Seperti yang dikatakan Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono, opsi memperketat kembali PSBB atau lockdown Jakarta merupakan solusi untuk menghentikan lonjakan kasus Covid-19 yang kini terjadi.
"Ini kan ada peningkatan kasus dan enggak bisa disetop karena cara menyetopnya salah. Harusnya lockdown. Solusinya hanya itu," kata Tri, Jumat (18/6/2021).
Sedangkan dari kalangan politisi, wacana rem darurat atau pengetatan datang dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Fraksi Demokrat.
Sekretaris Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Antony Winza mengatakan, Pemprov DKI jangan sampai terlambat melindungi warganya terhadap lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi.
"Segera tarik rem darurat, laksanakan PSBB ketat agar lonjakan kasus Covid-19 bisa diredam, jangan sampai menyesal belakangan," kata Anthony.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta dari F-Demokrat Mujiyono menilai sudah waktunya Jakarta menerapkan PSBB kembali karena lonjakan kasus yang luar biasa.
"Kendalikan penularan Covid-19 melalui pembatasan aktivitas masyarakat secara ketat dengan memberlakukan PSBB," ucap dia.
Pengusaha siap ambil risiko
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta sekaligus Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, pengusaha akan menerima apabila diambil kebijakan pengetatan atau lockdown.
"Jika pemerintah menerapkan PPKM atau PSBB bahkan lockdown, pengusaha pasrah dan akan menerima keputusan tersebut," kata Sarman, Senin (21/6/2021) lalu.
Sarman mengatakan, keputusan tersebut memang sulit baik dari sisi pemerintah maupun pengusaha.
Namun, menurut dia, keselamatan nyawa banyak orang menjadi prioritas tertinggi.
"Sekalipun dampaknya akan memengaruhi kinerja ekonomi kita," ucap Sarman.
Pendapatan surut
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Nasruddin Djoko Surjono mengatakan, semua pihak harus realistis melihat kondisi keuangan Pemda DKI jika ingin menerapkan kebijakan pengetatan PSBB.
"Sebenarnya lockdown (pengetatan pembatasan sosial berskala besar/PSBB) dan tidak ini satu opsi yang harus dipilih. Tapi kalau kita melihat sekarang juga kita harus realistis mengantisipasi penanganan Covid-19 ini," kata Nasruddin, Selasa (22/6/2021).
Nasrudin menjelaskan, saat ini Pemprov DKI Jakarta baru merealisasikan pendapatan asli daerah (PAD) DKI Jakarta 28,27 persen. Padahal saat ini sudah berjalan setengah tahun.
Bahkan jumlah belanja daerah DKI Jakarta lebih besar daripada realisasi pendapatan daerah DKI Jakarta secara keseluruhan.
"Saat ini saya sudah sampaikan, realisasi 2021 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 13 triliun, total pendapatan 19 triliun. PAD (dan) pendapatan transfer dan lain-lain. Belanjanya ini sudah mencapai Rp 20-an triliun," ucap Nasrudin.
Defisit anggaran tersebut harus menjadi pertimbangan memutuskan lockdown atau tidak.
Keuangan DKI yang sedang kempis dibenarkan oleh Mujiyono. Dia menilai capaian pendapatan Jakarta jauh dari target yang semestinya dicapai.
Semester pertama seharusnya pendapatan daerah sudah di atas 40 persen dari target. Namun faktanya hanya 28,27 persen.
"Ya masih jauhlah (dari target), harusnya sudah 45 mau ke 47 persen lah kalau bulan Juni," ucap dia.
Dia meyakini Pemprov DKI tidak memilih opsi PSBB ketat karena pertimbangan anggaran yang tak mencukupi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/06/23/09513331/dilema-wacana-pengetatan-psbb-di-jakarta-pendapatan-daerah-seret-pandemi