JAKARTA, TANGERANG, KOMPAS.com - Tingginya angka positif Covid-19 di DKI Jakarta dan sekitarnya pascalibur Natal dan Tahun Baru mendapat beragam tanggapan.
Terhitung sejak 6 Januari 2021, angka kasus positif harian Covid-19 di DKI Jakarta selalu lebih dari 2.000 kasus.
Bahkan, pada 8 Januari 2021, ada penambahan 2.959 kasus, angka tertinggi sejak awal pandemi.
Penambahan kasus baru secara masif ini mendapat komentar dari penyintas Covid-19.
Pria berinisial CB (27), misalnya. Warga Cikupa, Tangerang yang bekerja di wilayah DKI menilai, sulit bagi sejumlah masyarakat untuk memahami pentingnya menerapkan protokol kesehatan (prokes) bila belum pernah merasakan.
"Katakan saya jahat, tapi banyak orang Indonesia tidak akan pernah sadar kalau mereka tidak pernah merasakan sendiri. Jadi, saya apatis dengan mereka yang bandel terhadap prokes. Selama mereka tidak bersinggungan dengan keluarga yang saya cintai," ucap CB kepada Kompas.com, Rabu (13/1/2021).
CB mengungkapkan, dirinya positif Covid-19 pada akhir Maret 2020, ketika wabah tersebut baru terdeteksi di Indonesia.
Dugaannya, ia terpapar terpapar virus SARS-CoV-2 saat berada di mal untuk service laptop sebagai persiapan work from home atau di kantor ketika berada di satu ruangan dengan rekan yang batuk.
"(Setelah positif), pihak rumah sakit menyarankan saya untuk isolasi mandiri mempertimbangkan riwayat kesehatan dan usia," jelas CB.
CB mengaku sejumlah warga di sekitar rumahnya mengucilkan ia dan keluarga.
"Tetangga pada ngucilin, beberapa saja yang tidak. Tetangga depan rumah yang punya usaha katering rajin antarkan sayur-sayuran dan ditaruh di pagar rumah. Selebihnya ya diomongin. Ada petugas (kesehatan) datang, malah dikerubungin. Mama saya sampai menangis karena ketika mengintip ke jendela, selalu kedapatan orang-orang yang mengawasi rumah," papar CB.
Diakui CB, tidak mudah menjalankan isolasi mandiri. Namun, ia tetap mengikuti saran dokter dan orangtua demi kembali pulih.
"Tidur teratur sebelum jam 10 malam. Makan protein dan sayur, jemur badan rutin di loteng rumah setiap jam 8-10 pagi. Obat-obatnya dihabisin," kata CB.
Covid bukan aib tapi musuh tidak terlihat
Curhatan lain disampaikan penyintas Covid-19 lainnya, Yogi Ridoasi.
Warga Duren Sawit, Jakarta Timur itu mengaku tidak tahu pasti kapan terpapar saat dinyatakan positif Covid-19 pada 13 November 2020.
"Mungkin ketika saya ke Bandung pada 30 Oktober 2020, saat melayat saudara meninggal. Kondisinya saat itu memang cukup ramai pelayat. Kemungkinan lain, saya sempat bertemu teman yang baru pulang dari Lombok," ucap Yogi kepada Kompas.com.
Yogi, yang menjalani isolasi mandiri karena mendapat bantuan pengobatan dari dokter kantornya dan tanpa gejala, memilih untuk tidak pusing saat diketahui positif Covid-19.
"Percuma mempermasalahkan dapat dari mana virus itu. Kaget memang. Tapi, aktivitas seperti biasa saja selama isolasi supaya tidak stres: olahraga, berjemur, dengarkan musik, makan teratur," beber Yogi.
Yogi juga menekankan bahwa tak perlu merasa bak mendapat aib bila positif Covid-19.
Dia bahkan menyarankan agar pasien tak malu menginfokan ke keluarga dan teman.
"Jujur, pertama kali tahu positif, hidup kayak dibuat hancur sama Covid-19. Tapi, kalau sedih terus, virus itu malah semakin menginfeksi Anda. Jangan tutupi itu dari keluarga dan teman kalau memang Covid-19 karena justru dukungan doa dan moril dari banyak orang semakin membantu proses penyembuhan," ungkap Yogi.
Sebagai penyintas, Yogi mengaku lebih galak mengimbau perihal penerapan 3M.
"Pesan saya cuma satu: kita sedang melawan musuh yang nggak kelihatan. Saya dari awal merasa tidak sakit apapun, justru positif. Memang tidak nyaman pakai masker, tapi tolong ikuti prokes 3M pemerintah demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19," pesan Yogi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/13/15303281/curhat-penyintas-covid-19-yang-hanya-bisa-isolasi-mandiri-dikucilkan