Karena itu diperlukan intervensi lebih besar lagi dari pemerintah demi membatasi mobilitas manusia di saat lonjakan kasus Covid-19 berlangsung.
Dalam materi pemaparan itu, Anies menyebut kasus aktif Covid-19 di Jakarta bertambah dua kali lipat setiap delapan hari. Pada 16 Juni misalnya tercatat 20.311 kasus aktif Covid-19 di Jakarta. Delapan hari kemudian, tepatnya 24 Juni, kasus aktif berada di 40.637.
Pada 18 Juni, kasus aktif tercatat 24.511. Pada 26 Juni, jumlahnya menjadi dua kali lipat yaitu 51.434 kasus. Pada 20 Juni angka kasus aktif 30.142. Jumlahnya kemudian melompat jadi dua kali lipat pada 28 Juni, yaitu sebanyak 62.126 kasus.
Terakhir pada 30 Juni angka kasus aktif Covid-19 berada di 70.039. Jumlah tersebut dua kali lipat dibandingkan delapan hari sebelumnya dengan catatan kasus 32.191 kasus.
Belum lagi soal kasus aktif yang sudah melewati puncak gelombang pertama pada 19 Juni lalu. Pada 28 Juni, kasus aktif di Jakarta 230 persen lebih tinggi dibandingkan dengan puncak gelombang pertama.
Tercatat penambahan kasus aktif dalam dua pekan terakhir menembus 47.699 kasus atau dua kali lipat dari puncak kasus aktif gelombang pertama.
Skenario 100.000 kasus aktif
Pemprov DKI Jakarta kini menyiapkan skenario antisipasi jika pasien Covid-19 sudah menembus angka 100.000 orang.
Dalam dokumen pemaparan Pemprov DKI Jakarta itu, poin pertama yang disiapkan adalah rumah sakit kelas A akan dikhususkan sepenuhnya untuk intensive care unit (ICU) Covid-19
Poin kedua, Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet dikhususkan untuk penanganan pasien dengan gejala sedang dan berat.
Ketiga, Anies menginginkan rumah susun diubah menjadi fasilitas isolasi terkendali untuk pasien dengan gejala ringan. Poin ini sudah dikerjakan Pemprov DKI Jakarta dengan menyulap Rumah Susun Nagrak di Cilincing, Jakarta Utara dan Rumah Susun Pasar Rumput di Jakarta Selatan sebagai tempat isolasi.
Kelima, memastikan kebutuhan tenaga kesehatan terpenuhi, termasuk penambahan tenaga kesehatan dari luar DKI Jakarta.
Terakhir, memastikan ketersediaan oksigen, APD, alat kesehatan dan obat-obatan.
Minta mobilitas penduduk dibatasi
Selain menyiapkan skenario tanggap darurat, Anies juga meminta pemerintah pusat membatasi mobilitas warga agar tidak menyebarkan virus corona secara masif. Dia mengatakan, pengetatan harus dilakukan di wilayah Jakarta dan antar wilayah lainnya di Pulau Jawa.
Dia meminta masyarakat bisa berperan aktif melakukan pembatasan mobilitas di masa PPKM darurat nanti.
"Ini adalah ikhtiar penyelamatan, bukan sekadar pembatasan. Jadi, jangan kita mengira pembatasan untuk pembatasan, bukan. Tujuannya adalah penyelamatan," kata Anies, Rabu kemarin.
Anies menilai pengetatan mobilitas harus didukung pemerintah pusat untuk menghentikan lonjakan kasus baru dan menurunkan kasus aktif dengan siklus dua mingguan seperti anjuran para ahli epidemiologi.
Selain meminta pembatasan, Anies juga berharap dukungan penuh pemerintah pusat terkait tenaga kesehatan dan tenaga pendukung.
Tenaga kesehatan di rumah sakit, kata Anies, bisa dipenuhi dari mahasiswa dan dosen yang bergerak di bidang kesehatan.
Selain itu, tenaga tracer profesional lapangan juga dibutuhkan sebanyak 2.156 orang untuk melakukan tracing 15-30 orang per 100.000 penduduk.
Anies juga meminta tambahan tenaga vaksinator sebanyak 5.139 orang. Sebanyak 2.050 di antaranya tenaga kesehatan dan 3.089 orang nontenaga kesehatan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/01/08405351/ancaman-100000-kasus-aktif-covid-19-di-jakarta-dan-fakta-kasus-berlipat