Acep (20), pedagang gorengan di Jalan Taman Margasatwa Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, misalnya.
Ia mengeluhkan omzet hariannya turun sejak tahu dan tempe menghilang dari pasaran.
“Sekarang enggak jual tahu tempe goreng, berkurang agak banyak omzetnya,” ujar Acep saat ditemui di lapaknya, Minggu (3/1/2021) siang.
Ia pun mengeluhkan jika harus tetap menjual tahu dan tempe goreng di saat harga bakal melonjak.
Acep harus menyiapkan modal yang besar jika harus menjual tahu dan tempe goreng.
“Ya pedagang kan jualan, buat makan aja susah ya, apalagi dari bahan tahu tempe mulai naik. Harga sayuran juga naik. Buat modal juga gede,” kata Acep.
Ia berharap, harga tahu dan tempe tidak naik pasca harga kacang kedelai yang naik.
Dengan begitu, Acep bisa menjual gorengan dengan harga yang normal.
Menurutnya, banyak pembeli yang menanyakan tahu dan tempe goreng beberapa hari ke belakang.
Ia hanya bisa menjelaskan kepada konsumennya jika sementara tak menjual tahu dan tempe goreng.
“Banyak pembeli yang nyari gorengan tempe dan tahu. Saya cuma bilang lagi libur ga jualan tahu tempe. Lagi pada demo yang jual tempe dan tahu,” ujar Acep.
Menurutnya, tahu dan tempe goreng adalah salah satu yang diminati pembeli.
Sebelumnya, Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta memastikan para perajin tahu- tempe telah melakukan mogok produksi sejak malam tahun baru atau 1-3 Januari 2021.
Hal tersebut sebagai respons perajin terhadapnya melonjaknya harga kedelai sebagai bahan baku tempe-tahu, dari Rp 7.200 per kilogram menjadi Rp 9.200 per kilogram.
"Perajin tempe-tahu alhamdulillah kompak untuk kebersamaan dan waktu mogok kompak selama 3 hari," ujar Sekretaris Puskopti DKI Jakarta Handoko Mulyo kepada Kompas.com, Minggu (3/1/2021).
Menurutnya, Puskopti DKI Jakarta telah mengajukan tiga tuntutan para perajin tahu-tempe kepada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/03/15043471/tahu-dan-tempe-menghilang-pedagang-gorengan-keluhkan-omzet-berkurang