Salin Artikel

Klaim Jokowi Pandemi Terkendali Dikritik Tenaga Kesehatan hingga Penyintas Covid-19

Jokowi sebelumnya mengungkapkan hal itu dalam acara Sidang Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia melalui tayangan YouTube Yakoma PGI, Senin (25/1/2021).

Jokowi menyebut, sepanjang 2020 dan memasuki 2021 Indonesia menghadapi berbagai cobaan yang sangat berat.

Salah satu ujian itu berupa pandemi Covid-19 yang mengakibatkan krisis kesehatan dan krisis ekonomi.

Namun, Jokowi mengklaim, Indonesia bisa mengendalikan dua krisis tersebut dengan baik.

"Kita bersyukur Indonesia termasuk negara yang bisa mengendalikan dua krisis tersebut dengan baik," kata Jokowi.

IDI pertanyakan parameter

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI Jakarta Slamet Budiarto mempertanyakan statement Presiden Joko Widodo soal pandemi terkendali itu.

Ia bingung parameter apa yang digunakan Jokowi saat menyebut pandemi terkendali.

"Saya tidak paham Pak Jokowi menyatakan begitu. Mungkin dari sisi ekonomi, saya juga tidak tau ekonomi seperti apa. Yang saya tahu dari sisi kesehatan," kata Slamet saat dihubungi Kompas.com, Rabu (27/1/2021).

Slamet menegaskan, dari sisi kesehatan, pandemi jelas tidak terkendali. Parameter pertama bisa dilihat dari angka kematian yang tinggi.

Sampai Selasa kemarin, masih ada penambahan 336 pasien Covid-19 yang meninggal dunia. Penambahan itu membuat total pasien Covid-19 meninggal mencapai 28.468.

"Angka kematian kita tertinggi nomor 1 di negara Asean, baik presentase maupun jumlah. Saya perkirakan ini sampai akhir tahun ada kematian 100.000 orang sampai Desember 2021," kata Slamet.

Sementara itu, parameter kedua yang digunakan IDI adalah angka penularan kasus Covid-19.

Sampai kemarin, ada penambahan 13.094 kasus baru. Penambahan itu membuat akumulasi kasus Covid-19 di Indonesia menembus satu juta kasus.

Wakil Ketua Umum IDI ini mengaku tidak paham parameter apa yang digunakan Jokowi sehingga menyebut kasus Covid-19 terkendali.

"Ya mungkin Presiden punya parameter lain. Kalau parameter kami di IDI angka kematian dan infeksi," ujar Slamet.

Terlepas dari parameter yang digunakan, Slamet meminta pemerintah untuk fokus menangani pandemi dari sisi kesehatan agar korban bisa ditekan.

Ia mengaku sudah mengusulkan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar pasien Covid-19 gejala ringan bisa dirawat di rumah masing-masing dengan pengawasan dokter umum.

Dengan cara ini, maka rumah sakit tidak penuh. Ruang perawatan di rumah sakit bisa fokus digunakan untuk pasien gejala sedang dan berat.

"Sekarang kan kematian meningkat karena RS overload," ujar dia.

Suara Penyintas

Beberapa penyintas Covid-19 juga ikut bersuara terkait kondisi pandemi Covid-19 saat ini yang diklaim Jokowi terkendali.

Ada yang justru merasa stres melihat kondisi Covid-19 di lapangan.

Warga Kota Tangerang, Mus Mulyadi, mengaku stres setiap melihat penambahan kasus Covid-19 di Indonesia.

"Kita stres melihat kondisi seperti saat ini," kata Mus.

Dia mengatakan, belum lagi satu per satu orang yang dia kenal meninggal dunia karena wabah Covid-19.

Pada pekan ini, kata Mus, seorang guru SMP-nya dikabarkan meninggal dunia.

"Waktu saya dengar itu, sampai kapan kita terus begini? Tidak ada yang tau kan," kata Mus.

Beda halnya dengan Mualim, penyintas Covid-19 yang pernah dirawat 25 hari di rumah sakit rujukan Covid-19 di Tangerang.

Mualim meminta agar semua masyarakat ikut bekerja sama agar meringankan beban pemerintah untuk menurunkan kasus Covid-19 dan angka kematian akibat Covid-19.

"Tolong pakai masker, terapkan protokol kesehatan, dan yang paling penting jangan lupa bahagia, karena imun kita itu dari kita bahagia," kata Mualim.

Namun bagi masyarakat yang enggan menerapkan protokol kesehatan, Mualim meminta agar pemerintah tidak segan menindak mereka.

"Kalau bisa disuntik Corona saja itu mereka, biar tahu rasanya, disangka enak kena Covid," kata Mualim.

Sedangkan penyintas Covid-19 asal Jakarta Barat, Mahendra meminta agar pemerintah mengurangi acara yang berbentuk seremonial yang justru membuat masyarakat merasa antipati terhadap imbauan pemerintah.

Pasalnya, pemerintah seringkali membuat acara yang mengundang wartawan dan para pejabat dengan waktu yang tidak dibatasi.

Sedangkan aktivitas warga sendiri masih terus dibatasi, baik jam dan pergerakan kegiatannya.

"Karena mereka (warga) lihat pemerintah gue aja undang wartawan undang semua-semua buat liputan. Masa gue enggak boleh keluar-keluar malam," kata Mahendra.

Selain itu, kata Mahendra, pemerintah semestinya mulai berpikir agar tidak menutup tempat usaha kecil jika tak ingin krisis ekonomi benar-benar terwujud di Indonesia.

"Satu lagi menutup tempat makan atau usaha kecil justru akan menyengsarakan mereka warga sipil, harusnya mereka (pemerintah) duduk bareng-bareng cari win-win solusi," kata Mahendra.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/28/09085471/klaim-jokowi-pandemi-terkendali-dikritik-tenaga-kesehatan-hingga

Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke