Salin Artikel

Penumpang Pesawat Mengeluh Antre Lama untuk Karantina, Dimintai Rp 19 Juta dan Dihukum Satgas Covid-19 Udara

TANGERANG, KOMPAS.com - Beredar video yang menampilkan antrean penumpang dari luar negeri di Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, sedang menunggu untuk mengikuti karantina kesehatan.

Video yang direkam oleh seorang perempuan itu beredar di aplikasi pengirim pesan WhatsApp.

Belakangan diketahui, peristiwa di dalam video terjadi pada Sabtu (18/12/2021).

Komandan Satgas Udara Covid-19 Letkol Agus Listiono langsung angkat bicara usai beredarnya video tersebut.

Mengeluh proses karantina yang lama

Perempuan yang merekam video menyebut bahwa video itu diambil sekitar pukul 04.00 WIB. Dia tak menjelaskan hari apa tepatnya video itu diambil.

"Assalamualaikum guys, ini pagi subuh jam berapa nih. Kita belum subuh ya, jam 4.00 WIB ya. Ini kita di Bandara Soekarno-Hatta mau antre karantina di Wisma Atlet," ujar perekam video, dikutip pada Senin (20/12/2021).

Dia mengaku sudah menunggu untuk karantina sejak pukul 18.00 WIB pada hari sebelumnya alias Jumat (17/12/2021).

Perempuan tersebut menyatakan bahwa proses menunggu karantina kesehatan yang butuh waktu lama itu merupakan cara pemerintah menyiksa rakyatnya.

Dalam video itu, dia mengaku seorang turis, sedangkan kebanyakan penumpang pesawat yang sedang menunggu karantina adalah pekerja migran Indonesia (PMI).

"Ini TKI (tenaga kerja Indonesia/PMI) sebagian ya. Yang turis kayak kita-kita sebagian kecil," ujarnya.

Ada calo karantina kesehatan

Perempuan itu juga mengungkapkan bahwa terdapat banyak calo yang menawarkan karantina kesehatan di hotel.

Tak tanggung-tanggung, dia mengklaim bahwa harga yang ditawarkan oleh calo untuk satu penumpang pesawat mencapai Rp 19 juta.

"Banyak calo-calo tadi membujuk-bujuk kita supaya di hotel, ya Bu," katanya kepada seorang perempuan yang ada di sebelahnya.

"Betul," jawab perempuan lain.

"Itu hotel Rp 19 juta (untuk) satu orang, gila. Bener-bener nih mafianya luar biasa. Tolong diviralkan ya abang-abang, mpok-mpok, kakak-kakak, adik-adik, biar pemerintah melek deh," urai perekam video.

Tentara jual mie instan

Saat sedang menunggu proses untuk karantina kesehatan, dia mengaku membeli satu porsi mie instan dengan harga Rp 30.000.

Mi instan itu, menurut perekam video, dijual oleh tentara yang sedang bertugas di sana.

Dia mengeluhkan soal harganya yang mahal dan proses pembuatannya yang tergolong lama.

"Kita beli Indomie yang Rp 4.000 jadi Rp 40.000. Tadi saya beli (mi instan) Rp 30.000. Di sini, tentara yang jual," ucapnya.

"Adik saya beli tiga, dikasi Rp 30.000. Kalau beli satu, Rp 40.000. Tapi nyeduhnya lama, nunggu air di dispensernya panas," imbuh perekam video.

Akui adanya penumpukan

Komandan Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta Letkol Agus Listiono mengakui bahwa ada penumpukan penumpang pesawat dari luar negeri.

Menurut dia, penumpukan itu terjadi pada Sabtu pekan lalu.

"Ya itu video itu ada pada hari Sabtu memang terjadi penumpukan karena ada ketersendatan yang ada di wisma (atlet)," ucapnya kepada awak media, Senin.

Kata Agus, Wisma Atlet tersendat karena lokasi itu ditutup usai teridentifikasi satu stafnya terpapar corona varian Omicron, sehingga Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta harus mengirim para penumpang ke lokasi lain.

Kemudian, pada Sabtu pekan lalu sekitar pukul 13.00 WIB, pihaknya mulai mengirimkan para penumpang ke lokasi karantina kesehatan di Nagrak, Jakarta Utara.

Penjelasan soal karantina Rp 19 juta

Terkait Rp 19 juta menurut perempuan dalam video, Agus menyebut bahwa harga itu memang adalah paket karantina kesehatan di hotel.

Harga paket itu tergolong mahal karena terdapat sejumlah fasilitas lain yang digunakan oleh para penumpang dari luar negeri yang menjalani karantina.

Menurut dia, perempuan itu sebenarnya tak berhak menggunakan fasilitas karantina di Wisma Atlet. Pasalnya, pihak yang diizinkan menggunakan Wisma Atlet adalah PMI, pelajar dari luar negeri, dan aparatur sipil negara.

"Hotel tuh mahal Rp 19 juta. Nyatanya sekarang ada hotel bintang dua, itu pun tidak per hari. Itu pun sepuluh hari, paket. Itu di situ tidak sama dengan (pengunjung hotel) reguler yang masuk hotel terus check out gitu, bukan," urai Agus.

"Itu ada nakesnya, ada PCR-nya ditanggung hotel. Terus di hotel, PCR kedua ditanggung oleh hotel. Armada pengangkutnya dari Bandara yang bawa dari hotel. Keamanannya juga hotel," sambung dia.

Perekam video dihukum

Agus Listiono menyebut bahwa perempuan sekaligus perekam video itu merupakan seorang wisatawan.

Karena wisatawan itu menolak untuk dikarantina di hotel, satgas memberikan hukuman.

"Terus saya (berikan) punishment-nya terhadap dia yang memviralkan karena dia tidak mau (dikarantina di) hotel," ujar Agus.

Agus berujar, bentuk hukuman yang diberikan adalah menempatkan perempuan itu di antrean paling belakang saat proses pemindahan para penumpang pesawat ke lokasi karantina kesehatan.

Dengan demikian, perempuan yang sudah menunggu karantina kesehatan sejak Jumat malam pekan lalu itu baru berangkat ke lokasi karantina pada Sabtu siang atau sore.

Menurut dia, hukuman diberikan agar perempuan itu mengubah sifatnya.

"Maka saya taruh paling belakang. Nanti setelah ada penerbangan terakhir, baru dia tak bawa ke wisma. Itu punishment-nya, biar dia berubah," papar Agus.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/12/21/06450041/penumpang-pesawat-mengeluh-antre-lama-untuk-karantina-dimintai-rp-19-juta

Terkini Lainnya

JPO Cilincing yang Hancur Ditabrak Kontainer Diperbaiki, Biaya Ditanggung Perusahaan Truk

JPO Cilincing yang Hancur Ditabrak Kontainer Diperbaiki, Biaya Ditanggung Perusahaan Truk

Megapolitan
Polisi Usut Penyebab Remaja di Cengkareng Gantung Diri

Polisi Usut Penyebab Remaja di Cengkareng Gantung Diri

Megapolitan
Dari 7 Jenazah Korban Kebakaran Mampang, 2 di Antaranya Anak Laki-laki

Dari 7 Jenazah Korban Kebakaran Mampang, 2 di Antaranya Anak Laki-laki

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Pengantaran 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' ke RS Polri

Isak Tangis Iringi Pengantaran 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" ke RS Polri

Megapolitan
Kebakaran Toko Bingkai Saudara Frame Padam, Arus Lalin Jalan Mampang Prapatan Kembali Normal

Kebakaran Toko Bingkai Saudara Frame Padam, Arus Lalin Jalan Mampang Prapatan Kembali Normal

Megapolitan
Sebelum Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Ada Percikan Api Saat Pemotongan Kayu

Sebelum Toko "Saudara Frame" Terbakar, Ada Percikan Api Saat Pemotongan Kayu

Megapolitan
Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Megapolitan
Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan di Pulau Pari

Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan di Pulau Pari

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

Megapolitan
Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Megapolitan
Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan Rupiah untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan Rupiah untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Megapolitan
Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik 'Saudara Frame' Tinggal di Lantai Tiga Toko

Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik "Saudara Frame" Tinggal di Lantai Tiga Toko

Megapolitan
Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Megapolitan
Sayur-mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya hingga Sarjana

Sayur-mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya hingga Sarjana

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke