Lebih spesifik lagi, lokasi rawan banjir itu berada di RW 04 dan 05 Kampung Melayu atau biasa yang disebut daerah Kebon Pala, dan di RW 04 Cipinang Melayu. Lokasi-lokasi itu memiliki ketinggian tanah yang rendah dan berbatasan langsung dengan aliran sungai besar.
Permukiman warga RW 04 dan 05 Kampung Melayu berbatasan langsung dengan Kali Ciliwung. Sementara wilayah RW 04 Cipinang Melayu dialiri Kali Sunter.
Ketika sungai itu meluap dan berstatus siaga 1 atau 2, banjir tinggal menunggu waktu. Terlepas dari curah hujan lokal di daerah itu tinggi atau tidak.
Terbaru, banjir kiriman terjadi di wilayah RW 04 Cipinang Melayu, Senin (1/11/2021) sore. Ketinggian air bervariasi, dari 40 sentimeter hingga 1,5 meter. Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Yusmada Faizal Samad mengatakan, banjir itu akibat luapan Kali Sunter.
Ketinggian air di pos pantau Sunter Hulu mulai naik pada Senin pukul 12.00 WIB, dari siaga 4 menjadi siaga 3. Pada pukul 15.00 WIB, pos pantau berstatus siaga 1.
"Siaga 1 itu selama tiga jam," kata Yusmada di lokasi.
Di Kampung Melayu, banjir terakhir menggenang wilayah Kebon Pala pada Senin dini hari lalu juga. Ketinggian banjir 40 sentimeter.
Satu hari sebelumnya, Minggu (31/10/2021), di wilayah sama, banjir juga terjadi dengan ketinggian air mencapai 70 sentimeter. Sementara pada 29 Oktober, ketinggian air mencapai 1,3 meter. Luapan Kali Ciliwung menjadi faktor dominan penyebab terjadinya banjir.
Penanganan banjir Kampung Melayu
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Pemerintah Kota Jakarta Timur merenovasi puluhan rumah di Kampung Melayu menjadi rumah panggung agar tak lagi tergenang banjir.
Rumah panggung itu selesai dibangun dan diresmikan pada Juni 2021. Namun, saat banjir hari Minggu lalu, rumah-rumah panggung itu ikut terendam.
Ketua RT 13 RW 04 Kampung Melayu, Sanusi mengatakan, rumah panggung dapat mengurangi dampak banjir meski ikut terendam.
"Dulu sebelum renovasi, kalau siaga 3, banjir sudah selutut. Sekarang beda, siaga 3 paling sebetis," kata Sanusi, Selasa lalu.
Selain rumah panggung, proyek normalisasi Kali Ciliwung juga menjadi bagian dari program untuk mengatasi banjir di Kampung Melayu. Namun, belakangan, pembebasan lahan untuk proyek normalisasi itu terhambat.
Aput (64), warga bantaran Kali Ciliwung wilayah Kampung Melayu, mengaku belum mendapatkan kabar soal pembebasan lahan. Ia tak tahu kapan penggusuran dilakukan, terlebih ihwal uang ganti rugi.
"Belum ada kabar. Belum tahu dipindah atau ganti rugi atau gimana," kata Aput saat ditemui di bantaran Kali Ciliwung, Senin.
Aput hanya berserah kepada pemerintah soal keputusan terbaik.
"Apa yang dikehendaki pemerintah, kami sebagai warga menaati peraturan pemerintah," ujar dia.
Namun, Aput berharap, keputusan atau peraturan pemerintah nantinya juga harus menimbang aspek hak asasi manusia (HAM).
"Kalau banjir, kami nggak mengharapkan sembako, tetapi mengharapkan hati," kata Aput sembari tertawa.
Pembebasan lahan terkait proyek normalisasi Kali Ciliwung menemui kendala pembebasan lahan. Hal seperti itu misalnya terjadi di wilayah Bidara Cina, Jatinegara pada proyek pembangunan sodetan yang akan menghubungkan Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur (LBT).
Penetapan lokasi (penlok) proyek sodetan berpindah dari semula di RW 04 ke RW 05.
Yusmada Faizal tidak menampik, penlok proyek yang sempat terhenti pada 2015 itu berpindah karena masalah lahan.
"Ada persoalan lahan sehingga Kementerian (PUPR) memindahkan lokasi," kata Yusmada saat ditemui di Cipinang Melayu, Senin malam.
Namun, ia tidak merinci masalah lahan yang berakibat penlok dipindah. Yusmada hanya mengatakan, proses pengerjaan normalisasi di Bidara Cina kini sudah dilakukan.
"Sudah dalam pelaksanaan oleh Kementerian PUPR. Pengerjaan menggunakan APBN," kata dia.
Aliran Kali Sunter ditahan di waduk itu agar tidak meluap di saluran penghubung (PHB) Sulaeman yang berada di wilayah RW 03 dan 04 Cipinang Melayu.
Menjelang musim hujan, Pemkot Jakarta Timur sebenarnya sudah mengeruk dan menyodet Waduk Tiu.
"Alat berat ada tiga, semuanya berfungsi dengan baik. Selain pengerukan, ada pembuatan sodetan dengan panjang 13 meter dari Waduk Tiu ke Kali Cipinang menuju Kali Sunter," ujar Wali Kota Jakarta Timur, M Anwar, pada 15 September lalu.
Anwar menambahkan, tujuan penyodetan itu adalah ketika waduk dikuras, buangan air mengalir ke Kali Sunter. Kemudian ketika Jakarta sedang hujan, pintu air ditutup.
“Waduk Tiu dapat menampung (air), sehingga debit airnya tidak terlalu besar ke Kali Sunter hulu maupun Cipinang," ujar Anwar.
Namun, saat banjir pada Senin lalu, Yusmada Faizal mengatakan bahwa curah hujan tinggi sehingga Waduk Tiu ikut meluap.
"Kalau Waduk Tiu siaga 1, ya potensi tergenang (Cipinang Melayu). Curah hujannya juga terlalu besar, tercatat 142 milimeter/hari," kata Yusmada.
Pada Februari lalu, Ketua RW 04 Cipinang Melayu, Irwan Kurniadi, sempat meminta pemerintah agar segera menormalisasi Kali Sunter.
"Saya mohon untuk pemerintah pusat maupun daerah untuk menormalisasi Kali Sunter, jangan ditunda-tunda lagi," kata Irwan saat.
Belakangan, Pemprov DKI mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1 triliun untuk pembebasan lahan dalam rangka normalisasi sungai dan waduk guna mencegah banjir di Ibu Kota. Cipinang Melayu masuk dalam daftar itu.
Namun hingga kini, proyek normalisasi sungai di kawasan itu tampak belum berjalan. Pembebasan lahannya juga belum tahu sudah sejauh mana.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/11/05/15412471/2-lokasi-di-jakarta-timur-masih-rawan-banjir-bagaimana-penanganannya