JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pedagang Pasar Palmerah, Jakarta Barat mengaku tak setuju dengan rencana dikenakannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok.
Salah satunya adalah Lena (40). Ia mengaku menolak rencana tersebut.
"(Pemerintah) sangat tega. Saya mah enggak setuju, mungkin toko-toko yang lain juga enggak setuju. Keputusannya terlalu mengada-ada," kata Lena saat ditemui, Kamis (10/6/2021).
Lena takut dagangannya akan sepi pembeli jika pajak dikenakan kepada kebutuhan pokok.
"Kalau kami kasih pajak, pembeli mau beli enggak? Itu pasti toko mikirin kalau ada pajak," ujar Lena.
Apalagi, kondisi pandemi Covid-19, diakui Lena, berdampak buruk bagi kondisi ekonominya. Ia mengaku pendapatannya menurun sekitar 50 persen sejak pandemi melanda.
"Pemerintah pikir-pikir dulu deh, jangan sampai salah. Turun dulu ke lapangan, tanya-tanya dulu tokonya, pedagang, pembeli, kan nggak susah ya," ujar Lena.
Hal yang serupa juga dikatakan pedagang Pasar Palmerah lainnya, Ari Naingolan.
"Saya minta kepada pemerintah jangan dululah, berhubung perekonomian kita masih kayak gini karena Covid-19. Kalau bisa agak dibatalkan dulu lah," ungkap Ari.
Seperti Lena, Ari mengaku kondisi ekonominya belum membaik di tengah pandemi Covid-19.
"Ngapain sih yang kecil-kecil ini dikenakan pajak? Kenapa nggak yang besar (perusahaan besar) saja yang dikenakan pajak. Investasi yang besar seperti yang imporlah. Kenapa kami yang kecil ini mau dipajakin?" kata Ari.
Senada, Tir (65), salah seorang konsumen di Pasar Palmerah, juga mengutarakan ketidaksetujuannya.
"Ya nggak setujulah, yang stabil gitu, malah kalau bisa ya turun harganya biar agak enteng," ungkap Tir.
Tir yang juga berprofesi sebagai pedagang mengaku masih sulit menjalankan usahanya sehari-hari.
Untuk itu, Ia meminta agar pemerintah tak menjalankan kebijakan ini.
Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Rencana itu tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Di dalam aturan sebelumnya, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak atau sembako termasuk objek yang tak dikenakan PPN.
Namun, dalam aturan baru tersebut sembako tak lagi dimasukan ke dalam objek yang PPN-nya dikecualikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya membantah anggapan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan pemulihan ekonomi karena rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sembako.
Bendahara negara ini mengungkapkan, setiap kebijakan pajak yang diambil pemerintah, termasuk pengenaan PPN pada sembako akan mempertimbangkan situasi pandemi dan pemulihan ekonomi.
"Kemudian (rencana PPN sembako) di-blow up seolah-olah menjadi sesuatu yang bahkan tidak mempertimbangkan situasi hari ini. Padahal hari ini fokus kita itu memulihkan ekonomi," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (10/6/2021).
Sri Mulyani menyatakan, pemulihan ekonomi menjadi tema utama pemerintah pada tahun ini dan tahun depan.
Dengan demikian, hal-hal yang berdampak buruk pada pemulihan ekonomi tak mungkin dijalankan.
Sebagai bukti, Sri Mulyani tetap akan mendukung dan memberikan bansos kepada masyarakat dan insentif kepada pelaku usaha kecil, menengah, hingga besar.
"Kita melihat mana yang mendapat untung dari Covid-19, mana yang terpukul, mana bangkit cepat, dan sebagainya. Bahkan sampai hari ini kita sudah diminta juga (oleh Presiden Jokowi) untuk (membantu) masyarakat yang bangkitnya lebih lambat," beber Sri Mulyani.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, pemerintah akan membahas beragam revisi ketentuan pajak kepada DPR.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengakui, keputusan yang diambil memang tak bisa memuaskan segala pihak meski semua setuju APBN perlu sehat kembali.
"Tapi menyehatkan dengan tetap menjaga momentum pemulihan itu harus tetap dipilih atau dijaga dan dikelola secara hati-hati. Ini yang akan kita jelaskan kepada DPR mengenai keseluruhannya, mengenai apakah timing-nya harus sekarang? apakah fondasinya harus seperti ini? Siapa yang pantas dipajaki?," pungkas Sri Mulyani.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/06/10/19200651/sembako-bakal-kena-ppn-pedagang-pasar-pemerintah-sangat-tega