Dugaan pungli itu mencuat setelah pengamat kebijakan publik Azas Tigor Nainggolan dan rekannya menjadi korban pada Senin (2/8/2021).
Saat itu Tigor dan rekannya datang dengan dua mobil dan memarkirkan kendaraan di lokasi itu, tepatnya di depan Bakoel Koffie.
Di tempat itu, Pemprov DKI sudah mengatur sistem parkir dengan mesin yang pembayarannya menggunakan kartu elektronik. Namun, Tigor dan rekannya justru ditawari untuk membayar dengan cash atau secara tunai oleh juru parkir.
Tigor mengatakan, pengguna parkir memang boleh saja membayar secara cash jika tak punya kartu elektronik. Namun, juru parkir tetap harus melakukan tap di mesin parkir dengan kartu miliknya sebelum menerima pembayaran secara tunai.
Pada kenyataannya, prosedur itu tak dilakukan. Juru parkir berseragam itu langsung menerima uang tunai dari teman Tigor tanpa melakukan tap di mesin.
"Kalau seperti itu kan transaksinya jadi tidak tercatat. Bisa saja masuk ke kantong pribadi juru parkir itu," kata Tigor saat dihubungi, Selasa (3/7/2021).
"Saya tanya ke juru parkir apakah dia enggak punya kartu, dia diam saja," sambung Tigor.
Saat menyadari ada yang tidak beres, Tigor pun menolak untuk mengikuti rekannya membayar secara tunai. Tigor memilih mengisi terlebih dahulu saldo di kartu elektronik miliknya agar bisa membayar melalui mesin parkir.
"Si jukir kelihatannya kecewa dan marah karena saya membayar dengan kartu dan tidak mau bayar tunai. Saya katakan kalau saya diminta bayar tunai berarti itu pungli," kata Tigor.
Tigor juga menyoroti mekanisme pencatatan waktu pakir oleh jukir tersebut. Jukir itu mengaku mencatat secara manual jam kedatangan dan menyatakan bahwa Tigor dan rekannya telah parkir selama lima jam. Padahal, Tigor menyebut ia parkir hanya tiga jam.
"Seharusnya ketika kami masuk, kami diarahkan untuk lakukan taping masuk dulu. Jadi tercatat secara akurat," kata Tigor.
Selain menceritakan kejadian ini di sosial medianya, Tigor juga mengaku telah melaporkan ke Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Ia berharap segera ada tindakan yang dilakukan Pemprov DKI terkait masalah parkir itu.
Ia menilai harus ada solusi menyeluruh agar Pemprov DKI Jakarta bisa mendapat pemasukan optimal dari parkir resmi.
"Parkir ini uangnya gede loh, perhitungan saya dari pakrir saja Jakarta itu bisa sampai satu triliun loh per tahun. Saya pernah bikin studi," ujarnya.
Tanggapan Dishub DKI
Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta langsung menyelidiki dugaan pungutan liar yang terjadi di Cikini itu.
Kepala UP Perparkiran Aji Kusambarto mengaku ia sudah mendapat informasi mengenai dugaan pungli yang dialami oleh Tigor.
"Saya sudah dapat infonya juga segera kami tindaklanjuti," kata Aji, Selasa.
Aji menyatakan, jukir (juru parkir) di Jalan Cikini Raya harusnya melakukan setiap transaksi di mesin yang telah disiapkan dengan menggunakan kartu elektronik. Taping di mesin dilakukan saat pengguna parkiran tiba serta pada saat keluar area parkiran.
Jika pengguna parkiran tak mempunyai kartu elektronik, pengguna parkir bisa membayar secara tunai. Namun taping di mesin tetap harus dilakukan menggunakan kartu milik juru parkir.
"Harusnya pakai kartu jukirnya dulu, karena jukir pasti punya kartu cadangan," kata dia.
Aji menyatakan pihaknya sudah mendapatkan identitas juru parkir yang diduga melakukan pungli tersebut. Pihaknya juga akan meminta klarifikasi dari jukir tersebut.
"Kalau memang terjadi seperti itu yang dimaksud, kalau enggak sesuai prosedur, kami akan berikan sanksi. Bisa berupa teguran sampai pemecatan," kata Aji
"Ini sama saja menjelekkan nama kami kalau seperti itu," sambungnya.
Ia juga memastikan ke depan UP Perparkiran Dishub DKI akan memperketat pengawasan di seluruh area yang sudah menggunakan sistem mesin parkir.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/04/08205571/dugaan-pungli-parkir-di-cikini-dan-respons-dishub-dki-jakarta