JAKARTA, KOMPAS.com - Dana bantuan sosial (bansos) sangat dinati-nanti oleh warga miskin untuk menyambung hidup, apalagi di masa pandemi yang mengguncang perekonomian banyak pihak.
Hanya saja, masih ada sejumlah oknum nakal yang mengutip dana tersebut. Bansos yang nilainya tidak seberapa, diterima secara tidak utuh oleh warga yang membutuhkan.
Tidak hanya sampai di situ, beberapa warga miskin bahkan tidak bisa menikmati bantuan dari pemerintah karena nama mereka tidak terdata. Di sisi lain, dana tersebut malah jatuh ke tangan warga yang berkecukupan.
Kompas.com merangkum berbagai permasalahan bansos di Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya di sini:
1. Banyak warga miskin tidak terdata di Jakarta
Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Eny Rochayati dalam sebuah diskusi daring mengaku, tidak semua warga miskin Jakarta mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Ini karena pendataan yang bermasalah.
Menurut Eny, perlu keterlibatan dari perwakilan masyarakat dalam mendata warga miskin agar bantuan tersebut tepat sasaran.
“Harapannya, kami ikut terlibat dalam pendataan, bukan ketua RT atau RW saja,” tegasnya.
Ketidakmerataan bansos bisa dilihat salah satunya di RW 019, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.
Ketua RW, Ricardo, mengatakan ada total 1.060 keluarga di kawasan padat penduduk tersebut. Mereka merupakan warga kelas bawah yang bekerja sebagai pemulung, juru parkir, hingga pekerja serabutan.
Meski begitu, dari total 1.060 keluarga, sebanyak sekitar 20 persennya tidak mendapat bantuan sosial, seperti dilansir Kompas.id pada 14 Juli 2021 lalu.
2. Menteri Sosial terima aduan soal pungli bansos di Tangerang
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini melakukan inspeksi mendadak atau sidak penerima bansos di wilayah Tangerang, Rabu (28/7/2021).
Dalam sidak tersebut, Risma menerima aduan adanya pungutan liar (pungli) penyaluran bansos. Seorang penerima bansos di Karang Tengah, Kota Tangerang, mengaku diminta pungli sebesar Rp 50.000 untuk mendapatkan bansos.
Namun, warga tersebut takut untuk membeberkan nama oknum yang melakukan pungli.
Mensos kemudian menjamin bahwa korban akan mendapat perlindungan dari Kepolisian meski membeberkan nama oknum yang melakukan pungli.
"Ini ada Pak Kapolsek, Bareskrim, dampingi saya. Nanti didampingi," kata Risma.
Korban lantas mengatakan, nama oknum yang melakukan pungli sebesar Rp 50.000 itu adalah Maryani.
Aduan tersebut langsung diproses oleh tim Program Keluarga Harapan (PKH) Kota Tangerang.
“Hari ini kami, tim PKH, sedang mendampingi pihak Kemensos ke lokasi,” ujar Koordinator Tim PKH Kota Tangerang Muhidin, Kamis.
Mensos Risma menegaskan bahwa keluarga penerima bansos memiliki hak sepenuhnya atas bantuan dari pemerintah. Tidak ada oknum yang boleh memangkas atau mengambil sebagian dari bantuan tersebut.
Risma meminta para penerima bansos yang merasakan pungli untuk segera melapor kepada pemerintah.
"Tolong bantu kami untuk mengetahui apakah ada pemotongan atau tidak, kalau gini-gini terus tidak bisa selesai urusannya, kapan warga mau bisa sejahtera!" tutur mantan Wali Kota Surabaya itu.
3. Kabar viral dari Depok soal bansos yang dipotong untuk servis ambulans
Kabar soal pungutan liar juga datang dari Depok. Kali ini pungli terjadi di RW 05 Kelurahan Beji, Depok.
Seorang warga mengaku dana bantuan yang ia terima tidak utuh. Pemotongan sebesar Rp 50.000 dilakukan oleh perangkat kelurahan.
Katanya uang tersebut akan digunakan untuk servis ambulans bersama yang sedang rusak.
Karena kabar tersebut viral dan menimbulkan kehebohan, Ketua RW 05 Kelurahan Beji, Sukeri, mengaku akan mengambalikan uang yang telah diambil dari penerima bansos.
"Karena turun mesin, perlu biaya cukup banyak. Jadi, bukan pemotongan, apalagi (disebut-sebut) untuk bensin yang tidak seberapa. Ini untuk donasi operasional ambulans kita yang turun mesin," ujar Sukeri.
Total, Sukeri mengeklaim, biaya yang diperlukan mencapai Rp 7 juta. Ia merinci beberapa suku cadang yang mesti diganti, seperti as kruk, seher, mounting mesin, aki, dan sederet suku cadang lain.
Ia mengaku bahwa keputusan memungut donasi dari BST warga sebesar Rp 50.000 per penerima sudah disepakati sebelumnya oleh para Ketua RT dan tokoh setempat.
"Ini karena kami (dalam keadaan) darurat, punya ambulans yang operasionalnya padat. Tapi kalau memang mekanismenya begitu, kami ikuti aturan (untuk kembalikan bansos warga),” sebutnya.
Bukan hanya di RW 05 Kelurahan Beji, kabar pemotongan atau pungutan bansos tunai juga dilaporkan sejumlah Depok di wilayah lain melalui media sosial.
Pada akun @infodepok_id, misalnya, warga menyebut bahwa potongan bervariasi antarwilayah, mulai dari Rp 30.000 sampai Rp 50.000.
4. Bansos tidak tepat sasaran di Bekasi
Warga yang telah meninggal hingga keluarga dengan ekonomi mampu dilaporkan masih menerima bantuan sosial (bansos) di Kota Bekasi.
Sejumlah pengurus wilayah di Kota Bekasi mengaku sudah berupaya memperbarui data warga penerima bansos agar bantuan itu tepat sasaran. Data penerima bansos yang turun dari Kementerian Sosial tak kunjung diperbarui, Kompas.id melaporkan.
Ketua RW 011 Kelurahan Jatimekar, Jatiasih, Kota Bekasi, Samsudin mengatakan, ada 440 keluarga yang akan mendapat bantuan sosial tunai (BST) Rp 600.000 dan bantuan beras 10 kilogram per keluarga.
”Dari undangan yang kami terima, data orang yang meninggal masih dapat. Bahkan, orang yang meninggal ini sudah dari lima tahun yang lalu. Dari 440 keluarga ini, berdasarkan catatan kami, ada 7 orang yang sudah meninggal dan ada juga 30 keluarga yang sangat layak secara ekonomi juga dapat bantuan sosial tunai,” kata Samsudin, Rabu (28/7/2021).
Menurutnya, data warga penerima bansos berbeda dengan pembaruan data dari pihak RW.
Padahal, pihak RW sudah tiga kali melakukan pembaruan data untuk memastikan bantuan sosial dari pemerintah bisa menyentuh warga miskin.
”Jadi, data yang dipakai ini mirip dengan data pemilu. Setiap tahun kami disuruh pembaruan-pembaruan, tetapi tetap saja muncul data yang kami tidak paham,” kata Samsudin.
Ketua RW 010 Kelurahan Perwira, Kecataman Bekasi Utara, Sobirin juga mengeluhkan hal serupa. Di wilayahnya, sebagian warga penerima BST merupakan keluarga dari kalangan mampu.
”Kepada yang memegang wewenang atau kebijakan untuk BST, saya mohon dicek kembali. Sebab, yang menerima itu, bahasanya orang mampu, ada yang punya kendaraan dan lain sebagainya. Enggak usah saya sebutkan, intinya mampu,” katanya.
Sobirin mengaku sudah pernah mengajukan koreksi data penerima bansos. Tetapi, yang menerima tetap orang-orang yang dulu terdata.
(Kompas.com: Muhammad Naufal, Vitorio Mantalean/ Kompas.id: Stefanus Ato)
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/30/08055781/dari-pungli-hingga-salah-sasaran-penerima-ini-ragam-masalah-bansos-di