-19 sebulan terakhir.
Dalam 10 hari terakhir, angka kasus harian Covid-19 di DKI Jakarta mengalami enam kali pemecahan rekor selama pandemi di Indonesia.
Bahkan, dua hari beruntun pada 25-26 Desember 2020, kasus Covid-19 tembus di angka 2.000 kasus harian.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria membeberkan soal kemungkinan kebijakan rem darurat ditarik kembali apabila kasus Covid-19 di DKI Jakarta terus mengalami peningkatan.
Ariza menjelaskan, keputusan untuk memberlakukan rem darurat atau tidak akan dilihat setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi 3 Januari 2021 selesai.
"Kita akan lihat nanti dalam beberapa hari ke depan, setelah tanggal 3 (Januari 2021) nanti apakah dimungkinkan, nanti Pak Gubernur (Anies Baswedan) akan meminta kepada jajaran apakah dimungkinkan ada emergency break (rem darurat)," ucap Ariza dalam keterangan suara, Senin (28/12/2020).
Wacana tersebut lantas mendapat tanggapan dari Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang.
Sarman mengaku cemas atas kemungkinan kebijakan rem darurat yang diwacanakan Pemprov DKI Jakarta. Menurutnya, itu bisa membuat pengusaha frustrasi.
"Karena sudah 10 bulan dunia usaha tertekan dan terpuruk, nyaris frustrasi," ucap Sarman dalam pesan teks, Senin (28/12/2020).
Ada beberapa hal yang Sarman cemaskan sehingga meminta Pemprov DKI Jakarta mempertimbangkan kebijakan rem darurat agar tidak membebani pelaku usaha.
Ruang dunia usaha terbatas
Hal pertama yang Sarman khawatirkan adalah dunia usaha kembali lesu.
Dia menilai, penerapan kebijakan tersebut akan membuat ruang aktivitas ekonomi semakin terbatas dan stagnan.
Sebab, karena kebijakan rem darurat tersebut, penerapan pembatasan jam operasional dan pembatasan ruang gerak masyarakat akan terjadi lagi.
Sehingga, para pelaku usaha secara psikologis merasa pesimis untuk melanjutkan usaha mereka di masa PSBB total.
"Dan secara psikologis akan menurunkan rasa optimisme di kalangan pelaku usaha," ucap Sarman.
UMKM tumbang, PHK meningkat
Bila pelaku usaha mulai pesimis, dampak berikutnya yang Sarman cemaskan adalah peningkatan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sarman mencemaskan bahwa kebijakan menarik rem darurat dan memperketat kembali pembatasan sosial berskala besar juga akan merontokkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang baru saja mencoba bangkit di tengah pandemi Covid-19.
"Jika kebijakan (rem darurat) ini kembali diberlakukan berpotensi akan menaikkan terjadinya angka PHK dan semakin banyaknya UMKM akan tumbang atau tutup," ucap Sarman.
Sarman melanjutkan, apabila terjadi lonjakan PHK dan UMKM tutup, hal tersebut juga akan menambah beban sosial pemerintah, khususnya Pemprov DKI.
Pengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional
Tidak hanya itu, rem darurat juga akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta maupun nasional.
Sebab, Jakarta menyumbang 17 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional.
"Pertumbuhan ekonomi Jakarta kuartal IV-2020 juga berpotensi akan tetap minus," ucap Sarman.
Sarman mengatakan, saat ini pengusaha berharap Pemprov DKI Jakarta mempertimbangkan secara cermat dan matang sebelum memutuskan menarik rem darurat.
Pertimbangan secara khusus untuk bidang ekonomi dan dunia usaha, mengingat kondisi perekonomian di Jakarta yang saat ini masih minus.
"Ini memang kondisi dilematis bagi Pemprov DKI Jakarta, pilihan yang sulit, tapi harus diputuskan," tutur Sarman.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/12/29/12495901/jeritan-pengusaha-jika-pemprov-dki-kembali-tarik-rem-darurat