Salin Artikel

Berubah Jadi Jakpreneur, Bagaimana Nasib OK-OCE yang Digadang Anies Bisa Kurangi Kemiskinan di Jakarta?

Tak banyak yang tahu, OK-OCE (One Kecamatan, One Center of Entrepreneurship) yang digagas Anies bersama wakilnya dulu, Sandiaga Uno, sejak 2020 sudah bermetamorfosis menjadi Jakpreneur (Jakarta Entrepreneurship).

Anies pada Februari 2020 mengatakan, Jakpreneur adalah penyempurnaan dari OK-OCE.

“JakPreneur yang sudah digodok panjang mengalami proses evolusi bertahap hingga sekarang menjadi salah satu andalan kita di dalam meningkatkan kesejahteraan," ujar Anies di acara Naturale Market by Jakpreneur di Thamrin 10, Jakarta Pusat, pada 22 Februari 2020.

Namun, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI-P, Gembong Warsono, tak melihat penyempurnaan apa pun dan masih menganggapnya program lelucon.

"OK-OCE itu lucu-lucuan menurut saya," kata Gembong ditemui di Gedung DPRD pada Jumat (12/11/2021).

Menengok semangat dibentuknya OK-OCE

OK-OCE merupakan program andalan Anies-Sandi pada Pilgub DKI 2017. Dalam janji kampanye, keduanya menargetkan OK-OCE bakal menciptakan 200.000 wirausahawan baru dalam lima tahun masa jabatan.

Janji ini kemudian diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 begitu Anies dan Sandi dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur.

“… mengaktifkan 44 pos pengembangan kewirausahaaan warga untuk menghasilkan 200.000 pewirausaha baru,” tulis salah satu dari 23 janji kerja yang termaktub dalam RPJMD Anies-Sandi.

Frasa wirausahawan/pewirausaha baru perlu digarisbawahi. Mengapa?

Pasalnya, OK-OCE tak dapat dilepaskan dari konteks pengurangan kemiskinan yang dicanangkan Pemprov DKI Jakarta.

Masih pada RPJMD yang sama, OK-OCE masuk program pengurangan kemiskinan dalam kategori “meningkatkan produktivitas warga”.

Harapannya, OK-OCE mampu jadi ujung tombak pembinaan dan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) Ibu Kota, membuka lapangan kerja baru, serta dengan sendirinya melahirkan wirausahawan baru dan pada akhirnya bisa menekan angka pengangguran.

Itu sebabnya, pada desain awalnya, program OK-OCE disusun dalam tujuh tahapan: pendaftaran, pelatihan, pendampingan, pemasaran, perizinan, pelaporan keuangan, sampai permodalan.

Setelah dinyatakan lulus pendaftaran, peserta diwajibkan mengikuti pelatihan dan tahapan berikutnya. Hal itu digariskan Anies dalam menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 108 Tahun 2018.

“Jadi, dulu bisa dibilang indikator keberhasilan (menciptakan wirausahawan baru) di P7 (tahap 7, permodalan),” kata Kepala Bagian Pariwisata, Koperasi, UKM, Perdagangan, dan Perindustrian DKI Jakarta Saraswati kepada Kompas.com, Senin kemarin.

Di sini pangkal perkara program ini dijuluki “lucu-lucuan” oleh Gembong. Pasalnya, dari target menciptakan 200.000 wirausahawan baru pada 2022, saat ini baru ada 6.000-an pendaftar yang telah sampai pada akses permodalan.

“Kalau P1 (tahap pendaftaran) memang lebih (dari target), terlampaui. Kan cuma daftar doang," sindir Gembong.

Mekanisme berubah, target tercapai, semangat menguap

Pemprov DKI Jakarta tak membantah ucapan Gembong. Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi, dan UKM DKI Jakarta Elisabeth Ratu justru membenarkan sindiran itu.

“Yang kami wajibkan hanya pendaftaran di awal agar wirausaha dapat menerima berbagai fasilitas Jakpreneur,” kata Ratu kepada Kompas.com, Senin.

Usut punya usut, indikator keberhasilan program OK-OCE telah berubah seiring peralihan nama jadi Jakpreneur. Mekanisme mencetak wirausahawan baru dalam Jakpreneur juga diganti.

Pergantian dan perubahan itu dirancang oleh Anies sendiri. Ia meneken peraturan baru pada Januari 2020 yang membuat peraturan lama pada 2018 tak lagi berlaku.

Pada Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2020, Anies menyatakan bahwa “wirausahawan baru adalah wirausaha pemula yang telah mendaftar” dan “telah mengikuti kegiatan pengembangan kewirausahaan terpadu dalam upaya peningkatan omzet, aset dan/atau jumlah tenaga kerja.”

Soal pelatihan, partisipasi para pendaftar tak lagi wajib, melainkan “dapat”. Jadi, para pendaftar bebas memilih antara pelatihan, pendampingan, atau permodalan sekalipun, sesuai kebutuhan mereka.

“Saat penerapan Pergub lama dan kami lakukan pola pembinaan, kami temui binaan kami saat daftar sudah punya izin. Berarti kan dia tidak perlu ikut ke tahap perizinan,” ujar Saraswati soal alasan revisi Pergub itu.

“Ada juga yang saat daftar, dia sudah punya semua tapi belum bisa buat laporan keuangan, mau langsung ke fasilitas pelaporan keuangan apakah bisa? Di Pergub sebelumnya, hal itu tidak bisa,” tambahnya.

Secara tak langsung, mekanisme baru ini membuat kerja Pemprov DKI tiba-tiba jadi ringan untuk mencapai target 200.000 wirausahawan baru dalam RPJMD.

Sebab, untuk mencetak “wirausahawan baru”, Pemprov DKI tak perlu lagi dari nol memberi pelatihan dan mencarikannya pemasaran, memfasilitasi izin, hingga menyiapkannya akses permodalan.

Cukup membuka pendaftaran dan mempersilakan pendaftar memilih fasilitas Jakpreneur, maka satu “wirausahawan baru” sudah di tangan.

Pendaftaran pun terbuka bagi orang yang telah memiliki usaha—alias memang sudah wirausahawan.

“Pertama dia daftar sebagai wirausahawan baru. Nanti kami lihat skala usahanya, kalau dia mencukupi, kami masukkan dia sebagai wirausahawan naik kelas, lalu kami ikutkan program yang sesuai dengan dia, kalau dia mau ikut pelatihan,” ujar Saraswati.

“Prinsip kami untuk Jakpreneur adalah bagaimana kami bisa cepat membantu UMKM,” tuturnya.

Pada akhirnya, klaim Pemprov DKI bahwa program Jakpreneur telah melampaui target RPJMD memang sah di atas kertas.

Meskipun demikian, itu berarti program ini telah melenceng dari semangat awalnya sebagai program pengurangan kemiskinan.

“Saat ini jumlah anggota Jakpreneur terdaftar sebanyak 283.343 dan sudah melebihi target RPMJD. Pencapaian selama empat tahun terakhir sudah baik dan bahkan sudah melampaui target,” kata Elisabeth Ratu.

“Tantangan yang saat ini tengah kami hadapi terutama di masa pandemi adalah bagaimana membantu para anggota Jakpreneur untuk mempertahankan usahanya. Salah satu aspek yang kami dorong adalah berkaitan dengan digitalisasi usaha, kolaborasi dengan berbagai pihak,” tutupnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/11/16/06592281/berubah-jadi-jakpreneur-bagaimana-nasib-ok-oce-yang-digadang-anies-bisa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke