Hari filateli menjadi pengingat masyarakat mengenai kemunculannya dari masa ke masa di tengah perkembangan teknologi saat ini.
Siapa sangka, filateli pernah menjadi hobi raja yang kemudian diikuti oleh masyarakat berbagai negara di dunia, salah satunya Indonesia.
Hobi raja
Kompas edisi 3 Mei 1969 memberitakan, filateli menjadi salah satu rajanya hobi.
Semua kalangan masyarakat, mulai dari rakyat jelata, buruh, mahasiswa, dokter, jenderal, hingga raja memliki hobi mengumpulkan prangko.
Filateli saat itu kerap disebut 'king of hobbies and hobby of the kings'. Sebutan itu mulai lahir di Eropa sebelum tahun 1940.
Nama raja yang menjadi filatelis terkenal saat itu antara lain Raja George atau ayah dari Ratu Elizabeth, Carol Caraiman, Manuel, Alfonso, dan lainnya.
Bahkan, Ratu Elizabeth meneruskan warisan ayahnya itu dengan koleksi prangko yang sangat luar biasa, seperti prangko asal negara jajahan Inggris.
Di Amerika Serikat, filatelis telah memiliki perkumpulan yang jumlah anggotanya cukup banyak. Mereka menerbitkan literatur secara mingguan hingga bulanan.
Sementara di Indonesia, prangko baru pertama kali diedarkan pada 1864. Dalam prangko pertama tertera gambar Raja Willem III.
Prangko tersebut dikerjakan oleh JW Kalser yang kemudian dicetak oleh S'Rijks Munt di atas kertas berwarna merah anggur.
Indonesia kemudian menerbitkan prangko pada 1 April 1964. Penerbitan itu dalam rangka memperingati 100 tahun digunakannya prangko.
Seiring berkembangnya pranko, pameran menampilkan ribuan label atau carik dari mancanegara pernah digelar di Jakarta.
Kompas dengan judul 'Prangko, Digemari Raja sampai Rakyat Jelata' edisi 27 September 1983 menginformasikan, pameran digelar di Taman Ismail Marzuki.
Pameran bertema 'prangko sebagai sarana komunikasi antarbangsa' itu memperlihatkan fungsi sebagai sarana ilmu pengetahuan.
Banyak tema prangko dipajang, mulai seri serangga, pakaian wanita, arsitektur, dan teknologi pesawat terbang.
Bersamaan dengan pameran itu juga diadakan lomba menyusun prangko di atas selembar kertas.
Lomba itu diikuti banyak kalangan. Pemenang lomba ini diberi medali yang dikalungkan langsung oleh Presiden Soeharto.
Kompas edisi 2 Oktober 2005 mengabarkan, pada awal 1950-an, di kota-kota besar Indonesia sering tampak anak-anak usia sekolah dasar mendatangi tempat sampah kantor-kantor besar.
Mereka mengais, mencari sesuatu dari tong-tong sampah. Mereka mencari amplop-amplop bekas yang masih ada prangkonya.
Jika prangko yang menempel adalah prangko luar negeri, itu berarti harta karun.
Mereka adalah kolektor cilik yang memburu barang koleksi prangko, dari tong sampah satu ke tong sampah lain, dari kantor perbankan sampai kantor perdagangan.
Selain mengandalkan tong sampah, anak-anak tempo dulu juga berusaha mendapatkan prangko dengan surat-menyurat.
Nama dan alamat teman korespondensi mereka dapat dari majalah-majalah yang saat itu memuat rubrik sahabat pena atau "pen pal".
Lewat surat-menyurat, mereka saling tukar koleksi, seperti prangko, kartu pos bergambar bintang film, dan sebagainya.
Seperti dicatat sejarah bahwa penggemar prangko adalah orang-orang dari berbagai lapisan, dari presiden, raja, menteri, sampai penjaga pompa bensin.
Filateli masih masih menjadi hobi masyarakat di Indonesia.
Seperti Kusmana (60), warga Klari, Karawang, yang mengungkapkan kegemarannya mengumpulkan prangko sejak sekolah menengah pertama (SMP).
"Dulu memang ada pelajaran administrasi dan guru mewajibkan murid-murid mengumpulkan benda pos. Kami sampai mencari-cari prangko di tumpukan sampah," tutur Kusmana, dikutip Kompas dengan judul 'Filateli, Raja yang Turun Takhta' terbitan 30 Mei 2009.
Hobi Kusmana kemudian dilanjutkan oleh putra sulungnya, Gita Noviandi, yang tergila-gila mengumpulkan prangko.
Saat ini, Gita Noviandi merupakan Sekretaris Jenderal Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI).
Gita kala itu dikenal menjadi filatelis yang tekun hingga menjadi pedagang prangko jaringan global.
Menurut Gita, harga setiap penjualan prangko sangat fantastis, mulai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
"Rumah ini saya beli dari berdagang prangko," kata Gita tentang tempat tinggalnya di Perumahan Kiarasari, Kiaracondong, Kota Bandung.
Saat itu, hobi pengumpulan prangko membawa Gita berkeliling ke beberapa negara untuk pameran bahkan lomba.
"Dari SD hingga SMA, saya mengumpulkan prangko hanya karena kesenangan. Saya baru tahu nilai ekonomisnya setelah menjadi panitia sebuah pameran prangko di Jakarta," tutur Gita.
Hingga kini, Gita masih melestarikan hobinya mengumpulkan prangko dan benda-benda pos.
Hobi itu bahkan bisa menghidupi dia dan keluarganya. Sebab, prangko kini memiliki nilai investasi yang tinggi.
"Saya setelah lulus enggak pernah kerja, semua dari prangko. Punya rumah punya segala macam dari prangko," kata Gita, Selasa (23/3/2021).
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/29/07214361/filateli-hobi-raja-raja-hingga-rakyat-jelata