JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar menilai polisi harusnya bisa memproses hukum petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang melakukan pemerasan terhadap sopir bus.
"Perbuatan itu sebenarnya perbuatan kriminal karena petugas itu memeras sopir bus. Itu bisa dibilang sebagai kejahatan," kata Abdul Fickar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/9/2021).
Abdul Fickar pun menilai pihak kepolisian bisa melakukan penindakan tanpa harus menunggu sopir bus menyampaikan laporan resmi. Sebab, kasus ini tidak termasuk delik aduan. Apalagi, kasus ini juga sudah diberitakan oleh media dan mendapatkan sorotan masyarakat.
"Kalau polisi tahu harusnya polisi bisa langsung masuk. Delik umum itu begitu. Pemerasan itu delik umum," katanya.
Ia menyebut polisi bisa menggunakan Pasal 368 dan 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menjerat pelaku.
"Walaupun secara internal dia sudah dihukum oleh Dishub, ada hukuman disiplin, tapi polisi tetap bisa masuk," ujar Fickar.
Kasus pemerasan ini awalnya terungkap dari Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan. Tigor mengungkapkan, peristiwa pemerasan pada sopir bus itu terjadi pada Selasa (7/9/2021) lalu.
Bus itu mengangkut warga berangkat dari Kampung Penas, Jakarta Timur menuju Sentra Vaksin di Sheraton Media Hotel Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Namun bus disetop oleh petugas dishub Jakarta sekitar jam 09.08 wib di depan ITC Cempaka Mas.
"Bus disetop paksa oleh petugas Dishub Jakarta dan diperas diminta uang oleh petugas Dishub Jakarta," kata Tigor.
Tigor mengetahui kejadian ini dari salah satu anggota Fakta yang mendampingi warga di bus tersebut.
Ada dua petugas dishub yang menyetop bus tersebut berinisial SG dan H. Mereka awalnya bertanya mengenai kelengkapan surat-surat, lalu kemudian meminta uang damai.
"Kedua petugas memaksa dan sopir memberikan uang Rp 500.000 baru mereka pergi meninggalkan rombongan kami," ujarnya.
Dinas Perhubungan DKI telah memeriksa kedua petugas itu dan menyatakan keduanya terbukti telah melakukan pemerasan terhadap sopir bus.
Dishub menjatuhkan sanksi pemotongan tunjangan kinerja daerah (TKD) sebesar 30 persen selama 9 bulan kepada dua oknum tersebut.
Ada juga sanksi lainnya adalah berupa penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun. Kedua petugas itu juga dipindahkan ke tempat tugas yang tidak bersinggungan langsung dengan masyarakat.
Namun, Tigor menilai sanksi yang dijatuhkan Dishub terlalu ringan. Ia menilai harusnya kedua petugas itu dipecat. Tigor juga meminta Satgas Sapu Bersih Pungli atau polisi turun tangan untuk menjerat kedua pelaku pemerasan dengan sanksi pidana.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/09/10/13155841/pakar-hukum-polisi-bisa-tindak-petugas-dishub-dki-yang-memeras-sopir-bus