Juru bicara Satgas Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana, mengungkapkan bahwa pihaknya pernah diminta untuk menggunakan dua data, yakni data untuk publikasi dan data real-time.
Padahal, data kasus Covid-19 real-time yang dilaporkan Depok lebih besar sekitar 20-30 persen.
"Pada saat yang lalu kami, kabupaten/kota, diajak ataupun diminta mengikuti data rilis yang sama dengan pemerintah pusat untuk kepentingan publikasi, diarahkan untuk menggunakan dua data, data published (publikasi) dan data real-time, tetapi Kota Depok tidak bisa memenuhi itu," kata Dadang, Kamis (7/1/2020).
"Kota Depok tetap paradigmanya menggunakan data real-time. Yang Kota Depok publish adalah data real-time karena ini menyangkut keselamatan manusia," ujarnya.
Pada Selasa lalu, misalnya, Depok telah mencatat total 18.514 kasus Covid-19, sebanyak 14.450 pasien sembuh, dan 441 pasien meninggal.
Sementara itu, data Kemenkes hanya mencatat total 13.446 kasus Covid-19 di Depok, 10.679 sembuh, dan 204 meninggal.
Itu berarti, selain selisih 5.068 kasus positif Covid-19 (27 persen), ada selisih 3.771 pasien sembuh ( 26 persen). Selisih terbesar terjadi pada kasus kematian di Depok yang hanya tercatat 240 kasus (selisih 54 persen) di Kementerian Kesehatan.
"Data yang digunakan, salah satunya untuk menghitung zona resiko daerah oleh Satgas Pusat, mengambil data dari Pusdatin Kementerian Kesehatan. Untuk kabupaten dan kota di Jawa Barat fasilitas untuk data itu memang dikendalikan oleh Pikobar Jawa Barat," ujar Dadang.
Dualisme data itu dikhawatirkan bakal bermuara pada koordinasi penanganan pandemi yang pelik antara pusat dan daerah.
Dadang meminta agar Pikobar Jawa Barat segera memberi akses rekonsiliasi data sesuai kasus Covid-19 terkini yang dicatat Depok.
Sebab selisih data itu sudah terdeteksi sejak Oktober 2020 dan upaya rekonsiliasi data yang dilakukan oleh Depok dan Kementerian Kesehatan tak kunjung berhasil.
"Kami mohon kepada provinsi dalam hal ini Pikobar untuk memberikan akses. Kalau ini didiamkan secara terus-menerus, gap (selisih) data akan makin tinggi," ujar Dadang.
"Kami hanya meminta provinsi terutama Pikobar memberikan akses kepada pusat. Mari kita gunakan data real-time sesuai kasus yang terjadi di daerah," tambahnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/07/13115951/data-covid-19-beda-jauh-dengan-kemenkes-depok-berpegang-pada-data-real