JAKARTA, KOMPAS.com - Perayaan Tahun Baru Imlek punya sejumlah sajian makanan khas, salah satunya adalah ikan bandeng.
Masyarakat Tionghoa punya keyakinan, ikan merupakan sumber keberuntungan dan rezeki. Dalam bahasa Mandarin, ikan disebut dengan yu atau yoo. Bunyi kata itu terdengar seperti kata berkelimpahan.
Lalu bagaimana sejarahnya ikan bandeng jadi menu masakan Imlek? Dewan Pakar Perhimpunan Indonesia Tionghoa (Inti) Azmi Abubakar menjelaskan, keberadaan bandeng saat perayaan Imlek terkait dengan kemunculan pasar malam di Glodok, Taman Sari, Jakarta Barat.
Pasar itu didirikan pimpinan Tionghoa, Major Tan Eng Guan, pada abad ke-19, tepatnya sekitar tahun 1850.
Sejak itu bandeng digandrungi masyarakat Tionghoa di Jakarta atau saat Batavia dan sekitarnya. Bandeng jadi buah tangan hingga sajian saat Imlek dari tahuan ke tahun sampai saat ini.
"Ini bentuk alkulturasi budaya. Bandeng disajikan kepada orang yang dituakan atau mertua sebagai tanda hormat. Di Imlek bandeng wajib ada bagi orang Betawi Tionghoa sejak masa yang lampau," ujar Azmi, Jumat (12/2/2021).
Ukuran bandeng yang dibawa serta disajikan kepada orangtua saat perayaan Imlek memiliki arti. Masyarakat Tionghoa kala itu meyakini, semakin besar ukuran bandeng, itu berarti rasa sayang kepada orang yang diberi juga besar.
Maka, bandeng pun jadi incaran di pasar dan harganya jadi melambung tinggi jelang Imlek.
"Makin besar bandeng, makin besar juga cintanya kepada orangtua atau mertua yang diberi. Makanya bandeng mahal, tapi berapa pun harganya dibayar," kata Azmi.
Kenapa harus ikan bandeng? Bandeng dinilai selalu hidup bersama. Karena itu sajian ikan bandeng melambangkan ikatan persaudaraan yang kuat.
"Dihidangkan dan disantap bersama, tidak makan sendiri-sendiri," kata Azmi punya Museum Peranakan Tionghoa itu.
Keberadaan bandeng saat Imlek dimaknai juga sebagai simbol kemakmuran dan keberuntungan. Bandeng dianggap mirip dengan lika-liku kehidupan manusia. Banyaknya tulang halus pada bandeng membuat orang yang menyantapnya mesti berhati-hati. Hal itu kemudian diibarat dengan banyaknya rintangan dalam kehidupan manusia dan manusia harus selalu awas.
"Dagingnya lembut dan nikmat, tetapi harus hati-hati banyak duri jika tertelan cukup menyakitkan. Ini seperti hidup, pasti ada halangan maupun rintangan dan kita diajarkan untuk mampu mengatasinya dengan baik," jelas Azmi.
Azmi tak menampik bahwa tradisi sajian ikan bandeng dalam perayaan Imlek tidak begitu kental lagi setelah Tahun Baru China sempat dilarang di Tanah Air. Kini bahkan ada yang menggantinya dengan jenis ikan yang lain.
"Harusnya ikan bandeng karena ada maknanya, tapi saya dengar sudah ada yang diganti dengan ikan lain," kata dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/12/15560321/tradisi-sajian-ikan-bandeng-saat-imlek-dan-sebuah-sejarah-akulturasi