"Kalau ada indikasi si pelaku kekerasan seksual pernah menjadi korban, maka ini menjadi jalan panjang untuk pemulihan," ungkap Komisioner KPAI Putu Elvina saat ditemui di Jakarta Barat, Rabu (22/12/2021).
"Karena bicara perlindungan anak yang pelakunya adalah anak, maka di situ ada kewajiban kita untuk melakukan yang disebut dengan restorative justice," lanjut dia.
Diberitakan Kompas.com pada Senin (1/3/2021), menurut pakar hukum pidana Mardjono Reksodiputro, ditulis oleh Jurnal Perempuan (2019), restorative justice adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk membangun sistem peradilan pidana yang peka tentang masalah korban.
Lebih lanjut, Elvina menyebutkan, restorative justice memberikan keadilan yang memulihkan korban maupun pelaku.
Ia menegaskan perlunya penuntasan trauma healing bagi korban-korban kekerasan seksual.
"Anak-anak yang pernah menjadi korban saat ini kalau trauma healing-nya tidak tuntas, maka ditakutkan siklus perbuatan kekerasan seksual itu akan berputar," ungkap Elvina.
Oleh karenanya, pada kasus kekerasan seksual yang pelaku dan korbannya adalah anak-anak, tujuan akhirnya lebih mengarah pada pemulihan dibandingkan penghukuman.
"Karena mereka masih mempunyai kesempatan yang lebih panjamg di masa depan, sehingga kita tidak mau pada saat pelaku kembali ke masyarakat pasca-vonis, mereka akan melakukan lagi," pungkas dia.
Sebelumnya, seorang remaja berinisial A (15) diamankan polisi lantaran dilaporkan mencabuli sembilan bocah di Cengkareng, Jakarta Barat.
Kesembilan anak itu terdiri dari tujuh bocah laki-laki dan dua perempuan di bawah usia 12 tahun.
Pelaku dan korban merupakan teman sepermainan dan beberapa di antaranya masih bersaudara.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/12/22/22073201/kpai-pelaku-pencabulan-yang-pernah-jadi-korban-harus-dikenai-restorative