Aktivitas itu dianggap konvensional dan kian meredup seiring berkembangnya teknologi.
Namun, di mata segelintir orang, benda-benda pos itu dianggap berharga, memiliki nilai sejarah.
Bahkan, di tangan orang-orang yang mengoleksinya, prangko bisa menjadi barang bernilai jual tinggi.
Anggapan itu mendorong para filatelis -orang yang gemar mengoleksi prangko- berupaya melestarikan hobi tersebut dan memperkenalkannya kepada generasi muda agar prangko tidak terlupakan.
Jusak Johan Handoyo menjadi salah satu orang yang konsisten mengumpulkan prangko serta benda-benda pos lainnya.
Sudah puluhan tahun dia melakoni hobi tersebut bersama sang Istri, lalu mewariskannya kepada anak-anaknya.
"Prangko itu kertas biasa, tapi menjadi sangat berharga. Di luar menjadi investasi, banyak pengetahuan yang bisa kita dapat," ujar Jusak saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (29/3/2021).
Jusak pun berbagi cerita tentang hobi dan menularkan kegemarannya mengumpulkan benda-benda pos kepada keluarga.
Ingatan Jusak tajam saat menceritakan cara dia memperkenalkan prangko kepada anak pertamanya.
Prangko bergambar tematik
Kala itu, Jusak yang bekerja sebagai teknisi kapal harus bepergian keluar kota bahkan keluar negeri. Dia pun kerap mengirimkan surat kepada istri dan anaknya.
Namun, surat tersebut bukan sekadar untuk memberikan kabar kepada keluarga.
Di setiap surat yang dikirimkan selalu tersemat prangko dan kartu pos baru bergambar tematik.
"Jadi saya tanya ke anak yang pertama. Kamu suka apa? Dia bilang pesawat, makanya saya selalu belikan dia prangko pesawat. Akhirnya dia minta lagi dan maunya ya (gambar) pesawat," ujar Jusak.
Bersurat sambil mengirimkan prangko selalu dilakukan Jusak selama bertahun-tahun kepada keempat anaknya.
Sampai akhirnya anak-anak Jusak memiliki koleksi prangko tematiknya masing-masing, yakni gambar pesawat, burung, bunga, dan ikan.
"Yang ketiga itu bunga, karena perempuan. Makanya saya cari prangko yang bunga dari berbagai negara," kata Jusak.
Kantor pos jadi tujuan utama
Aktivitas membeli prangko untuk keluarga yang selalu dilakukan Jusak saat berdinas membuat rekan-rekanmya begitu hafal gerak-gerik dia ketika berlabuh.
"Seluruh teman-teman itu sampai hafal, pasti yang dicari kantor pos," kata Jusak sambil tertawa.
Menurut Jusak, cukup mudah mendapatkan prangko bergambar tematik untuk anak-anaknya.
Sebab, prangko bergambar pesawat, burung, bunga, ataupun ikan hampir diproduksi seluruh negara.
"Prangko tematik ini hampir 70 negara ada," jelas Jusak.
Sampai akhirnya, keempat anak Jusak mulai mencari dan mengumpulkan prangkonya sendiri dengan uang saku mereka, tidak lagi hanya bergantung pada kiriman sang ayah.
Jusak hanya membimbing anak-anaknya cara mencari, mengoleksi, dan merawat prangko serta benda-benda pos lain agar tetap terjaga.
Mencontek cara sang ayah
Cara Jusak memperkenalkan prangko kepada anak-anaknya ternyata memiliki kesamaan dengan awal mula dia menyukai prangko.
Jauh sebelum menikah, Jusak kecil sudah gemar mengoleksi prangko yang didapatkan dari surat-surat kiriman ayahnya ketika bertugas ke luar pulau.
Terkadang, Jusak juga mendapatkan prangko dari surat-surat yang tertumpuk di tong sampah di dekat rumahnya kala itu.
"Waktu itu masih SD, ketika saya masih tinggal di asrama Semarang. Jadi saya sama teman saling bertukar. Kadang cari-cari dari surat bekas," kata Jusak.
Koleksi prangko Jusak pun semakin beragam dan mendorong dia untuk mengumpulkan lebih banyak lagi benda-benda pos.
Tanpa disadari, hobi mengumpulkan prangko hingga kartu pos itu bertahan sampai dia bekerja, sampai akhirnya dia menikah lalu menularkan hobi itu kepada anggota keluarganya.
Menghabiskan hidup untuk merawat prangko
Prangko tampaknya sudah menjadi bagian tak terpisahkan bagi keluarga Jusak.
Jika waktu senggang, mereka kerap merapikan dan merawat koleksi prangko bersama-sama.
Kini, sebagian besar prangko koleksi Jusak, istri, dan keempat anaknya tersimpan rapi di kediamannya di kawasan Jalan Titan, Koja, Jakarta Utara.
Rumah itu sebagian ruangannya disulap menjadi galeri filateli bernama "Galeri Sangadji".
Jusak berharap galeri bentukannya bisa menjadi tempat untuk memperkenalkan sekaligus memotivasi generasi muda untuk mulai mengoleksi benda-benda pos bersejarah.
Sebab, prangko maupun benda-benda pos lainnya memiliki sejarah dan tak ada yang tidak bernilai, sehingga perlu dijaga dan dikenalkan kepada generasi selanjutnya.
"Tidak ada prangko yang tidak berharga. Semuanya memiliki sejarah dan tentu memiliki nilai jual," kata Jusak.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/30/12022861/cerita-jusak-wariskan-hobi-filateli-ke-anak-agar-prangko-tak-dilupakan