Salin Artikel

Cerita Pesepeda Lipat dan MTB yang Diusir Saat Coba Melintasi JLNT Casablanca

Salah satu pesepeda lipat, Victor, menceritakan pengalamannya pernah diusir oleh petugas Dinas Perhubungan (Dishub) saat mencoba melintasi JLNT, dua pekan lalu.

Padahal, kata Victor, saat itu posisinya sedang gowes di atas JLNT. Sejumlah pesepeda sejenisnya banyak yang turut melintas.

"Iya sempat disuruh sama petugas Dishub untuk turun. Padahal saya pada saat itu posisinya sedang gowes di atas (melintas JLNT)," ujar Victor saat ditemui di depan Casablanca, Jakarta, Sabtu (19/6/2021).

Victor mengatakan, ada ketidakadilan yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap pesepeda jenis lain dengan adanya uji coba road bike JlNT.

Seharusnya, lanjut Victor, aturan JLNT juga diperuntukkan bagi pesepeda di luar jenis road bike agar tidak ada diskriminasi.

"Seharusnya tidak boleh turun. Seharusnya dibimbing saja. Tidak adil JLNT ini hanya dikhususnya road bike saja. Harus semua sama, karena kami memiliki hak yang sama," kata Victor.

Selain itu, pesepeda jenis MTB Budi (34), mengatakan, pernah diminta untuk tidak melintasi JLNT yang sudah lebih dari tiga pekan dilakukan uji coba untuk road bike.

Hal itu dialami Budi sepekan setelah uji coba JLNT khusus road bike itu diberlakukan.

"Jadi hari Minggu saat itu uji coba, satu minggu setelahnya saya coba naik tapi diminta untuk gunakan jalur bawah sama petugas. Karena ada petugas di depan JLNT dekat Casablanca," kata Budi.

Saat itu, Budi yang mendapatkan larangan oleh petugas kemudian bersepeda di jalur khusus Sudirman-Thamrin.

"Kalau (jenis sepeda lain) tidak diperbolehkan atas dasar alasan kecepatan, road bike juga bisa pelan," ucap Budi.

Budi berharap agar aturan JLNT khusus road bike dapat dievaluasi agar tidak ada diskriminasi terhadap para pesepeda jenis lainnya.

"Pendapat saya memang kalau bisa digunakan untuk semua jenis sepeda, atau tidak diperbolehkan untuk semua," tutup Budi.

Kebijakan lintasan bagi pesepeda road bike di JLNT Casablanca terus menuai kritik. Bahkan, komunitas Bike 2 Work, Road Safety Association RSA, Koalisi Pejalan Kaki dan Komite Penghapusan Bensin Bertimbel sempat melakukan aksi protes uji coba JLNT untuk pesepeda road bike.

Publik mempertanyakan payung hukum yang dipakai pemerintah. Bagaimana spesifikasi road bike versi pemerintah?

Belum adanya aturan detail berdampak terhadap pengetahuan petugas di lapangan. Beberapa petugas tidak dapat menjelaskan detail seperti apa road bike versi pemerintah?

Bahkan, ada petugas dengan polosnya menyarankan pesepeda untuk mengganti handle bar alias stang sepeda dengan model drop bar layaknya road bike.

Soal tindakan pengusiran pesepeda selain road bike itu, pemerintah memakai alasan kecepatan laju sepeda.

Pemprov DKI memukul rata semua pesepeda road bike melaju kencang. Sementara pesepeda non-road bike lebih lambat.

Menurut pemerintah, jika pesepeda road bike bercampur dengan pesepeda jenis lain, maka akan berbahaya bagi keselamatan.

"Karena dari aspek kecepatan, jadi di lintasan (khusus road bike) ini kecepatan pesepedanya tinggi sehingga pada saat bergabung dengan pesepeda non-road bike itu bisa menyebabkan kecelakaan," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo.

Padahal, pengamatan Kompas.com, banyak pesepeda road bike yang melaju lambat di JLNT dengan kecepatan sekitar 20 km/jam.

Tidak sedikit pula yang gowes sambil ngobrol. Ada pula yang berhenti untuk sekadar swafoto.

Argumen Pemprov DKI tersebut kemudian disanggah Ketua Komunitas Bike 2 Work, Poetoet Soerdjanto. Jika pembatasan atas dasar kecepatan, maka tidak tepat hanya merujuk satu jenis sepeda.

Poetoet menekankan, banyak pesepeda selain road bike yang mampu melaju cepat.

"Yang mampu melesat dengan kecepatan tinggi itu tidak hanya teman-teman road bike. Ada teman-teman-teman dengan jenis sepeda lain yang kecepatannya juga kurang lebih bisa sama dengan pengguna sepeda road bike," tutur Poetoet.

Petoet menilai, jika tidak dikoreksi, kebijakan itu bisa menimbulkan masalah sosial baru seperti diskriminasi di antara para pengguna sepeda.

"Ini jadinya membedakan status sepeda, ada dikotomi jalur sepeda. Menurut saya ini menjadi tidak baik di kalangan pengguna sepeda," ujarnya.

Ia menyarankan, jika Pemprov DKI ingin meneruskan kebijakan di JLNT, maka sebaiknya pengaturannya bertumpu pada kecepatan minimum.

"Jadi saya kira akan fair kalau rambu itu dipasang adalah sepeda dengan kecepatan minimum misalnya 30 km / jam atau 32 km/ jam. Jadi kalau hanya road bike masalah kecepatan dia hanya 15-20 km/jam kan ya enggak ada guna juga. Jadi mohon tidak dikotomi sepeda tapi lebih kepada batasan minimum kecepatan," lanjutnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/06/19/09372041/cerita-pesepeda-lipat-dan-mtb-yang-diusir-saat-coba-melintasi-jlnt

Terkini Lainnya

Penyesalan Kekasih Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading, Minta Maaf Tinggalkan Korban Saat Tengah Pendarahan

Penyesalan Kekasih Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading, Minta Maaf Tinggalkan Korban Saat Tengah Pendarahan

Megapolitan
Seorang Pria Peluk Paksa Gibran yang Sedang Berkunjung di Rusun Muara Jakarta Utara

Seorang Pria Peluk Paksa Gibran yang Sedang Berkunjung di Rusun Muara Jakarta Utara

Megapolitan
Warga Bekasi Jadi Korban Pecah Kaca Mobil Saat Sedang Makan Soto di Kemang Pratama

Warga Bekasi Jadi Korban Pecah Kaca Mobil Saat Sedang Makan Soto di Kemang Pratama

Megapolitan
Gibran Janji Dorong Pemerataan Pembangunan di Seluruh Indonesia

Gibran Janji Dorong Pemerataan Pembangunan di Seluruh Indonesia

Megapolitan
Kondisi Rumah Galihloss Mendadak Sepi Setelah Dugaan Penistaan Agama Mencuat, Tetangga: Mereka Sudah Pergi

Kondisi Rumah Galihloss Mendadak Sepi Setelah Dugaan Penistaan Agama Mencuat, Tetangga: Mereka Sudah Pergi

Megapolitan
Polisi Temukan 'Tisu Magic' dan Lintah Papua di Kamar Kos Perempuan yang Tewas di Pulau Pari

Polisi Temukan "Tisu Magic" dan Lintah Papua di Kamar Kos Perempuan yang Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Video Pencurian Mesin 'Cup Sealer' di Depok Viral di Media Sosial

Video Pencurian Mesin "Cup Sealer" di Depok Viral di Media Sosial

Megapolitan
Posko Aduan Penonaktifan NIK di Petamburan Beri Sosialisasi Warga

Posko Aduan Penonaktifan NIK di Petamburan Beri Sosialisasi Warga

Megapolitan
Ketua RW Syok Galihloss Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penistaan Agama

Ketua RW Syok Galihloss Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Selain Sepi Pembeli, Alasan Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Pepaya karena Pasokan Berlimpah

Selain Sepi Pembeli, Alasan Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Pepaya karena Pasokan Berlimpah

Megapolitan
SDA DKI Bangun 5 Polder Baru dan Revitalisasi 2 Pompa 'Stasioner' untuk Tanggulangi Banjir

SDA DKI Bangun 5 Polder Baru dan Revitalisasi 2 Pompa "Stasioner" untuk Tanggulangi Banjir

Megapolitan
Gibran Kunjungi Rusun Muara Baru, Warga: Semoga Bisa Teruskan Kinerja Jokowi

Gibran Kunjungi Rusun Muara Baru, Warga: Semoga Bisa Teruskan Kinerja Jokowi

Megapolitan
Kunjungi Rusun Muara Baru, Gibran: Banyak Permasalahan di Sini

Kunjungi Rusun Muara Baru, Gibran: Banyak Permasalahan di Sini

Megapolitan
Sebelum Ditemukan Tewas Dibunuh Tantenya, Bocah 7 Tahun di Tangerang Sempat Hilang

Sebelum Ditemukan Tewas Dibunuh Tantenya, Bocah 7 Tahun di Tangerang Sempat Hilang

Megapolitan
ODGJ Diamankan Usai Mengamuk dan Hampir Tusuk Kakaknya di Cengkareng

ODGJ Diamankan Usai Mengamuk dan Hampir Tusuk Kakaknya di Cengkareng

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke