Salin Artikel

Polusi Udara di Jakarta Justru Memburuk Selama PPKM Darurat dan Level 4, Mengapa?

JAKARTA, KOMPAS.com - Polusi udara di wilayah Jakarta dilaporkan justru semakin memburuk ketika masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan Level 4.

Bondan Andriyanu dari Greenpeace Indonesia membandingkan data yang didapat dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada Juni dan Juli 2021.

Diketahui, berdasarkan status Baku Mutu Udara Ambient (BMUA) PM 2,5 di stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) milik DKI dan US Embassy, kandungan polusi udara pada Juli 2021 lebih tinggi dibandingkan Juni 2021.

"Sepanjang bulan Juli menunjukkan peningkatan hingga 4-6 kali lipat dibanding pada bulan Juni,” ujar Bondan dalam Media Briefing Koalisi Ibukota, Selasa (10/8/2021).

Dari data tersebut, lanjut Bondan, terlihat juga bahwa konsentrasi PM 2.5 saat PPKM Darurat masih lebih tinggi dibandingkan saat diberlakukannya PPKM Mikro.

Peran curah hujan

Ia menjelaskan, hal menarik terjadi pada kandungan PM 2,5 di titik Bundaran HI. Berdasarkan data, kandungan PM 2,5 pada Juli 2021 lebih rendah dibandingkan Juli 2019.

Namun, angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan Juni 2021.

"Hal tersebut terjadi akibat curah hujan di titik Bundaran HI pada Juni 2021 lebih tinggi dibandingkan Juli 2021," kata dia

Sehingga, lanjut Bondan, ini dapat membantu pencucian atau peluruhan partikel halus di udara.

"Tapi secara sekilas memang polusi udara di jakarta ini sangat erat faktor cuacanya, di mana ketika tidak ada hujan polusi udara meningkat, namun ketika terjadi hujan polutan tercuci, " lanjut dia.

Selain itu, Bondan menjelaskan, faktor mobilitas warga juga disebut mengambil peranan dalam mengurangi tingkat polusi udara.

"Dikatakan di web DLH DKI Jakarta, selama PPKM Darurat dilaporkan terjadi penurunan mobilitas transportasi umum, perbelanjaan, dan perkantoran di sekitar Bundaran HI, " lanjut dia.

Di sisi lain, di titik permukiman seperti Jagakarsa, Kelapa Gading, Lubang Buaya dan Kebon Jeruk, terjadi penurunan kualitas udara di masa PPKM Darurat.

Perlu riset khusus

Selain itu, Bondan mengaku masih memerlukan riset khusus untuk memastikan dari mana sumber polutan di Jakarta.

"Karena, bisa jadi polutan yang ada di DKI Jakarta adalah kiriman dari daerah lain," kata dia.

"Karena kalau kita bicara tentang penanganan polusi udara itu harus ada data saintifik. Harusnya butuh data official riset emission inventory sehingga kita bisa tau sumber polutan nya ini dari mana," tambahnya.

Bondan juga menilai, pemerintah sudah seharusnya membuka data konsentrasi dari Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) ke publik secara berkala dengan real time.

Jumlah SPKU juga harus diperbanyak yakni menjadi 10 alat pemantau untuk setiap 3 Juta populasi.

“Ini pun seharusnya berlaku untuk semua kota dan daerah, bukan hanya menjadi beban DKI Jakarta,” tutur dia.

“Lebih penting lagi adalah pengakuan dari pemerintah bahwa udara DKI Jakarta sudah tercemar dan melebihi BMUA. Perlu langkah nyata untuk mengendalikan sumber pencemar udara secara menyeluruh dan lintas batas yang berdasar pada data saintifik,” tutup Bondan.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/10/18242121/polusi-udara-di-jakarta-justru-memburuk-selama-ppkm-darurat-dan-level-4

Terkini Lainnya

Ratusan Orang Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Ratusan Orang Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Megapolitan
Sejumlah Tokoh Bakal Berebut Tiket Pencalonan Wali Kota Bogor Lewat Gerindra

Sejumlah Tokoh Bakal Berebut Tiket Pencalonan Wali Kota Bogor Lewat Gerindra

Megapolitan
Alasan Warga Masih 'Numpang' KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Alasan Warga Masih "Numpang" KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Megapolitan
Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Megapolitan
NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

Megapolitan
Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Megapolitan
Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Megapolitan
Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Megapolitan
Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Megapolitan
Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke