Padahal, kata Teguh, ormas dan parpol bukanlah kelompok rentan yang dijadikan prioritas vaksinasi Covid-19.
"Ketika meminta Dinkes DKI membuka dokumen permintaan vaksin kepada mereka, kami menemukan banyak permintaan dari pihak yang mengeklaim sebagai penyelenggara pelayanan publik, termasuk ormas, parpol, dan kelompok masyarakat lain," kata Teguh dalam keterangan tertulis, Selasa (30/3/2021).
Kata Teguh, sudah dijelaskan bahwa sesuai aturan yang berlaku, kelompok prioritas sudah ditetapkan dari kalangan petugas kesehatan, lansia, dan pelayan publik.
Namun, kata Teguh, Dinkes DKI tidak memiliki kemampuan verifikasi sehingga seluruh proses verifikasi data diserahkan ke masing-masing institusi yang menyerahkan target vaksin.
Teguh mencatat, ada ruang untuk menambah peserta vaksinasi yang tidak termasuk kelompok prioritas yang sudah ditentukan.
"Pada akhirnya Dinkes melakukan maladministrasi terus menerus karena memberikan vaksin kepada pihak yang tidak masuk ke dalam target tahapan tersebut," kata Teguh.
Menurut Teguh, vaksinasi yang berkeadilan dengan mendahulukan kelompok prioritas menjadi sulit secara teknis dan memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang memiliki akses langsung kepada penyelenggara vaksinasi.
Terlebih lagi kepada orang-orang yang memiliki kekuatan politik atau yang berada dalam kekuasaan.
Seperti diketahui, ada sejumlah kasus vaksinasi Covid-19 di Jakarta yang tidak tepat sasaran dan sudah terungkap.
Kasus pertama adalah penyuntikan vaksin terhadap selebgram Helena Lim pada penyuntikan tahap 1 untuk petugas kesehatan.
Kasus kedua ditemukan saat penyuntikan vaksin Covid-19 untuk pedagang pasar. Kompas menemukan kenalan pedagang hingga asisten rumah tangga (ART) ikut divaksinasi.
Ketiga adalah penyuntikan keluarga anggota DPR RI dan merembet ke DPRD DKI Jakarta.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/30/10472611/ombudsman-ormas-hingga-parpol-minta-disuntik-vaksin-covid-19-duluan-ke