Salin Artikel

Larang Sepeda Melintas di Jalur Ganjil Genap, Polda Metro Dinilai Diskriminatif

Sebab, pesepeda otomatis terkena larangan melintas di ketiga jalur utama Ibu Kota itu setiap hari.

Pengendara motor tetap bisa melintas setiap hari. Sementara pengendara mobil bisa melintas sesuai dengan nomor pelatnya.

“Ini kan ganjil genap, kalau untuk mobil, berarti besoknya masih bisa dipakai, terus kalau untuk orang yang kendaraannya hanya sepeda saja bagaimana?" ujar Sahroni dalam keterangan tertulis, Jumat (27/8/2021).

Sahroni menilai, kebijakan ini tidak adil khususnya bagi warga yang sehari-harinya menggunakan sepeda untuk beraktivitas.

Ia mencontohkan pedagang kopi keliling atau biasa diplesetkan sebagai starling, yang sehari-harinya menjajakan minuman dengan menggunakan sepeda.

Selain itu, pekerja kantoran yang kerap ke kantor naik sepeda juga akan terkena imbasnya.

"Kan kasihan orang-orang yang aktivitas hariannya menggunakan sepeda, seperti pedagang kopi keliling dan orang-orang yang berkantor naik sepeda untuk alasan lingkungan. Jadi menurut saya aturan ini diskriminatif,” kata politisi Partai Nasdem ini.

Sahroni juga menilai alasan Polda Metro melarang sepeda melintas untuk mencegah kerumunan tidak masuk akal.

Pembina komunitas sepeda ASC Cycling ini meyakini kerumunan tidak akan terjadi karena jumlah warga yang bersepeda untuk ke kantor tidak terlalu banyak.

"Kemarin ketum Bike to Work juga sudah sempat menyampaikan keberatannya terkait kebijakan ini, dan menurut saya protes yang mereka sampaikan sangat masuk akal dan beralasan," ucapnya.

Oleh karena itu, Sahroni meminta Polda Metro Jaya untuk mempertimbangkan ulang kebijakannya melarang sepeda melintas di jalur ganjil genap.

"Sebaiknya Dirlantas mendengar masukan-masukan yang disampaikan langsung oleh masyarakat ataupun mereka-mereka yang menggunakan sepeda sebagai kendaraan utama,” ujar Sahroni.

Ditlantas Polda Metro Jaya sebelumnya memastikan belum mengizinkan para pesepeda melintasi jalan yang saat ini diberlakukan sistem ganjil genap di Jakarta.

Ada tiga titik yang diberlakukan aturan ganjil genap saat PPKM level 3, yakni Jalan Sudirman, MH Thamrin dan Rasuna Said.

Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo menjelaskan, pesepeda belum diizinkan melintas ketiga ruas tersebut karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kerumunan sehingga memincu penularan Covid-19.

Lalu, mengapa pesepeda yang hendak menuju kantor juga dilarang melintas, meski gowes sendirian?

"Kalau bike to work diloloskan ada kecemburuan antara bike to sport. Sementara kalau satu diloloskan nanti yang lain ikut semua," jawab Sambodo.

Sambodo menegaskan, meski Jakarta telah melewati gelombang kedua penyebaran Covid-19, masyarakat diminta tidak boleh lengah dan tetap mematuhi protokol kesehatan.

"Kita tidak mau (gelombang tiga) itu terjadi. Oleh sebab itu segala macam kegiatan dan aktivitas yang berpotensi menimbulkan kerumunan harus kita hindari," kata Sambodo.

Diprotes komunitas bike to work

Komunitas warga yang bersepeda ke kantor atau Bike to Work (B2W) sebelumnya mempertanyakan mengapa pesepeda belum boleh melintasi Jalan Sudirman-Thamrin selama PPKM.

Komunitas menilai aturan tersebut menyulitkan warga yang hendak gowes saat pergi dan pulang kerja.

"Ada sesuatu yang cukup mengusik rasa keadilan ketika ada warga yang ingin ke kantor dengan mengendarai sepeda, ternyata malah tidak diperbolehkan melintas," kata Ketua Umum B2W Indonesia Fahmi Saimima dalam keterangan tertulis, Selasa (24/8/2021).

Fahmi menegaskan, secara hitungan sederhana saja, bersepeda itu sangat menguntungkan bagi manusia, alam dan perekonomian.

Bersepeda baik dari sisi kesehatan dan juga bisa menekan biaya operasional.

"Rasanya kurang tepat juga kalau sepeda tak boleh melintas di jalur utama seperti jalan Sudirman-Thamrin. Padahal banyak juga mereka yang berkantor di sana," ujar Fahmi.

Fahmi menyinggung pernyataan polisi bahwa larangan itu untuk mencegah terjadi kerumunan masyarakat.

"Dari situ saya beranggapan hanya yang akan berolahraga secara bergerombol yang sebenarnya dilarang. Tapi bagi individu yang cuma sendirian gowes, masa sih harus diperlakukan sama?" kata dia.

"Bagaimana dengan para abang starling (ungkapan untuk menyebut para pedagang kopi/teh yang berkeliling menggunakan sepeda), apakah dilarang juga?" sambung Fahmi.

Eko Widodo, salah seorang karyawan di Jakarta mempertanyakan mengapa aparat melarang semua pesepeda melintas di jalur sepeda Sudirman-Thamrin.

Padahal, ia menggunakan sepeda untuk menuju kantor di daerah Kebon Sirih, Jakarta.

Sejak tahun lalu, ia tidak pernah dilarang melintas Sudirman-Thamrin ketika menuju kantor maupun pulang ke rumah di wilayah Bintaro.

Namun, pada Minggu lalu, ia sampai tiga kali dicegat petugas ketika hendak melintas Jalan Sudirman.

Gara-gara tindakan polisi tersebut, Dodo akhirnya mengubah rute gowes B2W pada Senin keesokan harinya. Dampaknya, rutenya menjadi lebih jauh.

Dodo masih tidak mengerti mengapa aparat pemerintah mempersulit pekerja gowes menuju kantor.

Ia mengingatkan aparat untuk tidak memandang pesepeda hanya orang yang berolahraga. Banyak pekerja yang mobilitasnya menggunakan sepeda.

"Motor boleh, mobil boleh, tapi sepeda ngga boleh, sama-sama ke kantor, lucu lah. Orientasinya transportasi bermotor, ngga mikirin sepeda," kata dia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/27/13030881/larang-sepeda-melintas-di-jalur-ganjil-genap-polda-metro-dinilai

Terkini Lainnya

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke