"Kebijakan ini justru menambah longgar pembatasan. Pemerintah pusat masih berkompromi, orientasinya bisnis dan ekonomi," kata Tri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/2/2021).
PPKM mikro mulai diterapkan Selasa ini hingga 22 Februari mendatang.
Tri menilai, pelonggaran yang berorientasi bisnis ini bisa dilihat dari jam operasional mal dan restoran yang boleh buka sampai pukul 21.00 WIB, dari sebelumnya pukul 19.00 WIB.
Lalu, kapasitas pengunjung di restoran juga dikembalikan ke 50 persen dari yang sebelumnya 25 persen.
Begitu juga kegiatan perkantoran yang tadinya 25 persen work from office kini jadi 50 persen.
"Sangat kelihatan sekali ini arahnya lebih ke ekonomi," kata Tri.
Tri menambahkan, strategi pengendalian Covid-19 berdasarkan zonasi RT di PPKM mikro ini juga belum tentu bisa efektif.
Sebab, testing dan tracing saat ini belum maksimal sehingga bisa jadi banyak kasus tak terdeteksi.
Tri pun menyesalkan PPKM mikro yang ditetapkan pemerintah pusat ini harus diikuti oleh seluruh provinsi di Jawa dan Bali.
Padahal, ia menilai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sudah dilakukan Pemprov DKI Jakarta selama ini memiliki aturan yang lebih ketat untuk mencegah penyebaran Covid-19.
"Harusnya DKI tidak mengikuti PPKM mikro dari pemerintah pusat, tapi justru mengetatkan PSBB tingkat sedang kemarin ke PSBB yang lebih berat," ujarnya.
Tri pun pesimistis DKI bisa segera mengendalikan Covid-19 dengan mengikuti aturan PPKM mikro dari pemerintah pusat ini.
"Kebijakan pemerintah pusat ini tidak punya harapan karena yang dipikirkan adalah kompromi dengan bisnis dan ekonomi," ujarnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/09/14362881/epidemiolog-ppkm-mikro-perlonggar-pembatasan-orientasinya-bisnis-harusnya