Alasannya karena banyaknya bangunan cagar budaya yang di lintasan proyek pembangunan MRT bawah tanah fase 2A tersebut.
"Tantangan dalam konteks ini kan cagar budaya harus diproteksi, jadi dalam membangun konstruksi itu harus mempertimbangkan bagaimana harus dilakukan tidak merusak struktur dari beragam cagar budaya yang dilewati," kata Pratomo di Jakarta, Jumat (16/4/2021).
Dia mengemukakan, konstruksi bawah tanah harus memperhitungkan fondasi bangunan cagar budaya yang dilalui proyek tersebut agar pengerjaan tidak menimbulkan kerusakan bangunan-bangunan cagar budaya yang dilalui proyek MRT fase 2A.
"Karena enggak hanya bangunan besar di sana yang kami lewati," kata dia.
MRT juga mengedukasi publik mengapa pembangunan jalur MRT bawah tanah fase 2A memakan biaya yang lebih besar dan waktu yang lebih lama. Kondisi itu membuat pembangunan proyek tersebut harus menggunakan metode konstruksi yang berbeda demi tetap menjaga bangunan-bangunan cagar budaya di sekitar jalur tetap terjaga kelestariannya.
"Artinya metodenya mungkin ada penyesuaian, ahli-ahli yang kami datangkan pun ada penyesuaian dan itu sudah (ber)jalan, enggak ada masalah, cuman awarenes saja. Jangan orang membandingkan head to head dengan MRT fase 1 underground dengan MRT fase 2 underground," ucap Pratomo
Pratomo juga mengatakan, informasi mengenai bangunan cagar budaya yang dilewati jalur MRT fase 2A menjadi edukasi agar masyarakat yang ingin mengunjungi bangunan-bangunan sarat sejarah tersebut bisa memilih MRT sebagai moda transportasi setelah jalur tersebut selesai dibuat.
MRT juga merilis sejumlah tempat cagar budaya yang dilalui dalam pembangunan trase MRT fase 2A tersebut, yaitu:
Pembangunan Stasiun Thamrin
Pembangunan Stasiun Monas
Pembangunan Stasiun Harmoni
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/16/22355811/pembangunan-jalur-mrt-bawah-tanah-fase-2a-disebut-lebih-menantang