Salin Artikel

Sejalan dengan Kejaksaan Agung, Polda Metro Jaya Dahulukan Penyelesaian Kasus Narkoba dengan Rehabilitasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ditrektorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya sepakat dengan pedoman Jaksa Agung RI yang mengatur penyelesaian kasus narkotika dengan rehabilitasi.

"Kami sejalan dengan kebijakan dari Jaksa Agung," ujar Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa dalam keterangannya, Selasa (9/11/2021).

Meski begitu, Mukti menyebut Kepolisian tidak dapat sembarangan menyelesaikan setiap kasus penyalahgunaan narkotika dengan rehabilitasi.

Menurut dia, terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi, salah satunya adalah tersangka harus minim barang bukti ketika dilakukan penangkapan.

"Jumlah barang bukti harus sesuai edaran Mahkamah Agung, seperti contoh sabu satu gram," kata Mukti.

Selain itu, lanjut Mukti, tersangka juga tidak boleh ada keterlibatan dengan peredaran narkotika. Penyidik juga akan terlebih dahulu melakukan tes assesmen terpadu (TAT) terhadap para tersangka.

"Pengguna bukan pengedar atau bandar, serta lolos hasil TAT," jelas Mukti.

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengeluarkan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.

Lewat pedoman tersebut, penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika dapat dilakukan melalui rehabilitasi pada tahap penuntutan.

Dalam Bab IV tentang Penuntutan dalam pedoman itu, tertulis jenis dan persyaratan rehabilitasi melalui proses hukum, yaitu terdiri atas rehabilitasi medis dan sosial.

Mereka yang bisa direhabilitasi yaitu tersangka yang melanggar Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika yang merupakan penyalah guna.

Kualifikasi sebagai penyalah guna terdiri atas penyalah guna narkotika (vide Pasal 1 angka 15 UU Narkotika), korban penyalahgunaan narkotika (vide penjelasan Pasal 54 UU Narkotika), atau pecandu narkotika (vide Pasal 1 angka 13 UU Narkotika).

Lebih lanjut, dalam pedoman itu tertuang enam persyaratan rehabilitasi bagi penyalah guna. Syarat tersebut, antara lain, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, tersangka positif menggunakan narkotika.

Kemudian, berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir atau end user.

Tersangka ditangkap atau tertangkap tangan tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti narkotika yang tidak melebihi jumlah pemakaian satu hari.

Selain itu, tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga berwenang.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, Pedoman Jaksa Agung Nomor 18/2021 tersebut menjadi acuan bagi penuntut umum dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif. Pedoman tersebut mulai berlaku pada 1 November 2021.

"Latar belakang dikeluarkannya pedoman tersebut adalah memperhatikan sistem peradilan pidana saat ini cenderung punitif, yang tecermin dari jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan yang melebihi kapasitas (overcrowding) dan sebagian besar merupakan narapidana tindak pidana narkotika," kata Leonard, Minggu (7/11/2021).

Sejak pedoman berlaku, maka penanganan kasus penyalahgunaan narkotika yang perkaranya belum dilimpahkan ke pengadilan dapat mengacu pada Pedoman Nomor 18/2021.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/11/09/12162251/sejalan-dengan-kejaksaan-agung-polda-metro-jaya-dahulukan-penyelesaian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke