JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang perkara pembunuhan berencana dan pengeroyokan yang menjerat John Kei dan kawan-kawan dilanjutkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari ini, Kamis (29/4/2021).
Seorang saksi ahli dihadirkan oleh penasihat hukum John, yakni Profesor Wati, yang dikenal sebagai akademisi ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin.
"Kami mau minta pendapat ahli, apa pendapat ahli tentang dakwaan terhadap terdakwa, apakah tepat? Karena jaksa mendakwa dengan Pasal 338, 351, 170, 340, 55, dan UU Darurat, apakah pantas didakwakan?" kata salah satu kuasa hukum John Kei, Isti Novianti saat ditemui, Kamis.
Dalam sidang, Professor Wati menyatakan bahwa jika seseorang tidak ada di lokasi kejadian, maka ia tidak dapat dikenakan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan.
"(Jika dikenakan pasal 340) Pelaku harus di tempat karena dia harus melakukan (pembunuhan)," kata Wati dalam sidang.
Demikian pula dengan Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan.
"Pasal 170 juga harus melakukan (kontak fisik pengeroyokan), harus di tempat," jelasnya.
Sementara, kuasa hukum John Kei, Anton Sudanto, menyatakan bahwa hingga kini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa John ada di lokasi terbunuhnya seorang anak buah Nus Kei, Yustus Corwing alias Erwin.
"Tidak ada sama sekali," kata Anton.
Dakwaan John Kei
John Kei dijerat kasus perencanaan pembunuhan dan pengeroyokkan.
Pada Rabu (13/1/2021), jaksa penuntut umum (JPU) membacakan dakwaan kepada John atas terbunuhnya salah seorang anak buah Nus Kei, Yustus Corwing.
John didakwa pasal pembunuhan berencana, yakni pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana penjara 20 tahun.
Selain itu, John juga dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, 351 KUHP tentang penganiayaan, pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan korban meninggal dunia, dan pasal 2 ayat 1 UU darurat RI tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api dan senjata tajam.
JPU juga mengungkapkan bahwa perkara terbunuhnya Yustus bermula ketika Nus Kei tidak mengembalikan uang yang dia pinjam kepada John Kei pada 2013.
Saat itu, Nus Kei meminjam uang Rp 1 miliar dan berjanji akan mengembalikannya dua kali lipat atau menjadi Rp 2 miliar dalam jangka waktu enam bulan.
Namun, saat tenggat waktu pengembalian uang tiba, Nus Kei tidak mengembalikan uang tersebut.
Kelompok Nus Kei malah menghina John melalui sebuah video live Instagram.
Mengetahui hal tersebut, John Kei bertemu Angkatan Muda Kei (Amkei) untuk membahas video tersebut.
Jaksa juga mengungkapkan bahwa John Kei sempat memberikan uang operasional anak buahnya sebesar Rp 10 juta, satu hari sebelumnya terbunuhnya Yustus, yakni 20 Juni 2020.
"Dalam pertemuan itu, John Kei mengatakan, 'Besok berangkat tabrak dan hajar rumah Nus Kei,' dan arahan lain dari John Kei, yaitu 'Ambil Nus Kei dalam keadaan hidup atau mati. Jika ada yang menghalangi, sikat saja,'" kata jaksa membacakan dakwaan.
Keesokan harinya, 21 Juni 2020, anggota kelompok John Kei berkumpul di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, lalu berangkat ke daerah Duri Kosambi, Jakarta Barat; dan Green Lake, Tangerang.
Di Duri Kosambi, Yustus meninggal dunia setelah diserang oleh anak buah John Kei.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/29/15544971/saksi-ahli-sebut-john-kei-tidak-dapat-dikenakan-pasal-pembunuhan-karena