"Pandemi berakhir masih bisa paling cepat, mungkin awal tahun depan," kata Ngabila dalam diskusi virtual, Selasa (14/9/2021).
Meski ada kemungkinan berakhir pada awal tahun depan, Ngabila menyebut, setiap orang harus berpikir Covid-19 akan selalu ada.
Sementara pemerintah harus tetap melakukan tracing, tracking dan treathment.
"Tapi sesudah itu kita memang benar-benar harus berpikir Covid-19 ini tetap selalu ada dan kita harus tetap melakukan 3T tadi," kata dia.
Seiring dengan penelitian yang terus dikembangkan di seluruh dunia, Ngabila yakin ke depan ada vaksinasi yang lebih ampuh dibandingkan saat ini.
"Tetapi selama covid-19 masih bisa membuat orang meninggal, walaupun orang meninggal jumlahnya sudah sedikit secara statistik, tapi kita nggak pernah tahu ini akan membuat meninggal pada orang seperti apa," ujar Ngabila.
Selain itu, fenomena long Covid-19 juga harus diwaspadai saat pandemi Covid-19 berakhir.
Fenomena long Covid-19 ini bisa menjadi masalah baru seperti depresi dan burn out bagi sebagian orang yang menjadi penyintas Covid-19.
"Beberapa teman-teman saya yang positif sesudah sembuh long covid-nya justru jadi pasien psikiater, depresi punya gangguan tidur. Jadi walaupun pandeminya berakhir, kita masuk ke fase endemis tetapi long Covid-19 bisa jadi ancaman, baik itu secara psikis maupun fisik," ujar dia.
Data teranyar kasus Covid-19 di Jakarta yang disampaikan Selasa ini, total sebanyak 855.119 kasus.
Rinciannya 838.306 kasus sembuh, 12.445 meninggal dunia dan 3.368 masih aktif dalam perawatan.
Sementara itu, vaksinasi Covid-19 masih terus dilakukan. Berdasarkan data kependudukan, sekitar 2,5 juta warga Jakarta belum ikut vaksinasi.
"Masih ada 2,5 juta orang DKI yang enggak tau ngumpet di mana ini belum divaksin, saya juga bingung ini," kata Ngabila.
Menurut Ngabila, 2,5 juta orang tersebut memiliki banyak kemungkinan belum mendapatkan vaksinasi.
Mereka bisa jadi merupakan penyintas Covid-19 yang masih dalam masa tenggat 3 bulan sebelum diizinkan menjalani vaksinasi.
"Lalu juga dia takut nggak mau divaksin, merasa vaksin itu nggak manjur, merasa vaksin itu nanti ada efek samping, merasa pengen merek-merek tertentu," ujar Ngabila.
Selain masalah di atas, Ngabila berujar, masalah data kependudukan bisa menjadi salah satu penyebab angka 2,5 juta ini tak kunjung berkurang.
"Karena bisa jadi sebenarnya orangnya sudah pindah tapi masih kependudukan di DKI," ujar dia.
Ngabila masih menyayangkan mereka yang enggan divaksin karena pilih-pilih merek vaksin yang tersedia.
Padahal saat ini di DKI Jakarta sudah tersedia empat vaksin Covid-19 untuk vaksinasi gratis, yaitu Sinovac, AstraZeneca, Pfizer dan Moderna.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga seringkali mengkampanyekan merek vaksin yang tersedia di depan mata adalah vaksin yang terbaik yang digunakan saat ini.
"Tidak ada alasan lagi untuk tidak divaksin, sudah ada Pfizer untuk komorbid berat, sudah ada Moderna untuk gangguan imun yang diharapkan lebih aman," kata dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/09/14/19325311/dinkes-dki-pandemi-covid-19-di-jakarta-berakhir-paling-cepat-awal-2022