Untuk diketahui, CVR merupakan bagian dari kotak hitam pesawat yang dapat mengungkap penyebab kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182. Sebab, CVR berisi data percakapan yang terjadi di kokpit antara pilot dan co-pilot.
Sementara FDR hanya berisi data-data rekaman penerbangan dan semua aspek pesawat.
Kronologi Kecelakaan
Sebelum CVR ditemukan, KNKT merilis pernyataan sementara terkait kronologi jatuhnya pesawat SJ 182 yang diambil berdasarkan rekaman FDR serta data dari air traffic controller (ATC) Bandara Soekarno-Hatta.
Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengatakan, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta pada 9 Januari 2021 pukul 14.36 WIB.
Pesawat terbang pada ketinggian 1.980 kaki. Masalah pada pesawat Boeing 737-500 itu bermula ketika pesawat naik ke ketinggian 8.150 kaki.
"Pada ketinggian 8.150 kaki, throttle atau tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri bergerak mundur. Tenaga mesin atau putaran mesin juga ikut berkurang, sedangkan mesin sebelah kanan tetap," kata Nurcahyo, 10 Februari 2021.
Pada pukul 14.38.51 WIB, pilot meminta kepada petugas ATC untuk berbelok ke arah 0.75 derajat karena faktor cuaca yang tidak mendukung. Petugas ATC pun memberikan izin.
Petugas ATC memperkirakan perubahan arah itu akan menyebabkan pesawat SJ 182 bertemu pesawat lain, yang berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, dengan tujuan yang sama, yaitu Pontianak.
"Maka, SJ 182 diminta berhenti naik di ketinggian 11.000 kaki," kata Nurcahyo.
Pada pukul 14.39.47 WIB, pesawat berbelok ke kiri saat melewati ketinggian 10.600 kaki dan berada di 0.46 derajat. Petugas ATC kemudian menginstruksikan pilot untuk naik ke ketinggian 13.000 kaki.
Kala itu, pilot masih menjawab instruksi petugas ATC pada pukul 14.39.59 WIB.
"Ini adalah komunikasi terakhir yang terekam di rekaman komunikasi pilot di ATC Bandara Soekarno-Hatta," kata Nurcahyo.
FDR kemudian merekam pesawat Sriwijaya Air SJ 182 naik ke ketinggian mencapai 10.900 kaki pada pukul 14.40.05 WIB.
"Setelah ketinggian ini pesawat mulai turun, autopilot tidak aktif atau disengage, arah pesawat pada saat itu adalah 016 derajat," kata Nurcahyo.
"Sikap pesawat atau hidungnya mulai naik atau pitch up dan pesawat mulai miring atau roll ke sebelah kiri," kata Nurcahyo.
FDR mencatat aktivitas terakhir pesawat pada pukul 14.40.10 WIB. Saat itu autothrottle mulai tidak aktif dan pesawat dalam keadaan menunduk.
"Sekitar 20 detik kemudian flight data recorder mulai berhenti merekam," kata Nurcahyo.
Anomali Throttle Pesawat
Menurut Nurcahyo, kedua pengatur tenaga mesin (throttle) pesawat yakni sebelah kiri dan kanan sama-sama menunjukkan ketidaknormalan atau anomali.
Pasalnya, throttle sebelah kiri bergerak mundur terlalu jauh, sementara throttle sebelah kanan tidak bergerak. Meski demikian, KNKT belum dapat menyimpulkan penyebab kerusakan throttle itu.
"(Tuas) yang kiri anomalinya mundur terlalu jauh, yang kanan benar-benar tidak bergerak seperti macet. Kita enggak tahu yang rusak kiri atau kanan atau apakah ada kerusakan," tuturnya.
Kerusakan pada tuas pengatur tenaga mesin itu belum dapat dipastikan karena tuas tersebut tersambung dengan 13 komponen lain dalam bagian pesawat.
"Kami masih melakukan penyelidikan dari 13 komponen lain yang terkait dengan gerakan tuas tersebut," kata Nurcahyo.
Pesawat yang mengangkut 62 jiwa itu selanjutnya dilaporkan hilang kontak dan jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada pukul 14.40 WIB atau 4 menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) kemudian berhasil mengidentifikasi 59 korban. Operasi identifikasi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 resmi dihentikan pada 2 Maret 2021.
Dengan demikian, tiga korban yang belum teridentifikasi atas nama Arkana Wahyu, Daniya, dan Panca Widia Nursanti.
Temuan KNKT tentang Penyebab Jatuhnya Pesawat
KNKT juga merilis laporan pendahuluan terkait hasil invesigasi penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Nurcahyo mengatakan, pesawat tidak melewati area awan hujan dan awan yang berpotensi menyebabkan guncangan.
"Bahwa pesawat ini tidak melalui area dengan awan yang signifikan dan bukan area awan hujan, juga tidak berada in-cloud turbulance atau di dalam awan yang berpotensi menimbulkan guncangan," papar Nurcahyo.
Sebelumnya, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan, pesawat juga tidak pecah di udara. Pernyataan itu disampaikan berdasarkan data tim SAR gabungan dan penemuan puing-puing pesawat di perairan Kepulauan Seribu.
"Jadi ada yang mengatakan bahwa pesawat pecah di atas udara itu tidak benar. Jadi pesawat secara utuh sampai membentur air, tidak ada pecah di udara," kata Soerjanto dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, 3 Februari 2021.
Puing-puing pesawat yang ditemukan mewakili seluruh bagian pesawat dari depan hingga ke belakang, misalnya instrumen dari ruang kemudi, beberapa bagian roda pendarat utama, bagian dari sayap, bagian dari mesin, bagian dari kabin penumpang, dan bagian dari ekor.
"Luas sebaran yang ditemukan pesawat dari depan sampai belakang konsisten dengan bukti bahwa pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," kata Soerjanto.
KNKT juga menemukan bahwa mesin pesawat masih dalam keadaan hidup sebelum membentur permukaan air.
"Ini diindikasikan bahwa turbin-turbinnnya rontok semua, itu menandakan bahwa ketika mengalami impact dengan air mesin itu masih berputar," kata dia.
Hasil akhir dari investigasi penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 baru dapat diketahui setelah KNKT mengidentifikasi CVR pesawat.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/31/13194961/cvr-ditemukan-ini-perjalanan-investigasi-kecelakaan-sriwijaya-air-sj-182