JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur akan menggelar sidang pembacaan vonis terhadap terdakwa kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung, Rizieq Shihab, Kamis (27/5/2021).
"Agenda sidang (hari ini) adalah pembacaan vonis dari majelis hakim terkait kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung," kata Humas PN Jakarta Timur Alex Adam Faisal saat dikonfirmasi, Rabu (26/5/2021) petang.
Jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya menuntut Rizieq dengan pidana kurungan penjara selama dua tahun untuk kasus kerumunan Petamburan, Jakarta Pusat.
Sementara Rizieq dituntut dengan pidana penjara selama 10 bulan dan denda Rp 50 juta untuk kasus kerumunan di Megamendung, Kabupaten Bogor.
Untuk diketahui, kasus kerumunan di Petamburan berkaitan dengan acara pernikahan putri keempat Rizieq sekaligus peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 14 November 2020.
Acara itu dihadiri sekitar 10.000 orang sehingga melanggar aturan pemerintah yang kala itu sedang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penularan Covid-19.
Di sisi lain, kasus kerumunan Megamendung berkaitan dengan keramaian massa ketika Rizieq mengunjungi Markaz Syariah Agrokultural di Megamendung, Bogor, pada 13 November 2020.
Berikut Kompas.com merangkum kesaksian yang membela sekaligus memberatkan Rizieq.
Pembelaan
Salah satu isu yang kerap dilontarkan pihak Rizieq sebagai pembelaan adalah perihal bahwa mereka telah membayar uang denda karena pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di Petamburan.
Selain itu, kubu Rizieq bersikeras bahwa mereka tidak mengajak massa. Simpatisan Rizieq sendiri yang memutuskan hadir baik di Petamburan maupun Megamendung.
Kubu Rizieq menghadirkan Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 sekaligus mantan pengurus FPI, Slamet Maarif, sebagai saksi yang meringankan.
Slamet menyatakan, Rizieq rutin memberikan pengarahan agar FPI membantu pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.
"Dan selama masa pandemi, mulai bulan Maret tahun lalu, dari Kota Suci Mekkah, saya selaku Ketua PA 212 sering mendapat arahan dari Habib (Rizieq) untuk protokol kesehatan," kata Slamet.
"Saya masih ingat adalah argumentasi atau dalil di mana kita lebih mengutamakan shalat di rumah daripada di masjid itu," imbuhnya.
Slamet lalu menekankan bahwa pihak Rizieq tidak pernah membentuk panitia penyambutan dari eks pentolan FPI itu saat pulang ke Indonesia dari Saudi Arabia pada 10 November 2020.
"Saya tidak pernah membentuk panitia untuk penjemputan di tanah air," kata Slamet.
"Kami menjemput. Memang ketika memasuki bandara di luar dugaan kami melihat begitu tumpah ruah dan antusias menyambut Habib kami," tambahnya.
Kesaksian lain yang membela Rizieq datang dari ahli Hukum Pidana Universitas Trisaksi Dian Adriawan, yang dihadirkan ke hadapan majelis hakim PN Jaktim sebagai ahli pada Kamis (6/5/2021).
Menurut Dian, kasus pelanggaran prokes di Petamburan itu tak perlu dipidanakan karena pihak Rizieq sudah membayar denda sebesar Rp 50 juta.
"Apakah itu tindak pidana atau (pelanggaran) protokol kesehatan yang dilarang oleh Pemerintah Daerah DKI. Nah, kalau itu adalah suatu pelanggaran protokol, maka itu sudah diselesaikan dengan pemberian denda," ujar Dian.
Menurutnya, Pasal 160 KUHP yang digunakan menjadi dasar penetapan Rizieq menjadi tersangka itu bukan untuk kejahatan.
"Dalam Pasal 160 itu tidak untuk suatu pelanggaran, itu untuk kejahatan sebetulnya. Jadi itu yang harus diketahui, untuk pelanggaran, bukan untuk kejahatan," urainya.
Hal yang sama diungkapkan ahli Hukum Tata Negara Refly Harun yang dihadirkan pada Senin (10/5/2021).
Refly juga berpendapat bahwa Rizieq tidak perlu dipidana dalam kasus kerumunan Petamburan karena telah membayar denda.
"Kalau sanksi misalnya, sanksi nonpidana bisa diterapkan dan yang menerima sanksi tersebut juga patuh misalnya, ya maka untuk apalagi kita sanksi pidana untuk kasus itu?" katanya.
Dalam pelanggaran pidana, dijabarkan Refly, ada dua prinsip hukum yakni mala in se dan mala prohibita.
Mala in se adalah pelanggaran pidana yang masih bisa diselesaikan perkaranya di luar hukum, sedangkan mala prohibita sebaliknya.
Refly pun menegaskan bahwa hukum bukan dipakai untuk balas dendam. Hukum harus merestorasi atau restoratif justice.
"Tujuan dari hukum itu tertib sosial. Kalau manusianya sudah tertib sudah patuh misalnya, untuk apalagi dihukum," ujarnya.
Sementara itu, Ahli Hukum Kesehatan M Nasser, yang juga dihadirkan pada hari yang sama, mempertanyakan satu pasal yang didakwakan ke Rizieq.
Nasser mempertanyakan Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal itu menyebut, "setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta".
"Saya melihat bahwa dalam Pasal 93 Ayat 1, kalau kita melihat risalah pembuatan Undang-Undang (UU) ini, maka tidak ada satu pun dalam risalah itu yang membicarakan mengenai persoalan kerumunan," sebut Nasser.
Menurutnya, delik materi dari pasal itu harus dibuktikan.
"Delik materinya agak susah ditemukan atau sukar ditemukan," kata dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu.
Oleh karena itu, menurut Nasser, pasal itu tidak bisa dimasukkan dalam surat dakwaan Rizieq.
Kesaksian memberatkan
Hal-hal yang memberatkan Rizieq adalah perihal agenda di Petamburan dan Megamendung yang tidak berizin, menimbulkan massa yang tidak melaksanakan prokes.
Kasatpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridallah menjadi salah satu saksi yang membeberkan hal itu.
Tidak ada (izin kerumunan dari pihak Rizieq," ucap Agus, Senin (19/4/2021).
Agus sendiri mengaku sebagai pihak yang melaporkan Rizieq ke polisi karena menyebabkan kerumunan di Megamendung.
Menurut Agus, ada sekitar 3.000 orang hadir meyambut Rizieq dan banyak yang tidak menggunakan masker serta tanpa menjaga jarak.
"Banyak sekali yang tidak makai masker dan (tanpa) menjaga jarak juga, karena mereka berkerumun," tutur Agus.
Kapolsek Tebet, Kompol Budi Cahyono, memberi kesaksian yang memberatkan Rizieq di mana ia mengatakan bahwa terdakwa mengajak simpatisannya untuk berkumpul di Petamburan.
Ajakan itu Rizieq lontarkan saat menghadiri acara Maulid Nabi di kediaman Habib Ali bin Abdurahman Assegaf di Tebet, Jakarta Selatan pada 13 November 2020.
"Kami disuruh melakukan pengamanan di (acara) Maulid Nabi itu, ada perwakilan dari Wagub DKI, ada ceramah selaku tuan rumah Habib Ali. Ada perwakilan dari Rizieq, beliau juga melakukan ceramah," kata Budi.
"Kami mendengar dari pengeras suara, kami mengenali suara itu suara Habib Rizieq Shihab," sambungnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan bahwa ada peningkatan kasus positif Covid-19 di Petamburan usai dua kegiatan di sana.
"Dari tanggal 1 sampai 14 November (2020), sesuai dengan data tersebut adalah 33 kasus (aktif Covid-19). Sedangkan pada tanggal 15 sampai 28 November (2020) ada 83 kasus (aktif Covid-19)," ucap Widyastuti, Senin (26/4/2021).
Sementara itu, ahli Hukum Pidana Agus Surono menilai, ada unsur kesengajaan dari pihak Rizieq yang menimbulkan kerumunan di Petamburan dan Megamendung.
"(Ada) potensi terjadinya kerumunan dan itu disadari. Itulah yang saya sampaikan, dengan keinsafan tadi," kata Agus, Kamis (29/4/2021).
"Keinsafan, kesadaran bahwa ini kalau tetap dilakukan, maka akan terjadi potensi kerumuman," imbuhnya
Diuraikan Agus, setiap kegiatan pada masa pandemi Covid-19 harus memiliki izin berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Maka, Agus menilai agenda kegiatan semestinya dapat dibatalkan jika tidak mendapat izin.
Apabila acara tidak memiliki izin, lanjut Agus, penyelenggara acara harus bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran norma seperti yang tercantum dalam UU Kekarantinaan Kesehatan.
(Reporter: Nirmala Maulana Achmad, Tsarina Maharani / Editor: Jessi Carina, Sandro Gatra, Nursita Sari, Rakhmat Nur Hakim, Irfan Maullana)
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/05/27/07590891/rizieq-shihab-menanti-vonis-hakim-ini-pembelaan-hingga-kesaksian-yang