Salin Artikel

Ciliwung Cerminan Kemunduran Peradaban Ibu Kota?

JAKARTA, KOMPAS.com - Sampah dan Ciliwung seolah menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjalanan Ibu Kota Jakarta di era modern.

Tumpukan sampah di sepanjang sungai tersebut bersumber dari masyarakat yang tidak peduli dan pemerintah yang tidak mumpuni.

Apakah aliran Sungai Ciliwung sudah sedari dulu tercemar? Atau ini adalah potret kemunduran peradaban di jantung Indonesia?

Menelisik keadaan Ciliwung di masa lalu

Berdasarkan arsip harian Kompas, diketahui bahwa berabad silam alur Sungai Ciliwung merupakan urat nadi sekaligus pintu gerbang utama menuju pusat Kerajaan Pakuan Pajajaran di sekitar Bogor, Jawa Barat.

Kejayaan kerajaan Hindu ternama di Pulau Jawa itu tidak terlepas dari kelancaran aliran Sungai Ciliwung yang menghubungkan pusat kerajaan dengan pelabuhan dagang Sunda Kelapa.

Para pedagang datang dan pergi dari pusat kerajaan yang disebut oleh pengelana Portugis, Tome Pires, sebagai "dayo" yang kemungkinan besar berarti "kampung".

Sejarawan Adolf Heuken, dalam Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, mengungkapkan bahwa keberadaan Kota Pakuan Pajajaran di sekitar Bogor tertulis dalam prasasti Batutulis (1333 Masehi).

Diketahui bahwa untuk mencapai Sunda Kelapa dari pusat kerajaan, maupun sebaliknya, orang harus menyusur Ciliwung dan jalan Muaraberes.

Dalam perjanjian Sunda-Portugis yang dilakukan sekitar tahun 1512-1521 juga terlihat peran penting Ciliwung bagi Kerajaan Pakuan.

Di sana tertulis Portugis berjanji untuk membangun benteng di ujung Ciliwung demi melindungi Kerajaan Pakuan dari ekspansi Demak-Cirebon.

Tak sampai di situ, pengelana Belanda Jacob Cornelisz van Neck mendapati sebagian besar penduduk di sekitar Sunda Kelapa, yang kelak disebut Jakarta, mengonsumsi ikan yang diperoleh dari Sungai Ciliwung.

Jacob merupakan kapten armada Belanda kedua yang mencapai Nusantara pada tahun 1598.

Pada sekitar tahun 1730, kawasan muara Ciliwung di bawah jajahan Hindia Belanda berkembang pesat menjadi Kota Batavia yang dijuluki sebagai Ratu dari Timur (Queen of the East).

Meski Belanda piawai dalam sistem pengairan dan membangun beragam kanal di Batavia, kerusakan lingkungan mulai terjadi.

Salah urus pengelolaan lingkungan terjadi akibat perambahan daerah aliran Sungai Ciliwung untuk pengembangan industri gula dan mengakibatkan wabah malaria sekitar tahun 1790.

Akibatnya, kawasan Kota Tua di sekitar Museum Fatahillah sekarang ini ditinggalkan penduduk. Mereka, terutama orang Belanda dan Eropa, hijrah ke daerah selatan Jakarta di sekitar Weltevreden (belakang Istana Merdeka hingga Stasiun Gambir).

Di awal abad ke 18, banjir tahunan mulai muncul di aliran Sungai Ciliwung dan menyelimuti Batavia.

Hingga pertengahan abad silam, tahun 1940-an, wartawan Alwi Shahab dalam Robin Hood dari Betawi menuliskan bahwa aliran sungai masih jernih. Ciliwung pun digunakan sebagai tempat mandi, mencuci, dan mengambil air wudu.

Itulah masa-masa keemasan Ciliwung dari masa Kerajaan Pakuan Pajajaran hingga runtuhnya kolonialisme Belanda.

Memasuki era modern, polusi di aliran sungai tersebut semakin tak terkendali. Banyak permukiman kumuh bermunculan di bantaran sungai. Sampah pun bertebaran di sekitarnya.

Kemunduran ini berbanding terbalik dengan transformasi sungai-sungai yang mengalir di Ibu Kota negara Asia lain, seperti Korea Selatan dengan Sungai Han dan Thailand dengan Sungai Chao Phraya.

Potret-potret kedua sungai tersebut di masa lalu memperlihatkan deretan rumah panggung yang reot dan kumuh. Seiring berjalannya waktu, perbaikan dilakukan sehingga sungai menjadi bersih dan bahkan menjadi daya tarik wisata. 

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/07/11342931/ciliwung-cerminan-kemunduran-peradaban-ibu-kota

Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke