Gugatan mereka diproses PN Tangerang tanpa menyadari bahwa bukti-bukti yang mereka serahkan merupakan surat-surat palsu. PN Tangerang lalu mengeluarkan Surat Penetapan Eksekusi Nomor 120/PEN.EKS/2020/PN.Tng pada 28 Juli 2020.
Humas PN Tangerang Arief Budi Cahyono menyebutkan, pihaknya tidak bisa mencabut surat penetapan eksekusi tersebut meski DM dan MCP ditangkap polisi karena memalsukan dokumen terkait status kepemilikan lahan itu.
"Sebelum ada putusan baru yang berkekuatan hukum tetap, kami tak bisa mencabut surat putusan eksekusi lahan itu," ujar Arief kepada wartawan, Jumat (16/4/2021).
Arief mengemukakan, surat putusan tersebut akan tidak berlaku lagi saat DM dan MCP diputuskan bersalah melalui persidangan pidana.
"Saat ini belum inkrah, (DM dan MCP) baru berstatus tersangka," ucap dia.
"Jadi, kami menjunjung azas praduga tak bersalah," sambung Arief.
Arief menjelaskan alasan pihaknya menerbitkan surat penetapan eksekusi. Menurut Arief, dalam gugatan perdata, pengadilan harus memediasi pihak-pihak yang bersengketa sebelum memeriksa pokok perkara.
"Begitu para pihak yang bersengketa hadir di sidang perdata, berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2016, harus menempuh proses mediasi sebelum diperiksa pokok perkaranya," papar Arief.
Dalam proses mediasi, DM dan MCP kemudian berdamai dan menyepakati pihak yang menjadi pemilik lahan yang disengketakan.
Mediator diduga tidak memeriksa surat-surat yang mereka bawa, termasuk dokumen kepemilikan lahan.
"Mungkin mediator pada saat itu tidak memeriksa alat-alat bukti seperti dokumen-dokumen kepemilikan lahan 45 hektare karena mereka (DM dan MCP) sepakat untuk berdamai," ujar Arief.
PN Tangerang tidak mengetahui keaslian dokumen yang digunakan DM dan MCP karena agenda sidang belum memasuki pemeriksaan pokok perkara.
PN Tangerang baru mengetahui surat-surat yang digunakan DM dan MCP ternyata palsu setelah keduanya ditangkap aparat kepolisian.
"Belakangan (setelah diungkap polisi) baru diketahui surat-surat itu palsu," ucap Arief.
Arief berujar, DM dan MCP memang tidak diwajibkan untuk menunjukkan surat apa pun saat mediasi dilakukan.
Karena itu, tidak ada satu pun pihak yang memeriksa keabsahan surat yang mereka gunakan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Selain itu, PN Tangerang juga tidak meninjau tanah seluas 45 hektare yang menjadi objek sengketa.
"Karena kedua belah pihak sepakat berdamai, mediator menganggap keduanya mempunyai legal standing dan kepentingan dengan lahan itu," tutur dia.
Arief melanjutkan, berdasarkan hasil mediasi yang berujung damai itu, akhirnya PN Tangerang mengeluarkan surat penetapan eksekusi lahan.
"Bila ternyata kedua belah pihak tidak punya kompetensi dan kepentingan atas lahan, itu adalah persoalan lain," kata Arief.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/16/23291861/surat-eksekusi-lahan-di-pinang-tak-bisa-dicabut-ini-penjelasan-pn