JAKARTA, KOMPAS.com- Seorang dokter internship menceritakan keadaan yang dialami dirinya dan teman-teman sejawadnya dalam peperangan pandemi Covid-19 ini.
Sebut saja Mawar, seorang dokter internship angkatan 2020 ini mengaku harus mengikhlaskan keadaan yang dialami teman-teman seperjuangannya.
Mawar bercerita seorang dokter internship seperti dirinya diberi honor sebesar Rp 3.150.000 per bulan.
Honor tersebut diakuinya sangat tidak cukup untuk menunjang kebutuhan hidup para internship.
"Banyak internship yang terpaksa ditugaskan di daerah yang jauh. Dia butuh untuk biaya kosan, makan, transportasi, dan bahkan alat perlindungan diri (APD) " ungkap Mawar.
Mawar mengatakan, banyak tenaga kesehatan yang harus membeli APD sendiri karena tempatnya bertugas tidak tersedia fasilitas tersebut.
"Di tempat saya, hanya seminggu pertama diberikan hazmat, berikutnya pihak rumah sakit bilang tidak lagi bisa mensuport, hanya ada jas hujan. Alhasil kami beli hazmat sendiri meskipun yang jenis hazmat reuseable," jelas dia.
Meski demikian, Mawar mengaku bersyukur. Pemerintah masih memberikan insentif bagi dokter internship dalam pelayanan pandemi Covid-19.
"Insentif itu sangat membantu. Tapi besarannya tidak jelas. Selain itu ada banyak kerumitan di belakangnya," ujar Mawar.
Jaga 24 jam
Seperti diketahui, keadaan fasilitas kesehatan di Indonesia khususnya di Jakarta sempat overload.
Mawar mengaku, memang para tenaga kesehatan memiliki jadwal kerja yang mengatur waktu bekerja dan istirahat mereka.
"Kami memiliki jatah maksimal kerja 40 jam seminggu, jadi seperti 1 shift kerja itu 8 jam, dikali 5 hari, " ungkap Mawar.
Namun di beberapa situasi, seperti ketika ada dokter internship yang terpapar Covid-19, beberapa dokter internship lain harus mengcover kekosongan dan terpaksa bekerja melebihi jatah beban kerja, bahkan hingga 24 jam.
"Ada teman saya, dia harus mengcover kekosongan akibat ada dokter internship lainnya yang terpapar Covid-19. Dia jadi harus berjaga 24 jam," ungkapnya.
Namun hal ini, menurutnya, tidak terjadi di semua rumah sakit. Misalnya di rumah sakit tempat dia bekerja. Jika ada dokter internship yang terpapar, maka posisi itu dibiarkan kosong dan dokter umum diminta berjaga sendirian.
Masalah bekerja melebihi batas waktu tersebut, lanjut Mawar, semakin parah ketika gerakan vaksin digencarkan.
"Saat ini kita sedang gencar vaksin. Teman saya bahkan sempat tidak memiliki jadwal istirahat. Setelah berjaga 24 jam, besoknya vaksin, besoknya jaga 24 jam lagi," kata dia.
Mawar mengaku sedih dengan keadaan tersebut. Sebab, dokter internship seperti dirinya hanya bisa pasrah dengan beban keena yang suka tidak masuk akal tersebut.
"Kami tidak berani protes juga. Karena kami juga kan sedang dinilai. Takutnya nanti kami diberi prolonged, " curhat dia.
Lebih jauh, ia pun mengerti dengan keadaan yang sedang genting saat ini. Namun, ia berharap ada lebih banyak perhatian untuk para tenag kesehatan yang bekerja di garda terdepan sekaligus paling belakang di peperangan melawan Covid-19.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/05/17155161/cerita-dokter-internship-bergaji-rp-3-juta-saat-pandemi-beli-apd-sendiri