Sementara hingga kini masih belum jelas dukungan parpol untuk Anies jika maju Pilpres 2024.
"Suka tidak suka, negara ini rezim partai politik," kata analis politik UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno kepada Kompas.com.
"Untuk menjadi seorang kandidat capres, terlebih dulu harus bisa menggenapi ambang batas presiden (presidential threshold) 20 persen dukungan dari partai atau gabungan partai politik," ia menjelaskan.
Presidential threshold 20 persen ini merupakan syarat untuk mencalonkan presiden di Indonesia.
Artinya, calon presiden-wakil presiden hanya bisa diusung oleh partai politik dengan 20 persen kursi di parlemen.
Jika kursi yang dimiliki partai politik tak mencapai 20 persen, maka partai politik tersebut mesti berkoalisi dengan partai lain hingga jumlah kursinya mencukupi, baru dapat mengusung pasangan capres-cawapres.
Elektabilitas dan popularitas Anies yang cukup unggul saat ini dinilai bukan jaminan ia akan dengan mudah menggaet dukungan partai politik.
Terlebih, saat ini masing-masing partai politik mulai mengapungkan nama elitenya sebagai kandidat calon presiden.
Sebut saja Gerindra yang akan mengusung kembali Prabowo Subianto sebagai capres untuk kali keempat.
Golkar yang menjagokan Airlangga Hartarto atau PDI-P dengan Puan Maharani.
"Sejauh ini Anies kan agak sepi dukungan politik dari partai. Paling mungkin hanya PKS, yang sedang mengetes pasar. Tapi, kan PKS juga mau Ketua Majelis Syura mereka, Salim Segaf Aljufri, maju," lanjut Adi.
"Makanya saya sebut pencapresan Anies 2024 gelap gulita, kecenderungan parpol ini mengusung kader mereka untuk pilpres," tutupnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/10/14/14153221/pencapresan-anies-2024-masih-gelap-gulita